Suar.ID - Sudah bukan rahasia jika di Thailand operasi pergantian alat kelamin kerapdilakukan oleh pria yang ingin mengubahnya menjadi wanita.
Meskipun begitu,bukan berarti operasi itu tidak memiliki risiko berbahaya.
Salah satunya adalah transgender ini.
Baru-baru ini, seorang transgender mengalami hal yang mengerikan.
Menyadur Eva.vn, pada 22 Juli, sebuah firma hukum di Distrik Khlong Kluea, Kota Pak Krett, Provinsi Nonthaburi, Thailand, sebuah kasus langka terjadi.
Nong Kao, seorang trangender berusia 23 tahun, menuntut sebuah pusat kecantikan setelah melakukan operasi transeksual.
Menurut Nong Kao, pada 29 April ia pergi ke rumah sakit bedah plastik di Thaonon Sathu Pradit, Bangkok untuk melakukan operasi koreksi wajah.
Selain itu, dia juga berniat melakukan operasi pergantian kelamin dari pria menjadi wanita.
Jumlah total yang dibayarkan oleh Nong Kao sebanyak 234.870 baht, atau sekitar Rp 108 juta.
Namun, beberapa saat setelah operasi itu selesai dilakukan, area intim milik Nong Kao memiliki bau menyengat dan mengeluarkan nanah.
Ngeri dengan kondisi itu, Nong Kao menghubungi pihak rumah sakit.
Beberapa Minggu dokter merawatnya, kondisi Nong Kao pun membaik.
Namun beberapa hari kemudian, kondisi itu kumat lagi.
Organ intim Kao kembali mengeluarkan bau menyengat dan nanah.
Ketika buang air, ia merasa terasa tidak nyaman, dan bahkan air seni yang keluar juga terlihat keruh.
Kemudian, transgender berusia 23 tahun, terkejut mengetahui area intimnya hanya direkontruksi sebanyak 8 cm, sedangkan seharusnya 18 cm.
Hal ini menyebabkannya kendala dalam berhubungan badan dengan kekasihnya, hingga akhirnya dia diputuskan oleh kekasihnya.
Ketika dia kembali ke rumah sakit untuk meminta pergantian operasi alat vital, rumah sakit menagihnya dengan bayaran 190.000 baht atau sekitar Rp 87 juta.
Merasa ditipu oleh rumah sakit, Nong Kao memutuskan untuk menggugat rumah sakit itu, dan menyewa pengacara.
Pengacaranya, Ronnarong Kaewphet mengatakan telah menerima surat dari Nong Kao.
Firma hukum berkoordinasi dengan kantor perlindungan konsumen, korban, dokter, dan rumah sakit untuk melakukan mediasi.
Sementara jika cara itu tidak berhasil, pengacara akan menyeret kasusnya hingga melibatkan Dinas Kesehatan setempat.
Sementara itu sumber lain menjelaskan, organ intim ladyboy Thailand tidak memiliki mekanisme buka tutup seperti wanita normal.
Sehingga, hal itu bisa menyebabkan penularan penyakit seksual dengan tingkat penularan tinggi.
Pong Katun, seorang ladyboy Thailand menceritakan pengalamannya sebagai seorang transgender di Bangkok.
Dia mengatakan setelah melakukan operasi alat kelamin, dia memiliki banyak kesulitan dalam berhubungan intim.
Pong harus menggunakan pelumas karena organ intimnya tidak bisa mengeluarkan cairan seperti wanita normal.
Setelah selesai berhubungan intim, pada 'area intimnya', muncul dan mengeluarkan bau tidak menyenangkan dan membuatnya tersiksa.
Setelah terus menerus mengalami hal itu, dia baru sadar ternyata dia terinfeksi penyakit seksual sejak lama.(Afif Khoirul M/Intisari)