Jadi Kambing Hitam yang Bakal Memicu Perang Dunia III, AS Tuding Aplikasi TikTok sebagai Alat Mata-mata China

Minggu, 12 Juli 2020 | 20:00
Aperturetours

Amerika Serikat menuding TikTok sebagai alat spionase China.

Suar.ID -Jutaan penggemar dan pengguna aplikasi video pendek TikTok di Amerika Serikat (AS) mulai waswas.

Aplikasi yang juga digemari di Indonesia itu secara cepat menjadi bagian penting dari budaya populer di AS, berfungsi sebagai platform untuk joget kreatif, meme, serta sindiran politik.

Facebook, kekuatan dominan di media sosial, telah mencoba untuk mencontoh aplikasi Tiktok yang berasal dari China, tetapi sejauh ini tidak memperlambat penetrasi Tiktok.

Saat ini TikTok menghadapi ancaman menakutkan, bukan dari pesaing, tetapi dari pemerintah AS.

Baca Juga: Viral di TikTok Suara Ayu Ting Ting 'Akang Gendang Muter', Terungkap Beginilah Janda Beranak Satu ini Saat Manggung, Tak Apa Pinggulnya Dipegang Pria Sambil Goyang!

Presiden Donald Trump, Selasa (7/7/2020) lalu mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan pelarangan aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan Cina ByteDance.

Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo juga melontarkan senada.

Tuduhannya tidak main-main, AS menuding TikTok dimanfaatkan China untuk kegiatan mata-mata.

Di AS, aplikasi Tiktok telah diunduh 165 juta kali.

Baca Juga: Awalnya Kemayu Joget TikTok Lagu India di Jembatan Suramadu, 3 Emak-emak Baju Kuning ini Akhirnya Minta Maaf dan Didenda Rp 500 Ribu!

Tahun lalu, pemimpin minoritas Senat Chuck Schumer dan Senator Republik dari Arkansas Tom Cotton meminta komunitas intelijen untuk menilai risiko yang mungkin ditimbulkan TikTok terhadap keamanan nasional.

TikTok tentu saja membantah tegas dan menyebut tuduhan itu tidak berdasar.

Untuk membuktikan independensi TikTok dari campur tangan pemerintah China, perusahaan menunjuk CEO warga negara AS.

"Kami tidak pernah memberikan data pengguna kepada pemerintah China, dan kami juga tidak akan melakukannya jika diminta," ujar TikTok menyadur dari CNN.

Bankkin Fo Security
Bankkin Fo Security

Baca Juga: Bak Ketiban Durian Runtuh, Viral Lamar Kerja Pakai Video TikTok, Pelamar Malah Dapat Tawaran dari Banyak Perusahaan

AS rupanya tidak sendirian. India juga melontarkan pernyataan akan melarang TikTok dan aplikasi China lainnya setelah bentrokan perbatasan berdarah antara tentara India dan China.

Meskipun para pemimpin seperti Menlu Mike Pompeo menggambarkan TikTok sebagai bahaya saat ini, banyak komunitas keamanan dunia maya mengatakan adanya fakta yang lebih kompleks.

TikTok bisa menjadi ancaman bagi keamanan AS dilihat dari skenario tertentu.

Beberapa analis juga mengatakan masalah ini dipersulit oleh sikap agresif Trump terhadap China.

Baca Juga: Wanita Ini Syok Bukan Main Usai Buka Koper Misterius yang Dikira Isinya Segepok Uang Di Tepi Sungai: Suatu Hal yang Menyakitkan Mengubah Hidup Saya...

"Pemerintahan Trump memilih pendekatan keamanan untuk menangani masalah ini.

Tampaknya, begitu perusahaan China menjadi sorotan pemberitaan, tiba-tiba menjadi target baru," kata Justin Sherman, seorang praktisi keamanan dunia maya, Prakarsa Statecraft Cyber.

Untuk memahami mengapa pembuat kebijakan memandang TikTok sebagai risiko, ada baiknya mengetahui cara kerja perusahaan.

TikTok dimiliki oleh startup paling bernilai di dunia, sebuah perusahaan China bernama ByteDance.

CNET-James Martin

Diduga Dapat Teruskan Informasi ke Pemerintah Tiongkok, Militer AS Dilarang Pakai TikTok.

Baca Juga: Hati Rasanya Seperti Tersayat-sayat, Viral di TikTok Seorang Penghulu Nikahkan Mantan istrinya dengan Teman Sendiri, Netizen Fokus ke Sang Penghulu yang Disebut Lebih Cakep

Tetapi TikTok tidak beroperasi di China dan berfungsi sebagai anak perusahaan independen.

Kekhawatiran utama, ByteDance dapat dipaksa untuk menyerahkan data pengguna TikTok di AS kepada pemerintah China, di bawah undang-undang keamanan nasional negara itu.

TikTok mengatakan pihaknya menyimpan data pengguna Amerika di server berbasis di AS yang tidak tunduk pada hukum China.

(Tribunnews)

Editor : Ervananto Ekadilla

Sumber : CNN, Tribunnews

Baca Lainnya