Suar.ID - Seorang pria di Belarus harus menerima hukuman mati dengan ditembak di kepala setelah membunuh bayi berusia 8 bulan.
Viktar Syarhel (48), akan ditutup matanya dan dipaksa berlutut dalam eksekusi yang pernah dilakukan oleh Uni Soviet pada zaman Joseph Stalin.
Ibu dari bayi itu, Natalya Kolb (26), juga dinyatakan bersalah atas pembunuhan dan telah dijatuhi hukuman 25 tahun penjara.
Melansir dari mirror.co.uk, Senin (28/10/2019)kejadian ini terungkap ketika suami Kolb, Leonid, pulang ke rumah bersama kedua putranya dan melihat putri kecilnya terbaring tak bernyawa di genangan darah.
Bahkan, putrinya tersebut ditemukan dalam keadaan kepala terputus.
Syarhel, yang merupakan kerabat dekat, dan Kolb berada di apartemen dan minum-minum bersama.
Bayi 8 bulan itu dilaporkan dibunuh dengan pisau dapur, dan mendapatkan 46 luka.
"Saat Leonid datang, dia seperti melihat adegan film horor," ungkap salah satu tetangga
"Bahkan paramedis ambulan pingsan ketika ia masuk ke dalam," sambungnya.
Dalam sidang yang berlangsung tertutup di Pengadilan Regional Brest, bayi itu sempat disiksa sebelum dipenggal "dengan sangat kejam".
Para tetangga menyatakan, Leonid dan Kolb adalah pasangan yang "bahagia".
Bahkan belum lama ini mereka sempat membaptis anaknya di Gereja Ortodox.
Kolb dilaporkan terhindar dari hukuman mati karena perempuan tak bisa dieksekusi di Belarus.
Karena itu, dia menerima hukuman maksimal.
Adapun Syarhel bisa dihukum mati dengan cara ditembak di kepala karena di Belarus, pria berusia antara 18-65 tahun bisa dieksekusi.
Lebih dari 400 orang telah dieksekusi di Belarus sejak negara itu merdeka dengan jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.
Berdasarkan data dari Amnesty International, total ada empat tahanan yang dihukum mati sepanjang 2018, dan dua pada 2017 lalu.
Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, baru-baru ini mengindikasikan bahwa ia akan terus menyetujui putusan hukuman mati meskipun mengisyaratkan bahwa ia memiliki keberatan pribadi.
"Apakah anda pikir saya senang dengan hukuman mati ini, mengingat saya menandatanganinya, dan kemudian, dengan kasar, seseorang ditembak?" ujar Presiden Lukashenko.
"Namun, dia tak bisa berbuat banyak mengingat dalam referendum 1996, rakyat menginginkan agar eksekusi mati tetap dilaksanakan."
"Jika rakyat menghendaki, tentu kami bakal menghentikannya. Sebab, kami mempunyai referendum," terang Lukashenko.