Suar.ID - Suasana di Kantor BPJS Kesehatan kisruh, diketahui pegawai BPJS Kesehatan beri informasi minim terkait syarat turun kelas BPJS Kesehatan ke peserta.
Peliputan Wartakotalive.com di lokasi, warga marah-marah di Kantor BPJS Kesehatan Depok, Jumat (27/12/2019).
Hal yang membuat peserta BPJS Kesehatan marah-marah, karena pihak BPJS Kesehatan beri informasi minim ke para peserta.
Setelah jam istirahat makan siang pegawai, tiba-tiba ada pengumuman bila pengurusan peserta yang ingin turun kelas harus kembali menghadap bagian area ruang utama.
"Kalau di sini cuma bisa buat yang pakai aplikasi aja, kalau enggak, daftarnya di depan," kata seorang petugas wanita di Kantor BPJS Kesehatan Kota Depok, Jalan Margonda Raya, Pancoran Mas, Depok, Jumat (27/12/2019).
Sontak hal ini membuat para peserta yang menunggu sejak pagi marah dan meresponnya dengan berteriak.
Salah seorang diantaranya adalah Anto (26) yang mengaku sudah tiga jam mengantre namun tak juga dilayani dengan baik.
"Gimana sih, tadi di depan katanya suruh ke sini, sekarang sudah di sini disuruh ke depan lagi, buang-buang waktu nih," treak Anto.
Mia (35), warga Grogol, Depok mengaku, BPJS Kesehatan di kotanya memang minim informasi sehingga terpaksa bagi para peserta untuk antre lebih dulu hanya untuk sekedar mencari informasi.
"Jadi kita sudah antre lama, terus pas ngadep cuma di bilang oh ini oh itu, sudah gitu doang, buang-buang waktu," katanya.
Mia mengatakan, seharusnya BPJS Kesehatan dapat menempatkan petugas yang dapat ditanya-tanya mengenai pelayanan.
Sehingga para warga yang telah datang tak perlu ikut ambil nomor antrean dan menunggu lama hanya demi mendapatkan secuil informasi.
Sebab, kata Mia, tidak semua orang tahu mengenai informasi apapun tentang BPJS Kesehatan.
"Apalagi dulu waktu kantornya masih ada dua di Saladin Mansion sama di Margonda ini, wah itu lebih repot lagi, saya datang ke sini tahu-tahunya cuma bisa di sana (Saladin Mansion) atau sebaliknya," ujarnya.
Sementara itu, saat suasana agak sedikit ricuh, semua peserta yang telah mengantre ramai-ramai menyambangi meja pendaftaran.
Bahkan terlihat tak tertib karena saling beradu suara untuk bertanya mengenai persyaratan turun kelas.
Gara-gara iuran BPJS Kesehatan naik, berdampak terhadap seorang guru TK honorer di Depok bernama Ati (48).
Pengakuan Ati, profesinya sebagai guru TK honorer tak sanggup bayar iuran BPJS Kesehatan, ketika mengetahui iuran BPJS Kesehatan naik.
Maka itu, Ati sang guru TK honorer pilih turun kelas BPJS Kesehatan, karena diyakininya tak lagi dapat membayar iuran BPJS Kesehatan.
Berikut, pengakuan Ati, guru TK honorer Depok tak sanggup bayar BPJS Kesehatan, dampak dari iuran BPJS naik.
Saat ini, warga Depok berbondong-bondong datangi Kantor BPJS Kesehatan untuk melakukan perubahan kelas kepesertaan atau turun kelas.
Hal ini sudah jelas dilandasi dari terbitnya Peraturan Presiden Nomo 75 Tahun 2019 tentang penyesuaian iuran Program Jaminan Kesehatan.
Ati misalnya, warga Pancoran Mas, Depok ini mengaku terpaksa turun kelas.
Ia mengaku karena tak sanggup bila harus membayar iuran BPJS Kesehatan Kelas I yang naik dari awal Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.
"Saya kan bertiga sama anak dua, kalau tiga-tiganya harus bayar sebanyak itu ya keberatan lah," katanya kepada Warta Kota di Kantor BPJS Kesehatan, Jalan Margonda Raya, Pancoran Mas, Depok, Jumat (17/12/2019).
Sebagai guru TK honorer, Ati mengaku gajinya tak cukup bila harus bayar dua kali lipat iuran BPJS Kesehatan.
"Kan yang harus saya bayar juga banyak, bukan BPJS aja, jadi mending turun kelas. Awalnya Kelas I, sekarang mau turun ke Kelas III," paparnya yang ditemani sang anak saat mengubah kategori kepesertaannya.
Sejak pukul 09.00, Ati mengatakan dirinya mengantre dan hingga pukul 13.00 belum juga dapat dilayani lantaran membludaknya antrean.
"Saya antrean nomor 138, sekarang baru 122. Ya mau bagaimana lagi, dijalani aja, kalau capek ya capek tapi ya sudah," tuturnya.
Sama halnya dengan Ati, Anzulius (49) juga mengaku dirinya terpaksa turun kelas dari Kelas II ke Kelas III karena esarnya biaya kenaikan iuran.
Baca Juga: Mitos Sekitar Patung Buddha di Candi Borobudur, Percayakah Anda?
Sebagai pengemudi ojek online, Anzulius mengaku dirinya tak sanggup bila harus membayar biaya dua kali lipat dari yang biasa dibayarkannya.
"Lumayan juga kan naiknya, dikalikan tiga saja sudah berapa, sementara saya juga kan harus bayar listrik, sekolah anak, dan keperluan lainnya," ujar Anzulius kepada Warta Kota ditempat yang sama.
Atas peraturan tersebut, iuran BPJS Kesehatan Kelas II naik dua kali lipat dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000.
Kenaikan ini diakui Anzulius merupakan kenaikan kedua kalinya yang dirasakan ayah satu orang anak ini sejak pertama kali mendaftarkan kepesertaan secara mandiri.
"Awalnya itu dari Rp 42.000, terus naik jadi Rp 51.000, lah sekarang naii lagi enggak tanggung-tanggung sampai 100 persen, ya berat lah," katanya.
Anzulius mengaku adanya progran BPJS Kesehatan ini cukup bermanfaat baginya dan keluarga.
Sebab, sang anak yang memiliki kelainan di area tenggorokannya dapat tertangani dengan BPJS Kesehatan meski ada beberapa obat yang tak bisa di cover BPJS Kesehatan.
"Anak saya itu sakit endoktrin (gangguan kelenjar), jadi memang sering bolak balik rumah sakit," tuturnya.
Untuk obat yang tak di cover BPJS Kesehatan, Anzulius mengaku dirinya harus mengeluarkan kocek sendiri dengan biaya yang tak sedikit.
"Mahal obatnya, satu kali nebus itu Rp 1,2 jutaan. Tapi secara pelayanan sih sudah bagus kalau di rumah sakitnya," katanya. (Vini Rizki Amelia)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kisruh, Warga Teriak-Teriak di Kantor BPJS Kesehatan, Merasa Diping-pong Pegawai dan Minim Informasi