Follow Us

Gunung Agung Alami Erupsi dan Statusnya Jadi Siaga: Seperti Inilah Tanda-tanda Gunung Berapi yang Akan Meletus

Aulia Dian Permata - Minggu, 30 Desember 2018 | 10:30
Gunung Agung alami Erupsi lagi
Tribun Bali

Gunung Agung alami Erupsi lagi

Suar.ID - Akhir tahun ini banyak gunung berapi di Indonesia yang mulai menunjukkan tanda-tanda aktivitas vulkanik.

Mulai dari Gunung Anak Krakatau yang erupsi setiap hari sejak Juni 2018 hingga longsor dan menimbulkan tsunami, Gunung Merapi dan yang terbaru adalah Gunung Agung.

Gunung Agung yang terletak di Karangasem, Bali kembali erupsi pada Minggu (30/12/2018) pukul 04.09 Wita.

Berdasarkan laporan resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Pos Pengamatan Gunung Api Agung, erupsi berdurasi 3 menit 8 detik dengan amplitudo maksimum 22 mm.

Baca Juga : Gunung Agung di Bali Erupsi, Statusnya Naik Jadi Siaga: Masyarakat Harus Waspada Aliran Lahar Hujan

Namun kolom abu tidak teramati karena puncak tertutup kabut.

Hingga Minggu (30/12/2018) pagi, petugas mencatat terjadi tiga kali gempa pada rentang waktu enam jam.

Masing-masing satu kali gempa letusan, vulkanik dangkal dan vulkanik dalam. PVMBG menyatakan status pada level III atau siaga.

Untuk itu Masyarakat di sekitar Gunung Agung, pendaki, pengunjung, wisatawan diimbau agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di zona perkiraan bahaya yaitu di seluruh area di dalam radius 4 kilometer dari Kawah Puncak Gunung Agung.

Baca Juga : Gunung Krakatau dan Anak Krakatau Ternyata Sama-sama Terbentuk dari Sisa Letusan 'Ibunya' Dulu, Si Krakatau Kuno

Terlepas dari aktivitas vulkanik yang ditunjukkan Gunung Agung, ternyata status Siaga masih belum berpotensi untuk menimbulkan letusan hebat.

Ada tanda-tanda tertentu yang bisa diketahui untuk memperkirakan apakah gunung akan meletus atau tidak.

Dilansir dari Live Science, gunung berapi dapat mengeluarkan beberapa tanda peringatan sebelum meletus.

Tanda-tanda itu bisa berupa gempa bumi kecil, pembengkakan gunung dan meningkatnya emisi panas serta gas di gunung berapi.

Baca Juga : Uang Kertas Rp100 Ribu Keluaran Tahun 1999, Terbuat dari Plastik dan Kini Dijual Mahal, Ada yang Masih Punya?

Hal tersebut karena kegiatan magma yang naik menyebabkan batuan padat pecah.

Sehingga pada gilirannya dapat mengirimkan sinyal gempa.

Hal ini kemudian mengakibatkan permukaan tanah terdorong ke atas.

Lalu juga mendidihkan gas panas yang bergerak di depan magma.

Untuk mendeteksi perubahan kegiatan gunung berapi bisa menggunakan berbagai jaringan.

Seperti satelit radar yang dapat digunakan untuk mendeteksi pembengkakan tanah dengan membandingkan gambar yang diambil pada waktu yang berbeda.

SEBERAPA JAUH TANDA-TANDA INI DAPAT DIBACA SEBELUM GUNUNG MELETUS?

Kebanyakan gunung berapi memberi tanda peringatan mulai dari satu minggu atau bulan sebelum mereka meletus.

Selama pengamatan lapangan dari gunung berapi yang berpotensi aktif, ahli vulkanologi menggunakan peralatan dan teknik canggih untuk memprediksi dan memantau letusan.

Ini termasuk mengukur suhu air dan pH (keasaman), menganalisis pola retak tanah dan mencari area baru batuan yang longsor.

Detektor berbasis darat, udara dan satelit digunakan untuk mengukur emisi gas dan panas.

Namun, beberapa tanda peringatan erupsi lebih sulit dibaca daripada yang lain. Meski begitu, cukup jarang sebuah gunung berapi meletus tanpa peringatan atau tanda-tanda lebih dulu.

Baca Juga : Maia Estianty Punya Apartemen Baru yang Supermewah, Ada Lift Pribadinya Juga Lho

Source : Kompas.com, Live Science

Editor : Aulia Dian Permata

Baca Lainnya

Latest