Kisah Inspiratif Dokter Mangku Sitepoe: Rela Dibayar Rp 10 Ribu hingga Korbankan Masa Tuanya

Rabu, 18 September 2019 | 19:30
Kolase Kompas.com

Jika kebanyakan dokter dibayar tinggi untuk mengobati pasien, hal berbeda justru terjadi pada dokter Mangku Sitepoe

Suar.ID - Kisah inspirasi hadir dari seorang dokter bernama Mangku Sitepoe.

Jika kebanyakan dokter dibayar tinggi untuk mengobati pasien, hal berbeda justru terjadi pada dokter Mangku.

Di sebuah klinik yang berdiri di atas lahan kawasan Jalan Raya Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dokter mangku mengabdikan diri untuk melayani kesehatan masyarakat berpenghasilan rendah.

Klinik itu bernama Klinik Pratama Bhakti Sosial Kesehatan St. Tarsisius yang berdiri sejak tahun 2004.

Baca Juga: Anggota DPRD Deliserdang Terpilih Ini Tiba-tiba Dibacok secara Bertubi-tubi oleh Preman, Namun Masih Hidup Berkat Hal Ini

Sebelum praktek di klinik ini, dokter asal Kabupaten Karo, Sumatera Utara ini mendirikan klinik pengobatan gratis bernama Klinik Pratama Bhakti Sosial Kesehatan St. Yohanes Penginjil di Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada tahun 1995 bersama empat orang rekannya.

Ia bercerita, jumlah pasien yang harus ditangani terus meningkat.

"Waktu itu pasien sudah 200 lebih, satu hari praktek. Sedangkan yang praktek dokternya di sana kita baru lima orang. Jadi satu orang bisa kena 40 pasien," kata Dokter Mangku dilansir dari Kompas.com, Rabu (18/9/2019).

Karena itulah, didirikan klinik lainnya yang menjadi tempat Dokter Mangku praktek hingga saat ini.

Baca Juga: VIRAL! Video Kerusuhan di Acara Nikahan Sampai Lempar-lemparan Kursi, Diduga Karena Ulah Mantan

Keinginan Dokter Mangku untuk berbuat baik didasari oleh kepercayaannya pada gagasan altruisme.

Gagasan altruisme menyatakan bahwa setiap individu yang berakal sehat memiliki keinginan untuk mengabdikan dirinya bagi sesama tanpa pamrih.

Paham ini dipercaya oleh Dokter Mangku dan pendiri lainnya untuk mulai melayani kesehatan masyarakat.

"Jadi dengan akal sehat, altruisme, sama satu lagi berkesinambungan, itulah dasarnya kita mendirikan balai pengobatan," ucap dia.

Baca Juga: Berjalan Kaki, Ibu Gendong Jenazah Bayi yang Baru Dilahirkannya, Beruntung Ada Polisi yang Mau Beri Tumpangan

Setelah melakukan pengobatan gratis, kemudian pada tahun 2003 diberlakukan tarif sebesar Rp 2.500 bagi pasien yang ingin berobat.

Kebijakan ini dikeluarkan karena adanya informasi bahwa sejumlah pasien nakal menjual kembali obat-obatan dari hasil berobat mereka ke klinik.

Tahun berjalan, jumlah pasien pasang surut.

Jika per tahun Mangku menangani ratusan pasien setiap kali praktik, belakangan jumlah pasien terus menurun.

Tepatnya saat BPJS dilakukan secara nasional.

"Rata-rata tinggal 75 pasien per praktik," kata Mangku sembari menerka.

Perubahan jumlah pasien juga berlaku dengan perubahan tarif.

Selama 2003 hingga 2015, mengambil kebijakan menaikkan tarif bagi pasien yakni Rp 10.000.

Kalaupun pasien tak sanggup membayar, tak apa.

Hingga kini, pengabdian yang Dokter Mangku lakukan didukung oleh banyak orang, termasuk keluarganya.

Baca Juga: Dulu Waktu Bayi Ditemukan di Toilet Masjid, Kini Venna Melinda Gelar Pesta Ulang Tahun Mewah ala Film Frozen

"Keluarga saya, mereka semua mendukung saya. Semua anak-anak saya," ujar dia.

Kebutuhan sehari-harinya terpenuhi dari honor buku-buku yang ia terbitkan sejak lulus sebagai dokter hewan dan uang pensiun.

Dari pihak klinik, ia menerima uang transport sebesar Rp 100.000 per kedatangan.

Selain itu, teman-temannya juga turut membantu.

"Saya sekarang hidup dari pensiun saya, bantuan teman-teman, dan juga dari anak-anak saya," kata Dokter Mangku.

Dokter Mangku mendapat pendidikan kedokteran hewan di Universitas Gajah Mada.

Dia lalu mengambil studi untuk menjadi dokter umum di Universitas Sumatera Utara.

Semenjak 1995, Dokter Mangku mulai memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat.

Dia pun bertekad tidak akan 'pensiun' berpraktik membantu mengobati masyarakat tidak mampu meski hanya tersisa ia dan satu rekannya, Pastor Bertens yang masih hidup.

Editor : Adrie P. Saputra

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya