Suar.ID - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus-menerus dirundung masalah.
Sebelumnya, lembaga ini disebut tak sanggup bayar tagihan rumah sakit yang besarnya hingga Rp7 triliun.
Eh sekarang, BPJS menghadapi ancaman denda terkait tunggakan tagihan dari rumah sakit yang kian menumpuk itu.
Baca Juga: Main Seluncuran Berujung Tragis: Rahim Seorang Wanita Robek dan Darah Keluar sampai 3 Liter
Dengan tagihan yang gagal bayar mencapai Rp7 triliun, dapat dipastikan BPJS Kesehatan harus menghadapi denda 1% dari setiap keterlambatan klaim.
Besarnya? Rp70 miliar.
"Klaim saat ini membuat kami belum bisa membayar secara tepat waktu," kata Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Maya A. Rusady dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komii I DPR, Selasa (23/7).
"Posisi gagal bayar sampai Juni 2019 sekitar Rp 7 triliun. Kalau dananya ada, tentu akan dibayarkan."
Artinya, potensi denda yang membayangi BPJS sekitar Rp70 miliar sampai Juni lalu.
Kondisi tersebut membuat BPJS Kesehatan semakin terbebani karena defisit tahun lalu belum tertutupi.
Diperkirakan total defisit perseroan akan menembus di angka Rp28 triliun.
Baca Juga: Tak Hanya Satu Keluarga Artis, Mbak You Juga Ramal Artis Inisial G dan A akan Terjerat Kasus Narkoba
Itu akan terjadi jika pemerintah tidak menyuntikkan dana talangan sampai akhir 2019.
Sebelumnya perseroan ini telah beberapa kali perseroan mendapatkan suntikan dana dari pemerintah.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Maaruf mengaku, BPJS Kesehatan mendapatkan dana dari pemerintah sejak tahun 2015 hingga 2018.
Mengantisipasi defisit lebih tinggi, pihaknya berupaya menekan biaya yang ada.
Lalu, apa yang bisa dilakukan BPJS menghadapi beban ini?
"Kami sebenarnya tetap berusaha mengendalikan biaya, misalnya menindaklajuti hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sedang kami kerjakan," terang Iqbal.
"Sehingga bisa memastikan sistem rujukan bisa berjalan."
Langkah lain adalah dengan mendorong supply chain financing (SCF).
Yaitu, sebuah program pembiayaan kepada fasilitas kesehatan (faskes) agar mempercepat penerimaan pembayaran klaim.
Melalui skema tersebut, pembayaran klaim ditanggung dulu oleh bank kemudian dibayarkan BPJS Kesehatan.
Skema ini sendiri telah dilaksanakan sejak tahun lalu.
"Tapi skema ini belum banyak yang memanfaatkan sehingga sosialisasi tentu perlu disampaikan termasuk melalui media," tambahnya.
Upaya lain, dengan mendorong kepatuhan untuk membayar iuran.
Hal ini sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 87/2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial.
Dalam aturan ini ada opsi ke pemerintah apakah menyesuaikan iuran, menyesuaikan manfaat atau memberikan suntikan dana.
(Ferrika Sari)
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "Terbebani defisit Rp 7 triliun, BPJS Kesehatan dihantui denda puluhan miliar