Suar.ID -Kombes Pol. Dr. Sumy Hastry Purwanti diturunkan langsung dalam proses autopsi mayat korban pembunuhan Subang.
Kita tahu, makam Amalia Mustika Ratu dan ibunya, Tuti, dibongkar kembali untuk keperluan forensik.
Sumy Hastry sendiri yakin pelaku pembunuhan Subang akan segera terungkap.
Siapa sebenarnya Dr. Sumy Hastry Purwanti?
Asal tahu saja, Kombes Pol. Dr. Sumy Hastry Purwanti bukan sosok yang asing di dunia forensik Indonesia.
Wanita yang juga polwan ini kerap dilibatkan dalam proses identifikasi korban peristiwa-peristiwa penting di tanah air.
Mulai dari bencana gempa di Yogyakarta pada 2006 lalu hingga identifikasi mayat teroris Noordin M Top pada 2009 lalu.
Menurut catatan Kompas.com, Sumy Hastry Purwanti mulai fokus di dunia forensik sejak terlibat dalam sebuah operasi di sebuah TKP pembunuhan pada 2000 lalu.
Ketika itu Sumy dapat saran dari Kasatreskrim Poltabes Semarang Ajun Komisarin Purwo Lelono untuk menekuni forensik.
Sejak itulah Sumy mengaku termotivasi, lebih-lebih ketika itu belum ada polwan yang mendalami dunia forensik.
Sumy kemudian bergabung dalam berbagai operasi tim DVI Polri.
Yang membanggakan, Sumy adalah wanita pertama dari anggota tim forensik asal Indonesia.
Tugas pertama Sumy adalah mengidentifikasi korban Bom Bali I pada 2002.
Kemudian Sumi memperdalam kemampuan forensiknya dengan sekolah kedokteran forensik di Universitas Diponegoro, 2002 hingga 2005.
Selama proses studi bukan berarti Sumi tak melakukan kerja-kerja forensik.
Pada 2004, Sumi mendapat tugas mengidentifikasi korban bom Kedubes Australia di Kuningan, Jakarta Selatan.
Lalu korban kecelakaan pesawat Mandala di Medan pada 2005 dan bom Bali II, juga pada 2005.
Selain menempuh pendidikan kedokteran forensik di Undip, Sumi juga mengikuti pendidikan spesialisnya seperti mengikuti kursus DVI di Singapura pada 2006, kursus DNA di Malaysia (2007) dan kursus identifikasi luka ledakan di Perth, Australia (2011).
Selain itu,Sumy Hastry Purwanti jugamengikuti sejumlah pertemuan ahli forensik dunia.
Wanita kelahiran 23 Agustus 1970 itu pernah bilang,diperlukan ketelitian yang tinggi dan kesabaran dalam menentukan akurasi identitas jenazah.
"Saya lebih memilih tidak mengidentifikasi jenazah dibanding melakukan identifikasi yang salah," ujarnya yakin, dilansir Kompas.com.
Sumy Hastry Purwanti menambahkan,kendala Tim DVI Indonesia terletak pada keinginan pihak keluarga atau pemerintah untuk segera mengetahui hasil identifikasi dalam waktu singkat.
"Ada dugaan, kami mempersulitlah," katanya.
"Padahal, semua membutuhkan proses agar hasil identifikasi kami dapat dipertanggungjawabkan."
KetekunanSumy Hastry Purwanti dalam dunia forensiksemakin telihat jelas ketika ia bekerja selama dua bulan penuh dalam tugas identifikasi korban pesawat AirAsia QZ 8501 pada 2015.
Saat ini Sumi menjabat sebagai kepala Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Prof. Awaloeddin Djamin Semarang.
Sebelumnya pada 2019 Sumi pernah mengemban jabatan sebagai kepala Instalansi Forensik RS Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto.