Kekurangan Murid karena Angka Kelahiran Rendah, Sekolah di Korea Ajak Nenek yang Buta Huruf untuk Mendaftar Sekolah

Minggu, 28 April 2019 | 14:44
nytimes.com

Nenek di korea ikut sekolah dengan cucunya.

Suar.ID - Ketika angka kelahiran menurun di Korea Selatan, sekolah-sekolah pedesaan mulai kosong.

Untuk mengisi ruang kelasnya, satu sekolah di Korea Selatan membuka pintunya bagi wanita lansia yang selama puluhan tahun bermimpi untuk bisa belajar membaca.

Setiap pagi dalam perjalanannya ke sekolah, Hwang Wol-geum, seorang siswa kelas satu, naik bus kuning dengan teman-temannya., laporan The New York Times (27/04/2019).

Hwang yang berusia 70 tahun mempunyai teman sekolah yang salah satunya ternyata adalah cucunya.

Baca Juga : Tidak Mau Ujian, Dua Bocah 14 Tahun Nekat Retas Sistem Sekolah

Dia buta huruf sepanjang hidupnya, dia ingat ketika bersembunyi di balik pohon dan menangis ketika dia melihat teman-temannyabisa ke sekolah enam dekade lalu.

Sementara anak-anak desa lainnya belajar membaca dan menulis, ia tinggal di rumah,memberi makan babi, mengumpulkan kayu bakar dan merawat adik-adiknya.

Ketika dewasa diamembesarkan enam anaknya sendiri, mengirim mereka semua ke sekolah menengah atau perguruan tinggi.

Namun yang selalu membuatnya sedih adalah bahwa dia tidak bisa melakukan apa yang dilakukan ibu-ibu lain.

Baca Juga : Anak SD Naik KRL Tak Pakai Sepatu, Berangkat Sekolah Jam 3 Pagi dan Tidak Punya Uang Jajan

The New York Times

Hwang masuk sekolah.

"Menulis surat kepada anak-anak saya, itulah yang paling saya impikan," kata Hwang.

Bantuan datang tak terduga tahun ini dari sekolah setempat yang kehabisan anak usia sekolah dan putus asa untuk mengisi ruang kelasnya dengan siswa.

Angka kelahiran Korea Selatan merosot dalam beberapa dekade terakhir.

Daerah yang paling terkena dampak ini adalah daerah pedesaan, di mana bayi menjadi pemandangan yang semakin langka ketika pasangan muda bermigrasi secara massal ke kota-kota besar untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik.

Seperti sekolah pedesaan lainnya, Daegu Elementary, di distrik Hwang, telah melihat murid-muridnya berkurang.

Ketika putra bungsu Hwang, Chae Kyong-deok (42), hadir di tahun 1980-an, ia memiliki 90 siswa di setiap kelas.

Sekarang, sekolah hanya memiliki 22 siswa secara total, termasuk satu siswa masing-masing di kelas empat dan lima.

Tahun ini, musibah terburuk terjadi di seluruh distrik.

Baca Juga : Semakin Terungkap, Pelaku Bom Bunuh Diri Sri Lanka Ternyata Pernah Sekolah di Inggris

The New York Times

Sekolah Korea terutama pedesaaan kekurangan murid karena angka kelahiran yang rendah.

"Kami berkeliling desa mencari satu anak saja yang berharga untuk mendaftar sebagai siswa kelas satu," kata kepala sekolah, Lee Ju-young.

"Namun tidak ada."

Jadi Lee dan penduduk setempat, yang putus asa untuk menyelamatkan sekolah yang berusia 96 tahun itu, memunculkan sebuah ide: Bagaimana dengan mendaftarkan penduduk desa yang lebih tua yang ingin belajar untuk membaca dan menulis?

Hwang dan tujuh wanita lainnya, berusia 56 hingga 80 tahun, melangkah maju, dengan setidaknya empat lainnya meminta untuk didaftarkan tahun depan.

"Siapa yang akan memulai sebuah keluarga di sini jika tidak ada sekolah?” tanya Noh Soon-ah, 40, yang suaminya - salah satu putra Hwang - berhenti dari pekerjaannya di sebuah pabrik onderdil mobil di sebuah kota besar dan menempatkan kembali keluarganya lima tahun lalu untuk mengambil alih bisnis pertanian orangtuanya.

"Anak-anak adalah yang membawa tawa dan vitalitas ke kota."

Kantor pendidikan setempat menyambut gagasan itu, dan Hwang mulai menghadiri kelas bulan lalu.

Seperti banyak siswa kelas satu di hari pertama mereka, Hwang menangis.

Tapi ini adalah air mata sukacita.

Baca Juga : Seorang Siswi Dibakar Hidup-hidup di Sekolah setelah Melaporkan Dugaan Pelecehan Seksual oleh Kepsek

"Saya tidak percaya ini benar-benar terjadi padaku," katanya.

"Membawa tas sekolah selalu menjadi mimpiku." (Adrie P. Saputra/Suar.ID)

Tag

Editor : Adrie P. Saputra

Sumber nytimes.com