Arkeolog dan penulis buku "Catuspatha: Arkeologi Majapahit", Agus Aris Munandar, mengungkapkan, keyakinan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha didasarkan pada sumber-sumber arkeologi yang sebenarnya punya peringkat tersendiri.
"Sumber peringkat pertama atau yang paling bisa dipercaya adalah prasasti yang sezaman, lalu prasasti yang terkait dengan prasasti sezaman itu," katanya.
Sumber pada peringkat berikutnya adalah data arkeologis berupa monumen, fitur, dan artefak bergerak.
Karya sastra yang sezaman dan yang lebih muda berada pada peringkat yang lebih rendah.
Hal lain yang bisa jadi sumber arkeologi adalah berita asing, legenda, mitos, dongeng, dan pendapat para ahli.
"Kalau ada artefak koin dengan tulisan Arab, itu tidak bisa langsung menghapus kekuatan sumber prasasti lalu dijadikan dasar mengatakan Majapahit kerajaan Islam," ungkapnya.
Lebih lanjut, Agus menerangkan, identitas agama Gajah Mada dan Majapahit bisa dilihat dari prasasti hingga sistem pemerintahan.
Gelar raja, misalnya, sudah bisa menjadi bukti bahwa Majapahit merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha.
"Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Djayawarddhana Anantawikramotunggadewa."