Suar.ID - Kabar kurang sedap hadir dari aktor lawas, Mark Sungkar.
Mark Sungkar didakwa jaksa penuntut umum melakukan korupsi terkait dana olahraga triathlon di pelatnas Asean Games 2018.
Mark Sungkar didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 649,9 juta berkaitan dengan olahraga triathlon.
Aktor yang juga pengusaha serta mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Federasi Triathlon Indonesia (PPFTI) akhirnya buka suara terkait tudingan dan berbagai opini yang menyudutkannya itu.
Melalui pengacaranya, Fahri Bachmid, Mark Sungkar mengurai kronologi kasus yang menimpanya tersebut.
Mark Sungkar adalah pimpinan PPFTI periode 2015-2019 yang pernah mengajukan proposal kegiatan ke Menpora untuk keperluan pelatnas Prima Triathlon Indonesia.
Saat itu pelatnas disiapkan untuk Asian Games Indonesia 2018.
"Terjadi distorsi yang telah mengarah pada penggiringan opini yang berpotensi menyudutkan nama baik klien kami," kata Fahri Bacmid.
Menurut Fahri Bachmid, seandainya Asisten Deputi Olahraga Prestasi Kemenpora tidak ingkar janji (wanprestasi), PPFTI akan menerima pembayaran sebesar 70 persen.
"Namun realisasinya, dana baru ditransfer pada hari lomba dimulai," kata Fahri Bachmid yang merupakan mantan pengacara Presiden Jokowi dan KH Maaruf Amin.
Ironisnya, hal itu dilakukan tanpa pemberitahuan ke Mark Sungkar.
"Sungguh aneh PPFTI dituding tidak taat aturan dan laporan fiktif," jelas Fahri Bachmid.
Etikad baik Mark Sungkar memutuskan untuk membantu menyelesaikannya dengan mengundang PPFTI Pusat.
Saat itu pertama kali Mark Sungkar mengetahui juknis anggaran setelah ada paparan dari PPFTI.
"Tidak mungkin ada asap jika tidak ada api, ada semacam keadaan yang sifatnya kausalitas dalam konteks itu," ujar Fahri Bachmid.
Mengenai tertundanya pembayaran, lanjut Fahri Bachmid, hal serupa juga terjadi saat test event Road to Asian Games 2017.
Menurut perjanjian, PPFTI seharusnya menerima 70 persen anggaran, yakni sebesar Rp 729 juta medio April 2017 sebelum Kejuaraan Asian Triathlon Championship dimulai.
Namun surat perjanjian baru disodorkan untuk ditandatangani dua hari sebelum kejuaraan dan uang baru dicairkan pada 15 jam sebelum acara dimulai.
"Ini merupakan hal yang sangat eksentrik, jika negara tidak sungguh-sungguh mengelola sektor keolahragaan seperti ini," kata Fahri Bachmid mewakili Mark Sungkar.
Ia menilai, negara seperti mempersulit pencairan dana dan laporan dipersulit dengan berbagai cara.
Antara lain, berkas yang sudah diserahkan dikatakan belum diterima ataupun terselip dan minta untuk dikirim ulang dan lain-lain.
"Prosesnya juga berjalan sangat lama. Akibatnya, diisukan bahwa Ketua Umum PPFTI dalam hal ini Mark Sungkar tidak kooperatif dan sulit dihubungi," jelas Fahri Bachmid.
Tim Likwidasi yang menangani kasus yang tidak terselesaikan minta tanggung-jawab Mark Sungkar sebagai Ketua Umum PPFTI.
Fahri Bachmid menyebutkan, setelah itu keluar surat Tim Likwidasi pada 17 Juni 2019 ke Inspektorat Kemenpora RI dan LPDUK Kemenpora RI.
Isi suratnya adalah penyelesaian tunggakan pembayaran kepada PPFTI yang jumlahnya sebesar Rp 562.310.000.
"Surat itu menandakan bahwa pada prinsipnya negara melalui Kemenpora wajib membayar ke PPFTI dalam jumlah tersebut," katanya.
Gaji Belum Dibayar
Setelah satu bulan tidak ada tanggapan dari dua instansi tersebut, Mark Sungkar diminta untuk mengirim surat menanyakan perihal tersebut.
Namun sampai sekarang tidak ada itikad baik untuk membayar atau menanggapi hal yang menjadi kewajiban negara ke Mark Sungkar.
"Lalu siapa yang berhutang?" kata Fahri Bachmid.
Menurut Fahri Bachmid, prinsip pengunaan anggaran sebagai bagian dari sistem pertanggungjawaban pengunaan keuangan telah sesuai peruntukan.
Anggaran dipakai untuk membayar honorarium atlet, pelatih, manajer dan lainnya.
Namun karena dianggap tidak sesuai peruntukan, maka seluruh dana yang telah diterima sebesar Rp 694.900.000 sudah dikembalikan Mark Sungkar.
"Dengan kata lain, perjuangan mereka untuk Merah Putih belum dibayar walau keringat sudah kering," kata Fahri Bachmid.
Uang sejumlah Rp 399.700.000 dibayarkan untuk honor wakil kapanpel pertandingan, test event pada 2017, wakil kapanpel venue test event 2017.
"Klien kami (Mark Sungkar) menjadi tumbal kebijakan yang bertendensi kriminalisasi serta korban kebobrokan manajemen Kemenpora saat itu," kata Fahri Bachmid.