Temani Sang Suami Berjuang, Ilham Habibie Ungkap Ainun Rela Kerjakan Semua Tugas Rumah hingga Jadi Sopir Pribadi Habibie

Sabtu, 14 September 2019 | 15:30
Intisari

Ilham dan Ainun Habibie

Suar.ID – Rabu (11/9/2019) lalu, kita kehilangan sosok putra kebanggaan bangsa, seorang inspirator, dan Presiden RI ke-3, BJ Habibie.

BJ Habibie adalah seorang yang memiliki pengaruh besar bagi negeri ini.

Bagaimana pun, Habibie adalah seorang ayah dari dua anak dan suami yang kehilangan istrinya terlebih dahulu, Hasri Ainun Habibie.

Tulisan berikut ini diambil dari Buku Ibu di Mata Mereka, terbitan Intisari, yang ditulis oleh Yatie Asfan Lubis.

Inilah yang ditulis oleh Ilham A. Habibie dalam buku tersebut, mengenai Ibunya, Hasri Ainun Habibie, yang ketika itu belum lama dipanggil Tuhan pada 22 Mei 2010.

--

Baca Juga: Inilah sosok Widya Leksmanawati, Wanita yang Berhasil Mencuri Hati Putra Bungsu Habibie, Ternyata Bukan Orang Sembarangan lho!

Bukannya aku ingin melontarkan puji dan puja, namun memang itulah makna dari namanya: Hasri Ainun Besari, mata yang indah.

Ibuku lahir di Semarang pada 11 Agustus 1937. Ayahku, H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Pare-Pare 25 Juni 1936).

Pada tahun-tahun pertama pernikahan, mereka hidup di Jerman karena ayahku bekerja di sana.

Aku lahir di Aachen, Jerman, begitu pula adikku: Thareq Kemal Habibie. Sejak SD hingga aku meraih gelar Doktor - Ingenieur dengan predikat summa cum laude, (Juli 1994) aku tinggal di negeri itu.

Meski Ibu kerap berdialog dalam bahasa Indonesia, aku cenderung lebih menguasai bahasa Jerman dan Inggris.

Baca Juga: Selalu Dapat Nilai A karena Saking Pintarnya, Ilham Habibie Ternyata Pernah Merasa Seperti Badut di Sekolah, Juga Pernah Anjlok Gara-gara Ini

Karena memang aku tidak pernah mengecap sekolah di Tanah Air. Selama 31 tahun bermukim di sana dan di Amerika selama dua tahun.

Aku selalu teringat, betapa ibuku, yang seorang dokter lulusan Universitas Indonesia tahun 1965 rela melepas kariernya sebagai dokter anak.

Perempuan lemah lembut ini memilih tinggal di rumah untuk mengurus suami dan kedua putranya.

Hidup di perantauan - Eropa – menimbulkan banyak risiko dan tanggung jawab. Kami tak punya pembantu.

Ibuku yang mungil rela mengerjakan semua tugas rumah tangga, hingga mengantar Ayah berangkat kerja. la yang punya SIM (ayahku tidak) laiknya seorang sopir pribadi.

Pagi mengantar ke dermaga ferry, malam pergi lagi menjemput.

Ibuku amat mandiri. la juga menularkan sikap itu pada kami berdua. Aku dan adikku diajar tidak canggung mengerjakan tugas seorang perempuan.

Mencuci, menyetrika, memasak, dan menjahit bukan hal yang sulit bagi kami. Waktu kami tinggal di Jerman, sementara Ibu harus mendampingi Ayah yang bertugas di Indonesia, kami menikmati "kemandirian yang terlatih" olehnya. (K. Tatik Wardayati)

Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judulAinun di Mata Ilham Habibie: Ibuku yang Mungil Rela Mengerjakan Semua Tugas Rumah Tangga Bahkan Jadi 'Sopir Pribadi'

Tag

Editor : Adrie P. Saputra

Sumber intisari-online.com