Suar.ID -Sebagai bagian dari keluarga kopi, daun ajaib ini telah digunakan selama berabad-abad di Asia Tenggara dan Papua Nugini.
Entah untuk penghilang rasa sakit, entah untuk obat stimulus.
Dan sekarang, daun bernama kratom itu telah dijual dalam bentuk bubuk dan diekspor ke seluruh dunia.
Meski begitu, beberapa regulator kesehatan merasa khawatir. Lebih-lebih soal keamanannya dan dampaknya.
Baca Juga : Siswa SMP yang Pegang Kerah dan Tantang Gurunya Minta Maaf Sambil Nangis
Kratom, menurut laporan AFP baru-baru ini, bisa menstimulasi reseptor otak laiknya morfin, meskipun ia menghasilkan efek yang lebih ringan.
“Saya meminum kratom dan tidak ada masalah,” ujar Faisal Perdana, salah satu petani kratom, kepada AFP.
Setiap jenisnya punya manfaat. Ada yang untuk membantu rileks, ada yang untuk insomnia, bisa juga mengobati kecanduan narkoba.
“Beberapa juga bisa meningkatkan stamina,” tambahnya.
Petani kratom lainnnya, Gusti Prabu, mengamini pernyataan Faisal.
“Nenek moyang kami menggunakan kratom dan tidak ada efek samping negatif,” ujarnya.
“Ini bisa membantu menghilangkan kecanduan narkoba dan membantu orang melakukan detoksifikasi.”
Seperti disebut di awal, popularitasnya bukannya tak menimbulkan masalah.
Beberapa kalangan mengaku khawatir dengan maraknya penggunaan kratom.
Bagaimanapun juga, obat ini tidak punya regulasi dan hanya punya sedikit uji klinis untuk tahu apakah ia aman atau tidak.
Baca Juga : Sikap Ahmad Dhani Mulai AlamI Perubahan Setelah Dipenjara, Jadi Lebih Bijaksana dan Dewasa dalam Berbicara
Kratom sejatinya sudah dilarang untuk dikonsumsi secara domestic di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Namun, Indonesia masih mengizinkan untuk mengekspornya dalam bentuk yang belum diproses.
Otoritas kesehatan di Amerika Serikat, yang merupakan importir utama obat-obatan, telah mengaitkan konsumsi atasnya dan turunannya dengan puluhan kematian.
Lembaga itu juga mengeluarkan peringatana, kratom bisa memperburuk epidemi opioid mematikan yang mencengkram beberapa wilayah di negaranya.
Menurut FDA, senyawa yang ditemukan pad kratom adalah opioid, yang mengekspos pengguna terhadap risiko kecanduan dan kematian yang sama dengan opiat ilegal.
Tetapi bagi para petani di Kapuas Hulu, Kalimatan Barat—yang menjadi pusat produksi—permintaan terhadap kratom begitu banyak.
Masih menurut laporan AFP, itu juga yang membuat mereka banting setir dari petani karet dan kelapa sawit jadi petani kratom.
Mereka kembali menumbuhkan tanaman khas itu dan mengubahnya menjadi tanaman komersial.
Di sebuah kantor pos utama di Pontianak, yang menjadi pos perdagangan utama untuk wilayah Kalimantan, jelas peringatan kesehatan itu tak berdampak apa pun.
“Sekitar 90 persen pengiriman kami dari Kalimantan Barat adalah kratom yang dikirim ke Amerika Serikat,” ujar kepala kantor pos Zaenal Hamid.
Menurut American Kratom Association, sebanyak lima juta orang Amerika Serikat menggunakan obat itu dan jumlah itu terus bertambah.
Data tahun 2016 menunjukkan, bahwa Kalimantan Barat mengirim sekitar 400 ton ke luar negeri setiap bulan.
Nilainya sekitar 130 juta dolar AS (sekitar Rp1,8 triliun) per tahun denga harga global saat ini berkisar 30 dolar AS per kilogram.
Sebagian besar pelanggan kratom dijangkau melalui platform online sepergi Facebook, Instagram, dan Alibaba.
Lakunya kratom juga dikaitkan dengan meningkatnya tren pengobatan alternatif di Amerika dan Eropa—biasanya dikonsumsi dalam bentuk teh atau kapsul.
Epidemik opioid
Menurut laporan FPA, Amerika Serikat saat ini sedang berjuang melawan epidemik opioid.
Hal ini didorong oleh mewabahnya kecanduan terhadap obat penghilang rasa sakit yang diresep dokter serta obat-obatan terlarang seperti heroin dan fentanyl.
Di 43 negara bagian AS, kratom dianggap ilegal. Tapi FDA ingin lebih banyak lagi.
Pihaknya telah memberlakukan peringatan impor, yang berarti pengiriman kratom ke Amerika akan disita.
Baca Juga : Jomlo di Hari Valentine Jangan Khawatir, Ini 10 Hal yang Bisa Anda Lakukan di Hari Kasih Sayang
Dalam sebuah pernyataan, organisasi itu memperingatkan konsumen untuk tidak menggunakan obat itu.
“Kami khawatir, kratom tampaknya memiliki fasilitas yang membuat pengguna berisiko terhadap kecanduan, penyalahgunaan, dan ketergantungan,” ujar organisasi itu.
Para ilmuwan mengatakan, terlepas kratom mungkin memiliki atribut positif, nyatanya masih sangat sedikit penelitian tentangnya.