Suar.ID -Ari Agung Prastowo kaget saat dirinya diumumkan menjadi salah satu penerima bantuan sosial tunai Covid-19 dari Kementerian Sosial.
Pria yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung ini terkejut ketika mengetahui namanya muncul pada form atau surat tertera keterangan berdasarkan keputusan pemerintah Republik Indonesia, Cq (Casu Quo) Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Pengumuman itu intinya berbunyi 'bapak, ibu, saudara-saudari dinyatakan berhak memperoleh bantuan sosial tunai 2020 senilai Rp 600 ribu setiap bulan selama tiga bulan'.
"Tidak ada awal sebenarnya, karena tiba-tiba kami mendapatkan pemberitahuan di grup tempat tinggal kami," ujar Ari saat dihubungi Tribun Jabar melalui ponselnya, di Kota Bandung, Kamis (28/5/2020).
Menurutnya, disampaikan melalui koordinator tempat tinggalnya bahwa akan ada petugas dari Rukun Tetangga yang membagikan form bantuan terdampak Covid-19.
"Kami yang tinggal di komplek ini juga bingung bantuan apa ini yang dimaksud."
"Setelah kami mendapatkan formnya, ternyata itu berisi tentang bantuan dari tahap satu sampai tahap tiga," katanya.
Padahal pakar komunikasi politik itu mengatakanmerasa tak pernah didatangi oleh pengurus RT dan RW setempat.
Bahkan, juga tidak pernah diminta data terkait dengan bantuan sosial tersebut.
"Sama sekali tidak pernah dimintai data apapun."
"Tiba-tiba saya langsung memperoleh form ini saja," ujarnya.
Dia menyatakansurat itu terdapat barcode secara bertahap, yakni, tahap satu, dua dan tiga.
Hari ini sekitar pukul 10.00-11.00 WIB, ia menerima surat itu di kediamannya.
"Kami diminta untuk langsung mengambilnya sore ini pukul 16.30 sampai 21.00 WIB di kecamatan mandalajati," katanya.
Menyikapi data pribadinya salah sasaran tertera pada daftar bantuan itu, dirinya mengatakan, mesti disikapi secara arif.
Maksudnya adalah terdapat proses belajar yang harus dilakukan oleh pemerintah.
Bukan hanya pemerintah pusat, tapi juga sampai pada level yang paling bawah.
"Yaitu perangkat desa, RT/RW."
"Saya kira pemerintah pusat juga bisa dikatakan terburu-buru, meskipun saya menangkap bahwa ada itikad baik pemerintah ingin memberikan bantuan kepada warga yang terdampak langsung adanya Covid-19."
"Tapi rupanya pemerintah tidak memiliki kesiapan data valid," ujarnya.
Menurutnya, hal ini berakibat bantuan itu disinyalir tidak tepat sasaran.
Langkah selanjutnya, dia tak menerima bantuan ini.
Dalam waktu dekat, dirinya akan melaporkan kepada pengurus setempat, agar bisa mengalihkan kepada yang berhak mendapatkan, terutama bagi warga terdampak langsung Covid-19.
"Saya merasa hak-hak tidak pernah dikurangi oleh pemerintah selama Covid-19 ini, sehingga apa yang saya peroleh sebagai PNS sudah jauh lebih dari cukup," katanya.
Dia bilang pemerintah penting melakukan evaluasi menyeluruh terkait data yang dimiliki itu secara jelas.
Sehingga tak terkesan terburu-buru membagikan atau distribusi bantuan, tanpa adanya pegangan data yang valid.
"Karena ini akan berbahaya, justru bisa dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu."
"Saya berharap, pemerintah melakukan evaluasi mendalam dari level atas sampai perangkat desa, melakukan kroscek pendataan yang ada," ujarnya.
Dia menilai soal data salah, menjadi persoalan serius berkaitan dengan data bansos.
Karena efek Covid-19 kini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi seluruh dunia.
Padahal melalui kekuatan data bisa menjadi satu di antara pintu masuk pemerintah dapat memperbaiki atau menangani penyebaran covid-19.
"Pemerintah juga harus memiliki sistem informasi atau basis data yang akurat, sehingga tidak terulang kembali salah sasaran seperti yang saya alami ini," katanya.
(Tribun Jabar)