Anggota DPR RI Hillary Brigitta Lasut melaporkan komika Mamat Alkatiri ke polisi dengan pasal pencemaran nama baik. Ayahnya, Elly Angelbert Lasut pernah masuk penjara karena korupsi.
Suar.ID -Anggota DPR RI Hillary Brigitta Lasut melaporkan komika Mamat Alkatiri ke kepolisian.
Hillary Brigitta Lasut menilai, komika asal Sorong, Papua Barat, itu telah mencemarkan nama baiknya.
Putri Elly Engelbert Lasut itu menilai Mamat Alkatiri telah menggunakan kata-kata kasar dan tidak sopan ketika meroasting dirinya.
"Dalam melakukan roasting kepada korban, terlapor menggunakan kata yang kurang sopan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, Selasa (4/10) kepada Kompas.com.
"Atas kejadian itu, korban merasa dicemarkan nama baiknya."
Nama Hillary Brigitta Lasut pun jadi obrolan di media sosia.
Ada juga yang menyinggung soal latar belakang keluarganya.
Benar, Hillary Brigitta Lasut adalah putri Elly Engelbert Lasut.
Elly Engelbert Lasut sendiri pernah masuk penjara karena perkara korupsi.
Elly Engelbert Lasut dijerat kasus korupsi surat perintah dinas fiktif.
Ia pun dituntut sembilan tahun penjara namun pada tahun 2014 sudah dibebaskan.
Ibu Hillary Brigitta Lasut juga serang politikus, dia merupakan Bupati Minahasa Tenggara periode 2008 - 2013.
Tak hanya itu, Hillary Brigitta Lasut, sebagai anggota DPR RI, juga pernah minta ajudan ke TNI.
Alasannya,bantuan pengamanan dari TNI karena selalu siap untuk keadaan darurat, baik secara fisik maupun mental.
Pekerjaannya sebagai anggota DPR tak lepas dari ancaman dan rasa khawatir karena harus menyuarakan aspirasi masyarakat.
Hillary Brigitta Lasut juga pernah menganggap bahwakarantina di Wisma Atlet tak etis untuk anggota DPR RI.
Menurutnya, presiden dan anggota dewan memiliki kedudukan yang sama sehingga memiliki hak yang sama pula untuk melakukan karantina secara mandiri.
Dia bilang, larangan karantina mandiri untuk anggota DPR dapat mendiskreditkan kesetaraan lembaga.
Selain itu, Hillary Brigitta Lasut juga pernah mengatakan bahwa bunjuk rasa di jalan tak relevan.
Juni 2022, Brigitta menyebut aksi demo tidak terlalu relevan untuk menciptakan perubahan dalam dunia politik.
Menurut dia media sosial kini lebih bisa membuat penguasa "ketar-ketir".
Karena itu, ia menyarankan penyampaian pendapat secara online.
Ia menuturkan, unjuk rasa secara online memiliki nilai efektivitas yang setara, bahkan tanpa menyebabkan dampak buruk di lapangan, seperti jatuhnya korban atau rusaknya fasilitas umum.
Bahkan isu-isu penting yang viral di media sosial dapat dijadikan senjata untuk digunakan para politikus muda untuk membawanya ke rapat-rapat parlemen.