Meski sempat mendapatkan perawatan hingga ke rumah sakit umum di Yogyakarta, namun perlahan pandangan Mbah Wardi terasa kabur hingga mengalami kebutaan total.
Dari diagnosis dokter mata di Kota Madiun, kebutaan yang dialami karena saraf mata Wardi mengalami kerusakan yang diakibatkan kerja yang terlalu keras.
Karena lahir dari keluarga yang tidak mampu, Wardi harus bekerja keras sebagai buruh tani dan buruh penggali pasir.
Sayangnya, pasir yang dikumpulkan tak laku dijual.
Mbah Wardi pun mengikhlaskan puluhan pikap pasirnya digunakan untuk membangun jalan desa.
Hingga sekarang Mbah Wardi bekerja sebagai penjual rongsokan dan barang elektronik bekas.
Meski tak bisa melihat, Mbah Wardi paham betul kondisi barang rongsokan seperti sepeda onthel dan peralatan elektronik seperti tape recorder atau kipas angin yang ia jual.
Untuk mengenali kualitas sepeda yang dibelinya, Mbah Wardi meraba satu per satu bagian sepeda yang akan dibeli.
"Kalau catnya halus, biasanya masih asli, kalau agak kasar, artinya pernah dicat ulang. Tahu kondisi barang ya dipegang satu-satu," ujar Mbah Wardi.
Namun, Mbah Wardi mengaku kesulitan mengenal uang yang biasa digunakan untuk transaksi jual beli.