Pengakuan Mantan Anggota Keraton Agung Sejagat, Disuruh Bayar Jutaan Hanya untuk Seragam hingga Dijanjikan Dolar AS

Rabu, 15 Januari 2020 | 16:15
Twitter @aritsantoso

Kerajaan Agung Sejagat Purworejo

Suar.ID -Kemunculan Kerajaan Agung Sejagat (KAS)yang mengaku sebagai keturunan Majapahit menghebohkan publik.

Kelompok yang dipimpin oleh sosok yang dijuluki Sinuhun ini mengklaim bahwa KeratonAgung Sejagat (KAS) memiliki kekuasaan di seluruh dunia.

Mendampingi pemimpinnya atau Sinuhun, ada pula seorang layaknya permaisuri sebuah kerajaan yang dijuluki Kenjeng Ratu.

Melansir dari Tribunnews.com, dia adalah Totok Santosa Hadiningrat, atau dengan julukannya Sinuhun Totok Santosa Hadiningrat.

Baca Juga: Beginilah Detik-detik Penangkapan Pemimpin Kerajaan Agung Sejagat yang Sempat Viral, Polisi: Dugaan Sementara Pelaku Melakukan Perbuatan Terkait Penipuan!

Sementara istrinya dipanggil Kanjeng Ratu Dyah Gitaraja.

Kerajaan Agung Sejagat (KAS) juga dilengkapi dengan bangunan yang mereka sebut keraton dan pakaian adatnya sendiri.

Totok Santosa Hadiningrat, atau yang kerap dipanggil Sinuhun oleh pada punggawa pengikutnya ternyata pernah menjadi pemimpin sebuah organisasi bernama Jogjakarta Development Committe (JOGJA-DEC).

Baca Juga: Percaya Totok Santoso adalah Keturunan Majapahit, Pengikut Keraton Agung Sejagat Beberkan Misi Rajanya

Jogjakarta Development Economic Committe (DEC) adalah organisasi yang bergerak di bidang kemasyarakatan dan kemanusiaan.

Hal tersebut dibenarkan oleh tetangga yang tinggal dekat dengan istana Keraton Agung Sejagat (KAS), Sri Utami (40).

Bahkan, Sri Utami mengaku dulu pernah menjadi anggota Keraton Agung Sejagat (KAS).

"Sekitar tiga tahun yang lalu, awal kegiatannya seperti membantu rakyat kecil.

Waktu terbentuk sudah ada bidang-bidangnya seperti pendidikan, sanitasi dan lain-lainnya," ujar Utami dikutip dari Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).

Baca Juga: Dituding Kenakan Peci Penuh Ilmu Magis dan Hanya untuk Menutupi Kebusukannya, Teddy Tanggapi Sinis Terawangan Mbak You: 'Paranormal Abal-Abal'

Dari penjelasan Utami, dalam DEC dulu sempat ada iuran kartu anggota (KTA) sebesar Rp 15 ribu.

"Selain iuran KTA suruh bayar seragam juga senilai Rp 3 juta. Seragamnya itu dulu seperti army atau militer loreng-loreng," katanya.

Totok Santosa Hadiningrat, atau Sinuhun itu sendiri menjanjikan mendatangkan Dolar Amerika Serikat ke Indonesia.

Uang tersebut diklaim untuk membiayai kegiatannya dan memberi kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.

Lama kelamaan karena merasa tidak ada kegiatan yang jelas dan hanya kumpul-kumpul saja, Utami akhirnya memutuskan keluar dari EDC.

"Bilangnya bergerak di bidang kemanusiaan, tetapi nyatanya belum ada yang disalurkan. Karena keberadaanya EDC itu dulu masih merintis disini," tambahnya.

TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati
TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati

Sri Utami (40) salah satu mantan pengikut organisasi yang dipimpin oleh Totok Santosa Hadiningrat, atau yang kerap dipanggil Sinuhun pemimpin Kerajaan Agung Sejagat (KAS), Selasa (14/1/2020).

Sri Utami yang rumahnya hanya berjarak 2 rumah dari Istana Keraton Agung Sejagad (KAS) menceritakan jika sedang tidak ada kegiatan rumah atau istana tersebut.

Dan sering kali istana dibiarkan kosong.

Baca Juga: Geger Penggerebekan Klinik Kecantikan Sel Punca Ilegal, Begini Pengakuan Para Sosialita yang Rela Gelontorkan Dana Ratusan Juta untuk Perawatan, Sebut Ada Adu Gengsi!

Pasalnya para anggota atau yang disebut punggawa kerajaan berasal dari luar dan mereka memiliki pekerjaan masing-masing.

Rumah dan lahan yang saat ini digunakan sebagai Keraton Agung Sejagat adalah milik dari Cikmawan (53) warga asli RT 3 RW 1 Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo.

Diketahui ternyata Cikmawan adalah Adipati Djajadiningrat adalah bagian dari punggawa keraton atau sebagai koordinator ndalem Keraton Agung Sejagat.

Warga sekitar jarang melihat secara langsung karena memang setelah datangnya batu besar ada sedikit ketakutan.

Tribun Jateng/Permata Putra Sejati

Batu prasasti di Kerajaan Agung Sejagat

"Mengganggu sih sebenarnya, tetapi selama tidak mengganggu masyarakat tidak masalah, karena mereka itu kejawen," paparnya.

Yang menjadi permasalahan bagi warga adalah kegiatan atau kumpul malam-malam mereka yang terlihat mencurigakan dan terkesan mistis.

"Pokoknya sebulan itu dua atau tiga kali pertemuan dan sebetulnya kumpul-kumpul seperti itu sudah lama, cuma menang ramai itu setelah datangnya batu besar itu," pungkasnya.

Baca Juga: Tergiur Wajah Cantik, Artis Senior Ini Rela Lakukan Permak Wajah Tapi Berakhir Tragis:

Editor : Rina Wahyuhidayati

Sumber : tribunnews, Tribun Jateng

Baca Lainnya