Suar.ID -Tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari HIV/AIDS sedunia. Ini penting diperingati sekaligus untuk sosialisasi penyakit yang hingga saat ini belum bisa disembuhkan ini.
Bicara tentang HIV/AIDS, selama ini publik hanya menyoroti orang-orang dewasa saja dan langsung memberi stigma buruk pada para penderita HIV/AIDS karena dianggap dekat dengan kasus-kasus kriminalitas atau kasus asusila.
Padahal selain orang-orang dewasa itu, ada juga anak-anak kecil yang menderita HIV/AIDS karena keturunan dari orangtuanya dan ikut mendapat stigma buruk itu sehingga akhirnya mereka dikucilkan bahkan ditolak oleh keluarganya sendiri.
Hal itulah yang mendasari Yunus Prasetyo, ketua Yayasan Lentera Surakarta untuk mendirikan Yayasan Lentera Surakata.
Baca Juga : Gaun Bersejarah Milik Putri Diana akan Dilelang, Diperkirakan Harganya Lebih dari Rp 1 Miliar
Bermula dari kepeduliannya terhadap anak-anak positif HIV/AIDS yang ditelantarkan keluarganya, Yunus dan rekannya, Puger Mulyono, memutuskan mengasuh mereka.
Puger dan Yunus mendirikan sebuah panti asuhan yang khusus merawat anak-anak dengan HIV/AIDS bernama Yayasan Lentera Surakarta. Jumat (21/9/2018) sore itu,Intisari Onlinemengunjungi panti asuhan tersebut.
Yayasan Lentera terletak di sebuah lahan milik Pemkot Surakarta di komplek Taman Makam Pahlawan Kusuma Bhakti.
Baca Juga : Ibu Pencari Kepiting Hanya Tertawa, Baru Tahu yang Mengajaknya Ngobrol Ternyata Menteri Susi Pudjiastuti
Ada 24 anak yang saat ini tinggal di rumah Lentera. Di antara 24 anak itu, yang paling dewasa baru berusia 13 tahun dan yang paling kecil masihbayi berusia 3 bulan.
Anak-anak sedang bermain bersama sementara para bayi sedang digendong oleh pengasuh yang memang bertugas untuk menjaga mereka.
Tujuh orang pengasuh dipekerjakan untuk merawat dan memenuhi kebutuhan anak-anak ini.
Maklum saja, anak dengan HIV/AIDS butuh perawatan lebih sebab mereka lebih rentan terserang sakit. Mereka juga perlu minum obat yang cukup banyak setiap harinya.
Meski mereka tahu bahwa mereka sakit, tak satu pun anak-anak itu terlihat sedih atau murung.
"Dulu awalnya saat mereka baru datang ya sedih, depresi. Beberapa anak juga mengurung diri dan menolak berbicara. Trauma," kata Yunus.
"Merawat anak-anak ini gampang-gampang susah. Namanya masih kecil, mereka sering rewel dan bosan, tidak mau minum obat. Padahal dengan obat-obatan itu mereka bisa bertahan hidup," lanjutnya.
Yunus dan Puger sendiri tidak menderita HIV/AIDS. Keduanya sehat dan punya keluarga (istri, anak).
Namun kedua pria paruh baya ini menghabiskan hari-harinya melindungi anak-anak ini.
Yunus sehari-hari bekerja di sebuah Lembaga Penyuluhan HIV/AIDS di Surakarta, sementara Puger bekerja sebagai tukang parkir di sepanjang jalan Slamet Riyadi.
Dengan latar belakang keduanya yang seperti itu, kenapa Yunus dan Puger rela mengorbankan banyak hal demi Yayasan Lentera?
Menurut Yunus, itu semua karena panggilan hatinya. Ia juga bercerita tentang anak pertama yang dia selamatkan dan dia rawat sampai memutuskan mendirikan Lentera.
Baca Juga : Jurnal Turis AS yang Tewas Di Sentinel Ungkap Kehidupan Suku Terasing Itu: Pemimpin Suku Pakai Mahkota Bunga
"Saat itu akhir tahun 2012. Saya mendapat laporan tentang seorang anak yang ibunya menderita HIV/AIDS dan meninggal, lalu anak ini dibiarkan terlantar oleh neneknya, oleh keluarga besarnya. Mereka malu mungkin punya keluarga yang sakit HIV,"
"Saat saya ke sana, anak ini sudah mengalami gizi buruk. Motoriknya sudah tidak berjalan, perutnya membesar tapi badannya kurus kering. Lihat yang seperti itu, saya dan Puger langsung membawa dia. Tidak tega lihatnya," kata Yunus.
Yunus dan Puger tidak punya pikiran lain. Tekad mereka hanya satu: anak ini bisa diselamatkan.
Mereka kemudian ingin menitipkannya ke panti asuhan, tapi ditolak dengan alasan yang sama: anak ini menderita HIV/AIDS, berbahaya.
