Suar.ID - Setelah kekayaan fantastis pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo terungkap, beberapa pejabat dan keluarganya yang memamerkan harta mereka di media sosial terus diburu oleh netizen.
Baru-baru ini, keluarga Sekretaris Daerah (Sekda) Riau SF Hariyanto menjadi sasaran.Tidak lama setelah kekayaan Rafael Alun terbongkar, gaya hidup mewah Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto juga diungkap oleh netizen.
Setelah itu, netizen mulai menggali gaya hidup keluarga beberapa pejabat lainnya, seperti istri Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra, istri dan anak Kepala Bea dan Cukai Andhi Pramono, istri pejabat Kementerian Sekretariat Negara Esha Rahmanshah Abrar, dan yang terbaru istri Pejabat Pembuat Kebijakan Direktorat Jenderal Hubungan Laut Kementerian Perhubungan Muhammad Rizky Alamsyah.Perburuan netizen terhadap pejabat dan keluarganya yang memamerkan harta mereka di media sosial sepertinya masih akan berlanjut.
Terlebih lagi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta bantuan netizen untuk mencari informasi tentang harta tak wajar pejabat dan memviralkannya agar "pejabat tidak bertindak macam-macam".
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada bulan Februari.Menurut sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Heru Nugroho, tindakan netizen dalam memburu pejabat pemerintah yang memamerkan harta mereka adalah "cara perlawanan mereka yang merasa kecewa"."Kementerian Keuangan kalau memburu pajak kan luar biasa itu, tapi ternyata yang memburu pajak melakukan hal seperti itu, penggelapan-penggelapan untuk memperkaya diri."
"Itu yang saya kira membuat masyarakat jengkel karena di dunia nyata mereka tidak bisa apa-apa karena politik dikuasai oleh sistem yang oligarki," kata Heru dikutip dari Tribunnews.com.Anggota Ombudsman RI Robert Endy Jaweng mengatakan untuk menjawab protes masyarakat atau netizen, kementerian/lembaga terkait perlu melakukan "reformasi sistem" di internal masing-masing."Karena kalau (diserahkan kepada) KPK kan tidak mungkin dia bisa mendeteksi berbagai potensi penyimpangan jabatan. Sesungguhnya lapisannya itu mulai dari internal," kata Robert kepada BBC News Indonesia.Dia menekankan pentingnya mengerahkan inspektorat jenderal untuk mengatasi masalah-masalah yang dikeluhkan oleh netizen terhadap para pejabat yang pamer harta.Sebagai pimpinan kementerian yang mendapatkan banyak sorotan publik dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan akan terus merespons kritik dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat dan memperbaiki layanan publik."Kami melakukan berbagai perbaikan layanan untuk konsultasi, pengaduan, dan juga memperbaiki front liner."
"Feedback yang kedua mengenai regulasi atau policy [kebijakan] kita dan yang ketiga adalah bagaimana kita juga memperbaiki saluran komunikasi internal dan juga pengaduan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (27/03).Perburuan yang dilakukan netizen terhadap para pejabat dan keluarganya yang melakukan flexing disebut sosiolog Heru Nugroho sebagai fenomena kultur digital.Menurut Heru, saat ini kesejahteraan masyarakat "tidak lebih baik" dibanding dulu.
Ketika masyarakat yang "hidupnya semakin susah" melihat kekayaan pejabat negara yang notabene "duitnya dari negara" dari situlah muncul kekecewaan.Selanjutnya, persoalan korupsi yang "selalu ditindak setelah ketahuan", bukan sebelum kejadian, dan penindakannya pun “tidak tegas”.Terakhir, soal masyarakat kontrol.
Heru menjelaskan saat ini kontrol bukan lagi ada pada "pusat kekuasaan", melainkan sudah menyebar.Sekarang kontrol ada di masyarakat karena masyarakat memegang gadget [gawai], punya platform, kapan pun bisa membuat data.
"Data itu disetor oleh pengguna media sosial… Siapa yang bisa memanfaatkan data itu, mereka bisa mengontrol," kata Heru menjelaskan.Ketika masyarakat merasa tidak terpuaskan oleh pemerintah di dunia nyata, lanjut Heru, mereka menggunakan media sosial untuk mengontrol pemerintah.Baca Juga: Shane Lukas Minta Maaf lewat Surat, Keluarga David Ozora: Orang Gila