Suar.ID – Thailand dianggap sebagai negara di Asia yang paling toleran terhadap kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan interseks), tapi tidak sepenuhnya seperti itu.
Sementara Bangkok sering masuk daftar tujuan wisata ramah gay, aktivis di negara itu mengatakan komunitas gay justru menderita di sana.
Bukan hanya soal pengakuan di mata hukum tetapi juga masyarakat yang mendeskriminasi mereka.
Hal ini diungkapkan oleh Kath Khangpiboon, seperti dikutip dari Scmp.com September 2018 lalu.
Baca Juga : Kehidupan Kota Pompeii Ternyata Tak Binasa Seluruhnya Oleh Letusan Vesuvius, Lantas Kemana Sisa Warganya?
Baca Juga : Viral Video Puluhan Driver Ojek Online Ramai-ramai Kena Tipu Pelanggan Fiktif
“Di luar negeri Anda mungkin berpikir bahwa di Thailand ada ruang yang sangat terbuka untuk mengekspresikan identitas gender Anda jika Anda LGBT.
Tetapi kenyataannya, sangat sulit untuk mengungkapkan identitas kami karena kami tidak memiliki dukungan hukum."
Kath sendiri pada tahun 2015 kehilangan pekerjaannya sebagai dosen di Thammasat University setelah isu seputar identitas gendernya dibesarkan oleh komite universitas.
Hukum Thailand tidak banyak melindungi komunitas LGBTI dari diskriminasi.
Perkawinan sesama jenis tidak diakui di sana, dan transgender tidak dapat mengubah jenis kelamin mereka pada KTP dan dokumen resmi lainnya.
Ini juga termasuk dalam pekerjaan, menjadi pengacara, dokter atau pekerja sosial adalah sulit sementara mereka terbatas pada pekerjaan di industri hiburan, kata Kath.
"Banyak organisasi atau perusahaan tidak menerima transgender ... karena mereka bias dan mereka tidak melihat kemampuan yang dimiliki orang transgender," katanya.
Sebuah laporan Bank Dunia yang dirilis pada Maret 2018 lalu, juga menemukan diskriminasi LGBTI di Thailand tidak hanya dalam hal pekerjaan melainkan juga dalam mengakses pendidikan, kesehatan, membeli/menyewa properti, serta perlindungan hukum.
Bahkan jika seseorang telah melakukan operasi pergantian jenis kelamin, identitas serta dokumen-dokumen resmi lainnya tetap mencantum jenis kelamin saat dilahirkan.
Baca Juga : Perjuangan Rina Muharrami Selesaikan Skripsi, Sidang dalam Kondisi Sakit, Saat Wisuda Digantikan Sang Ayah
Baca Juga : Bosan Dibully, Gadis Ini Habiskan 730 Juta Agar Secantik Artis Favoritnya
Keluarga di Thailand juga tidak menerima gaya hidup putra dan putri mereka.
Menurut Kath, masalah budaya di Thailand adalah faktornya, negara itu bukan negara multikultural. "Kami tidak memiliki orang-orang dari kelompok etnis lain. Inilah sebabnya mengapa orang kurang memahami keberagaman.
Meski begitu, menjadi 'salah jalur' bukanlah masalah besar di Thailand.
Ini karena kepercayaan yang dianut oleh mayoritas masyarakatnya.
Keyakinan mereka entah bagaimana berkontribusi pada beberapa penjelasan mengapa kaum LGBT terutama transgender ada.
Orang Thailand percaya roh tidak hanya bereinkarnasi, tapi mereka harus melalui surga atau neraka terlebih dahulu, tergantung pada kehidupan apa yang mereka jalani sebelumnya.
Hukuman yang sangat berat menanti mereka yang melakukan pembunuhan atau kejahatan mengerikan lainnya.
Sedangkan bagi mereka yang melakukan dosa kecil seperti prostitusi atau meninggalkan istri yang sedang hamil, akan dihukum dengan terlahir sebagai anak laki-laki yang nantinya akan menjadi anak perempuan.
Orang Thailand percaya bahwa ladyboy adalah orang berdosa, yang ingin menebus dosa-dosa mereka. Sehingga mereka perlu melakukan hal-hal baik di kehidupan keduanya.
Baca Juga : Transformasi Wajah Syahrini yang Tak Terduga, Sejak Masih Unyu-unyu Hingga Cantik Bak Princes
Baca Juga : Viral Video Puluhan Driver Ojek Online Ramai-ramai Kena Tipu Pelanggan Fiktif