Peri, yang aslinya dari Yunani, pindah ke London pada 1989 dan bekerja sebagai sopir pengiriman selama 11 tahun sebelum akhirnya jatuh pada masa-masa sulit.
Setelah putus hubungan dengan kekasihnya, dia mulai tinggal di mobilnya.
Tapi mobil itu kemudian disita lima tahun yang lalu. Peri pun terpaksa hidup di jalanan.
Karena sifatnya, Peri menjadi terkenal di London barat dan disukai oleh siapa pun yang ditemuinya.
Saking banyaknya yang kenal, staf di Cockfosters mengisikan kartu Oyster-nya sehingga ia bisa melakukan perjalanan ke bandara Heathrow dan menghabiskan sebagian besar malamdi Terminal 5 bandara itu.
Staf di bandara, yang akhirnya dekat dengannya selama bertahun-tahun, selalu memberinya makanan sehingga dia tidakpernah kelaparan.
Baca Juga : Misionaris Itu Tulis ‘Tuhan, Aku Tidak Ingin Mati’ Sebelum Dibunuh Suku Santinel di Andaman
Beberapa awak maskapai British Airways, bersama seorang menteri di Wembley yang melindunginya, memulai crowdfuding untuk membelikan tiket penerbangan pulang ke Yunani yang tidak pernah dia lihat selama bertahun-tahun.
Lebih dari 6.000 poundsterling (sekitar Rp111 juta) terkumpul untuk Peri sehingga dia bisa melakukan perjalanan pulang kampung.
Teman Peri, Jenny Perry, seorang pramugrai British Airways, hadir di persidangan dan menjadi salah satu tokoh di balik penggalangan dana itu.
Hatinya begitu hancur saat mendengar kematian Peri, dan semakin sakit saat melihat begitu banyak CCTV yang menayangkan kematiannya.