Menaker Sebut UU Cipta Kerja Masih Mengakui Adanya UMK: Upah Minimum Kabupaten Kota Tetap Dipertahankan

Kamis, 08 Oktober 2020 | 14:00
Kompas.com

Menaker Ida Fauziyah saat melakukan video conference dengan perwakilan Korsel.

Suar.ID - Omnibus law UU Cipta Kerja, keinginan Presiden Jokowi yang menjadi nyata.

Di tengah kontroversi UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan buruh, nyatanya Omnibus Law adalah salah satu dari keinginan Jokowi yang sudah disampaikan sejak dilantik menjadi Presiden Indonesia.

Jokowi pernah menyampaikan menerbitkan Omnibus Law yang dapat merevisi banyak undang-undang sekaligus akhirnya terwujud melalui disahkannya UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Katanya Mau Tanggung Jawab? Istrinya Sedang Kepayahan Karena Hamil Muda, Eh Rizki DA Malah Asyik Liburan ke Bali, Kok Bisa-bisanya?

Jika melihat ke belakang, keinginan Presiden Jokowi ini sudah disampaikan sejak ia dilantik bersama Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden RI 2019-2024, pada 20 Oktober 2019 lalu.

Dalam pidatonya usai pelantikan, Presiden Jokowi menyoroti tumpang tindih pada berbagai regulasi yang menghambat investasi serta pertumbuhan lapangan pekerjaan.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyampaikan niatnya untuk mengajak DPR menyusun Omnibus Law, sebuah UU sapu jagat yang bisa merevisi banyak UU.

"Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus," kata Kepala Negara saat itu.

Baca Juga: Dijamin Bakal Bikin Permainan di Ranjang Bersama Pasangan Makin Intim dan Tak Terlupakan. Cukup dengan Sakali Gigit Buah yang Satu Ini!

Tidak lama setelah pidato itu, Presiden Jokowi langsung memerintahkan jajarannya untuk membuat draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.

Saat penyusunan draf masih berjalan di tingkat pemerintah, Presiden Jokowi bahkan sudah menyampaikan harapannya ke DPR agar bisa merampungkan pembahasan RUU ini dalam 100 hari.

"Saya akan angkat jempol, dua jempol, kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari," ujar Presiden Jokowi dalam pertemanan tahunan industri keuangan 2020, pada pertengahan Januari.

"Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus," kata Kepala Negara saat itu.

Sejak awal, RUU ini langsung mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, khususnya kaum buruh.

Sebab, banyak aturan yang dianggap bisa memangkas hak buruh dan menguntungkan pengusaha.

Pada 24 April, Presiden Jokowi mengumumkan pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU Cipta Kerja khusus untuk klaster ketenagakerjaan.

Keputusan diambil untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Sebelum mengumumkan keputusan tersebut, Presiden Jokowi diketahui sempat bertemu dengan tiga pimpinan serikat buruh.

"Penundaan ini untuk memberikan kesempatan ke kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata Presiden Jokowi.

Dengan keputusan penundaan tersebut, maka buruh pun membatalkan aksi unjuk rasa besar-besaran.

Baca Juga: Kini yang Tertinggal Cuma Penyesalan, Terungkap GIsela Anastasia Pernah Izinkan Gading Marten Tidur Seranjang dengan Wanita Lain: Sekali Doang Tapi!

Namun, rupanya pertemuan itu tak mengubah apapun.

Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU tetap dilaksanakan di Gedung DPR.

Dalam rapat pengesahan itu, Fraksi Partai Demokrat dan PKS tetap pada sikapnya untuk menolak RUU sapu jagat itu.

Namun, suara dua fraksi tersebut kalah oleh tujuh fraksi lainnya yang mendukung RUU ini disahkan, yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN dan PPP.

Meski sempat terjadi interupsi dan walkout dari fraksi Demokrat, namun akhirnya RUU Cipta Kerja pun disahkan menjadi UU.

Sementara di luar ruang sidang, buruh masih menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah untuk menolak pengesahan tersebut.

Tanggapan Menaker

Menanggapi serangkaian penolakan itu, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah meminta para pekerja dan buruh membaca UU Cipta Kerja terlebih dahulu secara utuh.

Ia mengklaim, banyak aspirasi pekerja yang diakomodasi pemerintah dalam UU Cipta Kerja sehingga aksi mogok nasional dinilainya tak lagi relevan.

"Pertimbangkan rencana mogok ulang itu. Baca secara utuh UU Cipta Kerja. Banyak sekali aspirasi teman-teman yang kami akomodasi," kata Ida melalui keterangan tertulis yang diunggah di akun instagram Kementerian Tenaga Kerja, Selasa (6/10/2020).

Beberapa aspirasi pekerja yang diakomodasi di dalam UU itu, misalnya ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), tenaga kerja alih daya (outsourcing), syarat PHK dan upah yang masih mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ia pun mengatakan bahwa UU Cipta Kerja juga masih mengakui adanya Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

"Ada penegasan dalam variabel dan formula dalam penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Selain itu juga ketentuan upah minimum kabupaten kota tetap dipertahankan," tegas Ida dalam keterangannya, Rabu (7/10/2020), yang dikutip dari Kompas.com.

Kendati demikian, Ida menyadari tidak semua aspirasi para buruh dan pekerja dapat diakomodasi pemerintah dan DPR. (Kompas.com/ Ihsanuddin)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Omnibus Law UU Cipta Kerja, Keinginan Jokowi yang Jadi Nyata..."

Tag

Editor : Adrie Saputra