Suar.ID – Rusaknya jalur Trans Papua Barat yang memghubungkan Kabupaten Manokwari Selatan dengan Kabupaten Teluk Bintuni, tepatnya di Kampung Mameh, Distrik Tahota, Kabupaten Manokwari Selatan, menyusahkan masyarakat.
Kondisi jalan berlumpur membuat kendaraan sulit melintas, bahkan ada pula yang terjebak hingga tidak dapat melanjutkan perjalanan.
Hal ini dialami oleh para sopir angkutan umum yang melintasi jalur berjuluk kolam bebek dan kolam pasir tersebut.
Para sopir yang terjebak bahkan terpaksa bermalam di jalur itu.
Baca Juga: 30 Orang Terpanggang, Mantan Pekerja Ungkap Alasan Pabrik Korek Api yang Terbakar Selalu Dikunci
Salah seorang sopir menceritakan dirinya terjebak hingga 3 hari di jalur Trans Papua Barat ini.
Ia bahkan harus berjalan sejauh 3 kilo untuk mendapatkan makanan.
"Kami sudah 3 hari di sini. Makanan sudah tidak ada. Tempat beli makan harus jalan kaki sekitar 3 kilo dengan kondisi jalan berlumpur seperti ini," kata Kama, salah satu sopir, dikutip dari Kompas.com.
Rahman sopir lain, juga mengeluh sangat berat melintasi ruas jalur dalam kondisi jalan berbecek.
Yang lebih memprihatinkan baginya adalah ketika melihat penumpang ibu-ibu dan membawa anak kecil.
Selain sudah memakan korban jiwa lantaran lelah berjalan kaki, Minggu (16/6/2019) malam lalu, ada penumpang yang juga pingsan karena lelah berjalan kaki.
Derita rakyat kesulitan menembus jalur Trans Papua Barat ini rupanya dirasakan langsung oleh Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan.
Dominggus Mandacan terjebak selama 9 jam ketika melintasi jalur itu saat melakukan kunjungan kerja ke Distrik Moskona, Kabupaten Teluk Bintuni, Sabtu (15/6/2019) lalu.
Dikutip dari Kompas.com, hal yang hanya bisa dilakukan Dominggus pada saat itu hanyalah duduk dan tidur di dalam mobil yang ditumpanginya.
Beruntung, mobilnya berhasil ditarik keluar dari jalan berlumpur oleh alat berat.
"Sekitar sembilan jam, kami terjebak di jalur berlumpur di Distrik Tahota, dan baru bisa keluar setelah ditarik oleh alat berat," ungkap Dominggus, melalui rilis yang diterima, Jumat (21/6/2019).
Menurut Dominggus, Jalan Nasional Trans Papua Barat ini sebenarnya sudah masuk dalam penanganan Balai Jalan dan Jembatan Papua Barat dan sudah dilakukan penimbunan dan pengerasan.
"Pekerjaan sudah dilakukan oleh pihak Balai Jalan Nasional. Memang ada beberapa titik pengerjaan yang berat. Apalagi di saat kondisi cuaca hujan," terang Dominggus.
Menurut Dominggus, Balai Jalan dan Jembatan Papua Barat mengerjakan perbaikan jalan tersebut sesuai dana yang dianggarkan tahun 2019.
Pengerjaan jalan juga terkendala lantaran rute jalan ini juga sering dilalui kendaraan perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang ada di sekitar area, yakni di Distrik Tahota.
“Sempat ada pertemuan dihadiri Deputi Infrastruktur Kepresidenan, bersama perusahaan HPH, Balai Jalan dan Jembatan, serta Pemerintah Provinsi Papua Barat," ucap Dominggus.
"Hasil yang disepakati, perusahaan HPH mengurangi kendaraan beratnya lewati jalan dan perhatikan jenis kendaraannya, ketika nanti jalan telah diaspal," sambung Dominggus.
Sebelumnya, Kepala Satker Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah IV Bintuni, Benny mengatakan kondisi lapangan yang terus diguyur hujan, menyebabkan pekerjaan baru dapat dilakukan sebagian.
"Kerusakannya hanya tersisa 3 kilometer, yang 2 kilometer sudah dikerjakan," ujarnya.
"Solusinya tinggal tunggu cuaca saja. Kalau cuaca panas atau mendukung baru bisa kerja, kalau tidak yah tetap begini terus," ungkapnya, Sabtu (8/6/2019) lalu.
Kapan pun dikerjakan dan dikeruk, tetap begini terus. Saya mau coba tambah alat lagi, setidaknya saat hujan, bisa mengurangi kerusakan," terangnya.
Masyarakat pun diimbau berhati-hati saat melintasi jalur ini dan bersabar karena kondisi jalan yang masih rusak.
Baca Juga: Resepsi Berubah Duka, Mempelai Wanita Asal Lampung Meninggal di Hari Pernikahannya
Baca Juga: Lagi Asyik OSPEK di Kampus, 110 Mahasiswa Malah Keracunan Ayam Kecap