Suar.ID - Kabar buruk menerpa tenaga kesehatan di tahun 2021 ini.
Pasalnya, insentif bagi mereka yang berada di garda terdepan penanganan covid-19 dikabarkan dipotong.
Melansir Kompas TV, kebijakan tersebut telah dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 perihal Permohonan Perpanjangan Pembayaran Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta Progam Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang Menangani Covid-19.
Baca Juga: Nora Alexandra Makin Senang Hukuman Penjara untuk Jerinx Dikurangi: Aku Selalu Menanti Kamu Kembali
Jika dicermati, rata-rata insentif yang dipotong mencapai 50 persen atau setengahnya dari nilai insentif yang diberikan sebelumnya atau tahun lalu.
Pemotongan insentif yang paling tinggi bagi tenaga kesehatan mencapai Rp 7,5 juta. Kemudian, Rp 6,25 juta, Rp 5 juta, Rp 3,75 juta dan terakhir Rp 2,5 juta.
Bila dirinci lebih detail, terdapat lima jenis insentif yang diberikan bagi tenaga kesehatan meliputi dokter spesialis, peserta PDDS, dokter umum dan gigi, bidan dan perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.
Adapun besaran pemotongan tersebut adalah sebagai berikut:
- Insentif dokter spesialis sebesar Rp 7,5 juta per bulan. Turun Rp 7,5 juta dari tahun lalu yang mencapai Rp 15 juta per bulan.
- Insentf peserta PDDS sebesar Rp 6,25 juta per bulan. Turun Rp 6,25 juta dari tahun lalu sebesar Rp 12,5 juta per bulan.
- Insentif dokter umum dan gigi sebesar Rp 5 juta per bulan. Turun Rp 5 juta dari tahun lalu senilai Rp 10 juta per bulan.
- Insentif bidan/perawat sebesar Rp 3,75 juta per bulan. Turun Rp 3,75 juta dari tahun lalu senilai Rp 7,5 juta per bulan.
- Insentif tenga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta. Turun Rp 2,5 juta dari insnetif tahun lalu sebesar Rp 5 juta per bulan.
Sementara itu, untuk santunan kematian bagi tenaga medis yang meninggal karena tertular corona masih tetap sama sebesar Rp 300 juta.
Dalam surat edarannya, Menkeu mengatakan pelaksanaan atas satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui.
Selain itu, pelaksanaan insentif nakes agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yaitu akuntabilitas, efektif, efisien dengan memperhatikan keadilan kepatuhan.
Dilansir dari Kompas.com, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta, Slamet Budiarto, memprotes kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memotong insentif tenaga kesehatan.
Slamet menilai kebijakan itu tidak tepat karena para tenaga kesehatan saat ini tengah berjuang untuk menghadapi pandemi Covid-19 yang kasusnya masih terus meningkat. Bahkan, banyak tenaga kesehatan ikut tertular Covid-19 hingga meninggal dunia.
"Itu (pemotongan insentif) sebaiknya direvisi. Penghargaan jangan dikurangi karena taruhannya nyawa," kata Slamet kepada Kompas.com, Kamis (4/2/2021). Slamet mempertanyakan alasan pemotongan insentif itu.
Jika alasannya karena negara tak lagi memiliki anggaran, maka ia mempertanyakan alasan pendapatan pegawai Kementerian Keuangan juga tak ikut dipangkas.
Padahal, insentif untuk tenaga kesehatan sebelum pemotongan juga masih jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai Kemenkeu.
"Yang pasti insentif yang diterima tenaga kesehatan masih jauh di bawah take home pay-nya (gaji bersih) pegawai Kementerian Keuangan eselon III, masak diturunkan," kata dia.
Slamet menegaskan, insentif ini bukan masalah uang, tetapi juga terkait penghargaan yang diberikan negara kepada para tenaga kesehatan yang tengah berjuang di tengah pandemi.
Terlebih lagi, saat ini kasus Covid-19 terus bertambah. Beban tenaga kesehatan pun menurutnya semakin berat.
"Kalau negara enggak punya uang, kami enggak dikasih insentif enggak apa-apa, tapi jajaran Kemenkeu juga enggak perlu digaji," katanya.
Slamet pun berharap, Kemenkeu mau duduk bersama dengan Kementerian Kesehatan serta organisasi profesi tenaga kesehatan untuk membahas perihal insentif ini.
"Pembayaran insentif sebelum pemotongan kemarin saja belum seratus persen lancar, kok ini malah dikurangi," kata dia.