Follow Us

Sosok yang Mutilasi PNS Bandung Ini Nangis-nangis dan Minta Minta Maaf ke Keluarga Korban Setelah Divonis Begini, Ibunya Juga

Moh. Habib Asyhad - Selasa, 10 Desember 2019 | 16:00
Terdakwa mutilasi menangis sejadi-jadinya setelah divonis mati.
Kompas.com

Terdakwa mutilasi menangis sejadi-jadinya setelah divonis mati.

Suar.ID - Vonis mati resmi dijatuhkan kepada Komsatun Wachidah (51) dan Deni Priyanto (37), terduga kasus mutilasi PNS Bandung, Jawa Barat.

Keduanya terlihat menangis di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (10/12/2019) saat membacakan pledoi di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Abdullah Mahrus dan Hakim Anggota Tri Wahyudi dan Randi Jastian Afandi.

Pledoi yang dibacakan ditulis tangan oleh terdakwa pada dua lembar kertas HVS.

Baca Juga: Debt Collector Ditemukan Tewas Termutilasi, Pelaku Nekat Menghabisi Nyawa Korban karena Merasa Dipermalukan Saat Ditagih Utang

"Saya ingin mengungkapkan rasa penyesalan saya dari lubuk hati yang paling dalam atas kekhilafan saya dan dengan penuh ketulusan dari lubuk hati yang paling dalam," kata Deni, sambil menangis.

Setelah diminta untuk menenangkan diri oleh majelis hakim, terdakwa kembali melanjutkan membacakan pledoi.

"Dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya sangat memohon maaf dan sangat mengharapkan semoga seluruh keluarga alamrhumah sekiranya mampu untuk memaafkan saya," lanjut Deni, sambil terus menangis.

Namun, karena terdakwa terus menangis, majelis hakim akhirnya meminta agar pledoi dibacakan oleh kuasa hukumnya.

"Saya sangat memohon dengan kerendahan hati saya mengharapkan kemurahan hati majelis hakim. Semoga saya diberi keringanan hukuman agar suatu saat nanti saya masih bisa berkumpul dengan keluarga saya," kata Waslam Makhsid, kuasa hukum yang melanjutkan membacakan pledoi terdakwa.

Baca Juga: Masih Ingat Prada DP yang Mutilasi Vera Oktaria Pacarnya Sendiri? Ini Vonis yang Dia Terima yang Diterima dengan Sedikit Mengganjal oleh Keluarga Vera

Waslam melanjutkan, terdakwa harus menafkahi istri dan ketiga anaknya yang masih kecil.

Selain itu, terdakwa juga harus merawat ibunya yang sudah renta dan tinggal sendirian.

"Dari lubuk hati yang paling dalam saya memohon maaf kepada keluarga almarhumah dan saya juga mohon maaf kepada ibu saya yang sangat saya hormati dan sayangi. Kepada anak-anak dan istri saya mohon maaf, saya sangat menyesal," ujar Waslam.

Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum terdakwa, Waslam Makhsid, dalam sidang mengatakan, tuntutan hukuman pidana mati dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kurang memenuhi rasa keadilan, karena Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menghapuskan hukuman mati.

Menurut Waslam, terdapat beberapa hal yang meringankan terdakwa, antara lain terdakwa mengakui perbuatannya, tidak berbelit atau menyanggah keterangan saksi dan bukti yang diajukan.

Terdakwa juga telah menyesali perbuatannya.

Baca Juga: Warga Keluhkan Bau Busuk, Polisi Lakukan Penggalian dan Temukan 44 Jasad Termutilasi dalam Sebuah Sumur

Bicara HAM

Sidang kasus mutilasi terhadap Komsatun Wachidah (51) dengan terdakwa Deni Priyanto (37) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (10/12/2019). S

idang dengan agenda pembacaan pledoi dipimpin oleh Hakim Ketua Abdullah Mahrus dan Hakim Anggota Tri Wahyudi dan Randi Jastian Afandi.

Kuasa hukum terdakwa, Waslam Makhsid dalam sidang mengatakan, tuntutan hukuman pidana mati dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kurang memenuhi rasa keadilan, karena Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menghapus hukuman mati.

"Berdasarkan hasil studi, hukuman mati belum mampu menurunkan tindak kejahatan. Hukuman mati juga bertentangan dengan HAM, penerapan hukuman mati seperti diketahui bersama sebagai ajang balas dendam," kata Waslam.

Menurut Waslam, terdapat beberapa hal yang meringankan terdakwa.

Di antaranya terdakwa mengakui perbuatannya, tidak berbelit atau menyanggah keterangan saksi dan bukti yang diajukan.

Terdakwa juga telah menyesali perbuatannya.

"Terdakwa mengikuti nasihat untuk bertaubat, selama di rutan selalu menjalankan shalat. Di samping masih muda, terdakwa sangat mungkin memperbaiki diri, dia juga menjadi kepala keluarga," ujar Waslam.

Untuk itu, Waslam meminta keringanan hukuman kepada majelis hukum.

"Terdakwa memang sebelumnya sudah pernah dihukum dua kali, namun tindak pidana yang dilakukan adalah pencurian dengan pemberatan dan perkara penculikan," kata Waslam.

Diberitakan sebelumnya, terdakwa dituntut hukuman mati karena melanggar tiga pasal sekaligus.

Ketiga pasal itu yaitu Pasal 340 KUHP, kemudian Pasal 181 KUHP dan Pasal 362 KUHP.

Terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Khomsatun yang merupakan seorang pegawai negeri sipil (PNS).

Ditunda hingga 2 Kali Terdakwa juga menyembunyikan dan menghilangkan barang bukti dengan cara memutilasi dan membakar bagian tubuh korban.

Terdakwa juga mengambil sejumlah barang milik korban.

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya

Latest