Suar.ID -Proses sekolah dengan sistem belajar daring ternyata dalam praktiknya berbeda antara di perkotaan dan di pedesaan.
Perbedaan mencolok adalah soal kepemilikan HP yang menjadi alat penting dalam belajar daring.
Janiah, guru MIN 2 Batola, bidang mata pelajaran Mulok (Muatan Lokal) mengungkapkan, di wilayah Desa Tamban itu pada kenyataannya tidak semua warga memiliki HP android.
Bisa dimaklumi, sebab mayoritas penduduk di sana hidup dari pekerjan bertani.
Tingkat kemampuan ekonomi yang menjadi kendala terbesar atas kepemilikan hp tersebut.
Tak seperti di kota, anak TK saja sudah ada yang dibelikan HP oleh orangtua.
Namun, di desa tidak demikian, kecuali anak beranjak ABG yang baru dibelikan HP.
"Makanya yang sistem daring hanya kelas 5 dan 6, sedangkan kelas 1 sampai 4 diterapkan belajar di sekolah," jelasnya saat ditemui Banjarmasin Post.
Jadi, ada dua kelompok yang belajar luring (luar jaringan) yaitu kelas 1-2 dan kelas 3-4.
Mereka datang ke sekolah seminggu sekali setiap hari Senin dengan penerapan protokol kesehatan, yakni memakai masker dan mencuci tangan.
"Tapi mereka belajar di sekolah tidak lama, hanya dua jam, mulai pukul 08.00 hingga 10.00 Wita."
"Satu kelas berjumlah 29 murid dibagi jadi 3 ruangan," terang Janiah.
Baca Juga: Dijebloskan ke Penjara, Remaja Ini Sengaja Bakar Sekolahnya hingga Bunuh 21 Siswa dan 2 Gurunya
Bagi Janiah, murid-murid juga harus diarahkan dulu sebelum mereka pulang, agartugas yang dibawa ke rumah bisa mereka kerjakan sendiri atau apabiladibantu orangtua, maka mereka bisa memahami.
"Ya semoga saja pandemi corona ini segera berakhir, agar anak-anak bisa kembali sekolah seperti sediakala," pungkas Janiah.
(banjarmasinpost.co.id/salmah saurin)