Putus asa, Yunus kemudian mempekerjakan seorang pengasuh dan menyewa sebuah kamar kos untuk tempat tinggal anak ini bersama pengasuhnya.
Dengan keterbatasan dana, Yunus mencoba mengobati anak ini hingga kondisinya pulih seperti semula.
"Saya beri dia terapi, minum obat-obatan sampai berangsur sembuh," lanjutnya.
Setelah satu anak ini berhasil ia selamatkan dan bisa tumbuh dengan baik, datang lagi laporan dari Semarang tentang anak yang orangtuanya sudah meninggal dan juga ditelantarkan keluarganya.
Lambat laun, di tahun 2013, Puger dan Yunus memutuskan untuk memulai sebuah rumah singgah khusus anak-anak dengan HIV/AIDS.
Baca Juga : Ini 5 Zodiak Paling Hoki dan Punya Keuangan Paling Baik di Bulan Desember 2018, Adakah Zodiakmu?
"Modal nekat. Wong saya dan Puger itu sama-sama bukan orang kaya, pekerjaan kami ya hanya cukup untuk kami saja. Tapi kami ingin agar anak-anak ini bisa hidup normal, dapat hak mereka sebagai anak-anak. Bukannya dapat hak hidup saja harus dirampas lantaran keluarga tidak mau menerima mereka,"
Perjuangan Yayasan Lentera untuk bisa diterima masyarakat juga tidak mudah.
Awalnya, Lentera menempati rumah kontrakan di wilayah Bumi, Laweyan pada tahun 2013. Namun masyarakat setempat tidak menerima mereka.
Mereka takut anak-anak di Lentera akan menularkan virus HIV/AIDS pada anak-anak mereka di rumah.
Meski sudah berulang kali dijelaskan, tetap saja Lentera ditolak. Mereka bahkan melakukan demonstrasi dan membawa barang-barang Lentera ke luar rumah.
Yunus dan Puger lalu membawa anak-anak pindah ke rumah Puger di daerah Kedunglumbu. Lagi, mereka tak disukai. Masyarakat mengusir anak-anak ini.
Hingga mereka akhirnya mengontrak sebuah rumah kecil di daerah Purwosari meski berakhir dengan drama pengusiran dari warga setempat.
"Stigma yang melekat di masyarakat sangat kuat. Bahwa anak dengan HIV/AIDS itu menular, bisa menyebarkan virus. Padahal dengan tinggal di lingkungan yang sama atau berinteraksi normal saja tidak akan tertular. Itu yang bikin saya sedih, kasihan anak-anak ini," kata Yunus.
Beruntung bagi Lentera, Dinas Sosial Surakarta mau meminjamkan lahan kosong di TMP Kusuma Bhakti.
Program CSR dari Lotte Mart juga turut membantu Yayasan Lentera membangun rumah singgah sederhana di lokasi ini.
"Sekarang sudah lumayan nyaman. Banyak orang yang bilang kalau kami di sini ini dibuang oleh pemerintah Solo. Padahal menurut saya tidak. Saya yakin anak-anak nyaman di sini. Banyak pepohonan, mereka bisa main-main karena halamannya luas,"
"Kami juga bertetangga dengan orang-orang hebat, para pahlawan. Terus tetangga kami yang sekarang kan juga tidak protes berada dekat dengan ADHA," tutur Yunus sembari tertawa.
Bagi Yunus, kehidupan anak-anak dengan HIV/AIDS di Lentera ini sangat berarti.
Yunus ingin mereka bahagia, bisa merasakan kehidupan laiknya anak-anak normal yang punya keluarga lengkap.
"Di sini anak-anak memanggil saya 'ayah', Puger dipanggil 'Pak e'. Setiap saya datang, mereka heboh cerita, laporan ini itu. Ya nggak apa-apa, saya senang. Mereka punya bapak dua, punya ibu, punya kakak adik juga,"
Saat ini, sudah cukup banyak masyarakat yang mengenal Yayasan Lentera dan datang berkunjung.
Warga Solo banyak yang datang untuk bermain bersama anak-anak atau memberi bantuan, bagi Yunus dan Puger, ini adalah kemajuan yang sangat besar dibandingkan saat awal mereka berdiri dulu.
Yunus dan Puger berharap agar masyarakat lebih peduli dan bisa menerima kehadiran anak-anak ini.
Jangan ada lagi yang menolak bahkan mengusir mereka. Jangan jauhi orangnya, cukup jauhi saja virusnya.
Yunus dan Puger akan terus berusaha menghidupkan nyala api di Lentera ini, semampu mereka, selama yang mereka bisa.
Baca Juga : 5 Fakta Maruli Simanjuntak Menantu Luhut Panjaitan yang Jadi Komandan Paspampres: Dapat Jodoh dari Judo