Sri Mulyani Tiba-tiba Sentil Era Pak Harto Yang Memimpin Indonesia Selama 30 Tahun Lebih, Sebut Banyak Aset Negara Yang Hilang, Tidak Ada Pembukuan, Tanah-tanah Dijual: Kalau Menterinya Lagi Senang, Saya Keping Jual Tanah, Saya Jual Tanah Saja

Kamis, 10 Desember 2020 | 06:30
Kompas.com

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyentil masa pemerintahan Soeharto alias Pak Harto selama 30 tahun lebih itu di mana banyak aset negara yang hilang.

Suar.ID -Menteri Keuangan Sri Mulyani ternyata pernah menyentil masa pemerintahan Presiden Soeharto alias Pak Harto selama 30 tahun lebih itu.

Yang disorot oleh Sri Mulyani adalah perihal banyak aset yang hilang lantaran tidak ada pembukuan.

Kok bisa begitu?

Baca Juga: Berpuluh-puluh Tahun Kematian Ibu Tien Menjadi Misteri, Akhirnya Ajudan Soeharto Beberkan Hal yang sebenarnya Terjadi di Hari yang Membuat Satu Indonesia Berduka Itu

Beberapa saat yang lalu,Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan fakta mengejutkan perihal upaya menyelamatkan keuangan negara melalui perbaikan pembukuan aset.

Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam unggahan Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rachman di akun Instagram @jubir_presidenri, Senin (19/10/2020).

Dalam video tersebut, tampak Sri Mulyani memberikan kuliah umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 25 September 2018 lalu.

"Mulainya Republik Indonesia enggak punya neraca," papar Sri Mulyani.

Dia menjelaskan, barang berharga milik negara, termasuk aset dan properti penting sebelumnya tidak pernah tercatat sebagai milik negara.

Baca Juga: BERITA TERPOPULER: 100 Persen Sultan, Raffi Ahmad Langsung Tawar Mobil Antipeluru yang Pernah Dimiliki Pak Harto | Duda Anak 4, Suami Qory Sandioriva Ini Ternyata Bukan Orang Sembarangan

Tidak ada pembukuan yang mengukuhkan untuk membuktikan bahwa itu adalah benar milik negara.

"Jadi barang milik negara pun tidak diadministrasikan, tidak di-record," katanya.

Ia menyebutkan hal itu sudah terjadi sejak masa kepemimpinan Presiden Soeharto.

Padahal kala itu Soeharto memimpin bangsa ini dalam kurun waktu sekira lebih dari 30 tahun.

Yaitu sejak 12 Maret 1967 sampai 21 Mei 1998.

"Kita asal bangun. Waktu Pak Harto 30 tahun bangun banyak sekali, enggak ada pembukuannya (aset negara)," ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Baca Juga: BERITA TERPOPULER: Pak Harto Ternyata Jadi Ini Sebelum Jadi Presiden | Bule yang Ngaku Ayah Angkat Syahrini Akhirnya Ketahuan Belangkanya

"Jadi waktu terjadi krisis kemudian kita punya Undang-undang Keuangan dan Perbendaharaan Negara, kita baru mulai membangun neraca keuangan," lanjutnya.

Pada proses pembukuan tersebut, Sri Mulyani menyebutkan hal pertama yang dilakukan adalah mencatat aset-aset penting yang menjadi milik negara.

Ia menuturkan dulu banyak aset negara yang diperjualbelikan dengan mudah karena tidak tercatat kepemilikannya.

"Di situ baru mulai muncul, 'Mari kita membukukan dan me-record'. Pertama mengadministrasikan, masukkan dulu dalam buku," tutur Sri Mulyani.

"Belum lagi tanah-tanah. Kalau menterinya lagi senang, saya kepengin jual tanah, saya jual tanah saja," lanjutnya.

Akibatnya, banyak aset penting yang hilang begitu saja.

Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Ternyata Pak Harto Sudah Siapkan ‘Penggantinya’ Sebelum Lengser dari Kursi Presiden pada Mei 1998, Jumlahnya Lebih dari Satu

"Karena dulu enggak pernah ada pengadministrasian, sehingga banyak sekali republik itu kehilangan cukup banyak aset strategis," kata Menkeu.

Ia memberi contoh pada kompleks Senayan yang dibangun pada era Presiden Soekarno.

Saat itu Bung Karno membangun kompleks Manggala Warna Bakti, TVRI, Hotel Hilton, Hotel Mulia, sampai Plaza Senayan.

Seluruh area tersebut merupakan milik negara.

"Salah satu contoh yang barangkali Anda lihat adalah kompleks Senayan Gelora Bung Karno," jelas Sri Mulyani.

Meskipun begitu, negara kehilangan status kepemilikannya karena tidak pernah tercatat dalam administrasi.

Ia memberi contoh pada area Hotel Hilton yang kini bernama Hotel Sultan.

Baca Juga: Yakin Dilindungi Kekuatan Supranatural, Pak Harto dengan Berani Pernah Datang ke Bosnia yang Sedang Dilanda Perang Saudara, Ini yang Terjadi Kemudian

"Karena tidak pernah dibukukan, suatu saat terjadi kerja sama, tiba-tiba swasta sudah punya titel," ungkap mantan Kepala Bappenas ini.

"Sehingga waktu kita membuat pembukuan, Hotel Hilton itu sudah tidak ada titelnya. Kita hilang," tambah Sri Mulyani.

Ia menuturkan, pemerintah harus berupaya keras mengembalikan Hotel Hilton menjadi milik negara kembali, dengan syarat boleh dipakai dalam kerja sama dengan swasta.

Tag

Editor : Moh. Habib Asyhad