Di Mata Negara Superpower Ini, Indonesia Sudah Enggak Lagi Dianggap sebagai Negara Berkembang, Ternyata Begini Dampaknya Bagi Kita

Sabtu, 22 Februari 2020 | 16:00
APKPure.com VIA Kompas.com

AS Depak Indonesia dari Negara Berkembang, Ternyata Ini Maksud Terselubung Donald Trump Masukkan RI sebagai Negara Maju!

Suar.ID -Di mata Amerika Serikat, Indonesia sudah enggak lagi dianggap sebagai negara berkembang.

Status negara kita sudah berubah.

Belum lama ini Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau USTR mencabut preferensi khusus untuk daftar anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) termasuk Indonesia dalam daftar negara berkembang.

Baca Juga: 'Ketika Sampai di Tengah-Tengah Sungai, Tiba-Tiba Ada Arus Besar dari Atas'

Artinya, di mata AS, Indonesia sudah menjadi negara maju.

Terkait hal ini, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan hal ini akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas negara berkembang.

“Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang akan dikurangi, ya kita tidak khawatir itu,” kata Airlangga di kantornya seperti dikutip Kontan.co.id, Jumat (21/2/2020).

Setali tiga uang, ekspor barang-barang Indonesia bakal kena tarif tinggi daripada negara berkembang lainnya.

Sebagai contoh, pajak-pajak impor yang diatur AS atas barang Indonesia bakal lebih tinggi, termasuk bea masuk.

“Tapi belum tentu, kami tidak khawatir,” ujar Airlangga.

Dalam kebijakan baru AS yang telah berlaku sejak 10 Februari 2020 tersebut, Indonesia dikeluarkan dari daftar Developing and Least-Developed Countries sehingga Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Baca Juga: Asyik Ikut Kompetisi, 2 Pemain Bola Ini Tersambar Petir hingga Tubuhnya Hangus Mengeluarkan Asap, 1 Meninggal Dunia 1 Terluka Parah

Sebagai akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.

Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Dampaknya memang kebijakan ini cenderung buat perdagangan Indonesia buntung.

Padahal selama ini Indonesia surplus dari AS.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar 1,01 miliar dollar AS.

Angka ini tumbuh bila dibanding surplus periode sama tahun lalu yakni 804 juta dollar AS.

Data tersebut juga menyebutkan AS menjadi negara terbesar kedua pangsa ekspor non-migas Indonesia sebesar 1,62 miliar dolar AS pada Januari 2020.

Tak hanya Indonesia, ada negara-negara lain yang bernasib sama dengan Indonesia.

Tujuan AS adalah untuk menurunkan batasan yang mendorong investigasi AS apakah suatu negara mengancam industri AS dengan subsidi ekspor yang tak adil.

Baca Juga: Masih Ingat Caisar 'YKS'? Lama Tak Muncul di TV Kini Beginilah Kabarnya Kini, Menangis DIbelikan Token Listrik Nikita Mirzani, Lalu Bagaimana Kabar Istrinya?

Seperti disebut di awal, hal ini berdasarkan catatan yang dirilis Perwakilan Perdagangan AS (USTR).

Negara-negara yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang tersebut adalah Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, dan China.

Kemudian ada Kolombia, Kosta Rika, Georgia, Hong Kong, India, Indonesia, Kazakhstan, dan Republik Kirgis.

Selanjutnya ada Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Romania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam.

Menurut USTR, keputusan untuk merevisi metodologi terkait negara berkembang untuk investigasi tarif perdagangan penting untuk dilakukan.

Sebab, pedoman yang digunakan sebelumnya sudah usang lantaran dibuat tahun 1988.

Pembaruan ini pun menandai langkah penting kebijakan AS yang sudah berlangsung selama dua dekade terkait negara-negara berkembang.

Baca Juga: WNI Ini Nekat Curi 5.500 Masker hingga Dijebloskan ke Penjara di Hong Kong, Rupanya terdapat Alasan Mengharukan Dibaliknya

Akhirnya, negara-negara ini bisa dikenakan tarif yang lebih tinggi atas barang yang dikirim ke AS.

Langkah ini juga mencerminkan kejengahan Presiden AS Donald Trump bahwa negara-negara ekonomi besar, seperti China dan India, diperbolehkan menerima preferensi khusus sebagai negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO).

Dalam kunjungannya ke Davos, Swiss, pada bulan lalu, Trump menyebut WTO memperlakukan AS secara tidak adil.

"China dipandang sebagai negara berkembang. India dipandang sebagai negara berkembang. Kami tidak dipandang sebagai negara berkembang. Sepanjang yang saya ketahui, kami juga negara berkembang," cetus Trump.

Adapun tujuan preferensi khusus yang diterapkan WTO terhadap negara-negara berkembang adalah untuk membantu dalam menurunkan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan mengintegrasikan negara-negara ini ke dalam sistem perdagangan dunia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Selain RI, 24 Negara Ini Juga Dicabut AS dari Daftar Negara Berkembang"

Tag

Editor : Moh. Habib Asyhad