Suar.ID -Sejumlah tempat wisata mulai ramai oleh pengunjung di saat pandemi Covid-19 belum berakhir.
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si., membenarkan hal itu terjadi karena terciptanya tatanan normal baru atau new normal versi masyarakat di tengah pandemi.
Menurutnya, masalah mendasar yang melatarbelakanginya yaitu polusi simbolik.
Ia menerangkan, polusi simbolik terjadi ketika ada banyak simbol berupa bahasa, peringatan, rambu-rambu dari pemerintah yang beragam.
Baca Juga: Beginilah cara Menyiasati New Normal selama Pandemi bagi para ASN
Menurutnya, informasi yang berbeda-beda dari setiap daerah kemudian membuat masyarakat tidak dapat memaknai informasi secara tunggal.
"Jadi satu orang memaknai begini, satu orang memaknai ini, itu yang namanya polusi, sehingga tafsirnya beragam," terang Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS tersebut saat diwawancara Tribunnews.com melalui Zoom, Senin (8/6/2020) siang.
Drajat menuturkan, adanya polusi simbolik ini kemudian membuat masyarakat mengkonstruksi sendiri peraturan yang ada.
Selanjutnya, masyarakat pun menganggap new normal sebagai keadaan bahwa mereka sudah bebas keluar rumah untuk ke pusat perbelanjaan, tempat wisata, dan sebagainya.
Baca Juga: Beginilah Cara Menyiasati New Normal selama Pandemi bagi Para Penderita Penyakit Jantung
"Karena polusi disebabkan karena inkonsitensi informasi, aturan, akhirnya orang mengkontruksi sendiri."
"Social construction itu mengkontruksi sendiri yang disebut dengan new normal itu yang ini, ketika dia keluar rumah nggak apa-apa, ke pasar nggak apa-apa, beli di toko-toko pinggir jalan nggak apa-apa," jelas Drajat.
"Nah ya sudah ini, sudah dianggap normal oleh mereka, jadi terjadi new normal versi masyarakat atau new normal versi sosial," tambahnya.
Menurut Drajat, new normal versi masyarakat atau new normal versi sosial ini secara alami berjalan, yang ternyata timbul karena perbedaan definisi terhadap kebijakan pemerintah.
Namun, menurutnya, saat ini masyarakat tetap menjalankan kebiasaan baru dengan mengenakan masker ketika berada di luar.
"Tapi itu udah didukung, saya lihat ya, walaupun orang berbondong-bondong tetapi kebanyakan sudah menggunakan pola-pola yang baru seperti memakai masker, mereka juga mau cuci tangan, tidak mudah berpelukan atau bersalaman dengan orang lain, itu menurut saya kebiasaan yang menurut mereka sudah diinternalisasi sebagai keamanan menghadapi COVID," ujarnya.
(Tribunnews)