Sitty berujar jumlahnya memang belum bisa diprediksikan, karena berkaitan erat dengan jumlah anak serta kreativitas "meramu" bahan-bahan yang mudah didapat dipasaran.
Minum air rebusan pembalut juga di dapat dari coba-coba, selain fenomena lain seperti ngelem, dan lainnya.
Baca Juga : Cuma Dibekali Rp100 Ribu, Anak Miliarder Ini Disuruh Ayahnya Jadi Orang Miskin
Ditengarai anak-anak itu mempelajari leeat internet. Sehingga mereka bisa membuat beberapa varian baru, dari racikan coba-coba.
Menurut Sitty, tingkat resiko atau bahaya menjadi meningkat karena mereka hanya konsen pada satu zat tertentu dalam sebuah bahan, namun zat lainnya cenderung diabaikan sehingga reaksi sampingan yang terjadi bisa berakibat fatal.
Hasil penelusuran KPAI mendapatkan bahwa awalnya dorongan ekonomilah yang membuat mereka melakukan percobaan ini.
"Karena tidak mampu membeli karena tidak punya biaya, sementara sudah kecanduan, maka mereka berupaya mencari tahu dengan bantuan informasi Internet tadi, meracik sendiri ramuan-ramuan yang diharapkan akan memberikan hasil seperti kebutuhan mereka," katanya.
Sitty menerangkan KPAI terus berkoordinasi dengan banyak pihak agar fenomena ini bisa ditangani.
Seperti disebut di awal, kasus mabuk rebusan pembalut bukan kasus baru.
Sebelumnya kasus serupa pernah ditemukan di Grobogan, Kudus, Pati, Rembang, dan Kota Semarang.
Yang menjadi pertanyaan kemudian, apa sebenarnya kandungan pembalut sehingga digunakan jadi “pengganti” narkoba?
Seperti yang telah banyak diberitakan, pembalut wanita mengandung klorin dan bubuk dosium polyacrylate.