Pada masa penjajahan Jepang, Eka bekerja sama dengan CIAD (Corp Intendands Angkatan Darat/TNI) dengan menjual kopra pada mereka.
Namun Jepang mengeluarkan kebijakan monopoli kopra dan bisnis Eka terhenti. Eka kembali bangkrut.
Punya prinsip tak mau menyerah, Eka kembali menjajal bisnis baru. Ia beralih ke usaha bahan-bahan keperluan makanan, bangunan, dan kebutuhan harian.
Baca Juga : Surat Albert Einstein Ungkap Ketakutannya terhadap Nazi Muncul Jauh Sebelum Partai Itu Berkuasa di Jerman
Tahun 1950 lagi-lagi usahanya terhenti karena dirampas saat peristiwa Permesta.
Saat usianya 37 tahun, Eka Tjipta pindah ke Surabaya dan mencoba bisnis kebun kopi dan kebun karet di daerah Jember.
Eka mendirikan CV. Sinar Mas dan mulai bisnis membuat bubur kertas dari sisa-sisa pengolahan karet.
Seiring perkembangan bisnisnya, Eka mendirikan PT. Tjiwi Kimia pada 1976 yang bergerak di bidang bahan kimia dan tahun 1980, Eka bisa membeli 10 ribu hektar kebun kelapa sawit di Riau.
Tahun 1982, Eka membeli Bank International Indonesia (BII) yang dan memulai bisnis propertinya dengan nama Sinar Mas Group.
Hingga kini Eka mungkin telah mengalami puluhan kali jatuh dan bangkit lagi. Tapi hasilnya, saat ini Eka ada di posisi dua sebagai orang terkaya di Indonesia.
Sinar Mas Group saat ini punya deretan bisnis properti yang ada di berbagai penjuru Indonesia, bisnis kekuangan (finance) hingga pelebaran sayap bisnis ke sektor usaha lain seperti pengolahan kelapa sawit, usaha bidang komunikasi Smart dan beragam jenis usaha lainnya.
Eka punya prinsip hidup jujur, bertanggung jawab, baik pada keluarga, pekerjaan dan lingkungan. Eka juga tak suka berfoya-foya dan selalu berusaha hidup hemat.