Suar.ID -Belum lama ini Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengeluarkan wacana pembebasan narapidana di tengah pandemi virus corona ini.
Rupanya wacana ini menuai polemik tersendiri.
Kini ia pun angkat bicara mengenai hal tersebut.
Menurut Yasonna hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya yang tidak membebaskan narapidana di lapas yang mengalami kelebihan kapasitas.
"Hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila, yang tidak menerima pembebasan napi di lapas over kapasitas," kata Yasonna melalui pesan Whatsapp, Minggu (5/4/2020).
Pembebasan narapidana karena pandemi corona menurutnya sesuai dengan anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan Sub Komite PBB Anti-penyiksaan. Imbauan tersebut sudah direspons sejumlah negara.
"Iran membebaskan 95.000 orang (termasuk 10.000 tahanan diampuni), Brazil 34.000," katanya.
Sebelumnya sejumlah pihak tidak setuju dengan Yasonna yang meneken Keputusan Menteri mengenai Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Simulasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Dalam kepmen Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 yang ditandatangani Yasonna pada 30 Maret lalu itu, disebutkan bawah dikeluarkannya kebijakan tersebut salah satu pertimbangannya yakni LPKA dan Rumah Tahanan Negara memiliki tingkat hunian tinggi dan rentan terhadap penyebaran Corona.
Mahfud MD: Isolasi di Lapas Lebih Bagus daripada di Rumah
Wacana pembebasan 300 narapidana (Napi) koruptor menuai kontroversi dari berbagai kalangan termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Mahfud pun menanggapi wacana remisi atau pembebasan napi korupsi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Wacana tersebut dimaksud untuk mengurangi risiko penularan virus corona (Covid-19) dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Menurut Mahfud, di lapas napi koruptor lebih efektif menjadi tempat islolasi mencegah penyebaran Covid-19 dibandingkan di rumah.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam video yang diunggah kanal YouTube Official iNews, Minggu (5/4/2020).
"Malah diisolasi di sana (lapas) lebih bagus daripada di rumah," ujar Mahfud MD.
Mahfud lantas menegaskan bahwa tidak ada rencana pemerintah untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012.
Yakni PP 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Karena alasannya, PP-nya itu pertama khusus sudah ada bahwa itu berbeda dengan napi yang lain," paparnya.
Mahfud juga menjelaskan kondisi di sel para koruptor tersebut.
Ia menambahkan, sel napi korupsi yang tidak berdesakkan itu mendukung penerapan physical distancing dalam masa wabah corona.
"Lalu yang kedua, kalau tidak pidana korupsi itu tempatnya sudah luas, bisa melakukan physical distancing," terang Mahfud.
Sementara itu, Mahfud menegaskan tidak akan memberikan remisi dan pembebasan bersyarat bagi napi korupsi dan bandar narkoba.
"Jadi tidak ada sampai hari ini, itu rencana memberi pembebasan bersyarat kepada napi koruptor, terorisme, dan bandar narkoba," jelas Mahfud.
Mahfud menambahkan, pemerintah tetap berpegang pada sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015 lalu terkait PP Nomor 99 Tahun 2012.
"Pada 2015 Presiden sudah menyatakan tidak akan mengubah dan punya pikiran untuk merevisi PP 99 Tahun 2015," ucap Mahfud.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, karena itulah pemerintah tidak memiliki rencana memberikan pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi hingga hari ini.
(Taufik Ismail)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Yasonna: Hanya Orang Tumpul Rasa Kemanusiaan Tidak Terima Pembebasan Napi".