BREAKING NEWS: Bob Hasan Raja Kayu di Era Orde Baru Pimpinan Soeharto Meninggal Dunia, Ternyata Begini Jejak Langkahnya Jadi 'Penguasa Hutan'

Selasa, 31 Maret 2020 | 14:53
Eddy Hasbi/Kompas.com

Bob Hasan, raja hutan dan kayu di era Orde Baru.

Suar.ID -Orang-orang lama pasti susah melupakan nama satu ini.

Dialah Bob Hasan, raja kayu di era Orde Baru.

Selasa (31/3) Bob Hasan meninggal dunia di RSPAD, Jakarta Pusat, karena kanker.

Pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 1931 itu dikenal dengan raja hutan.

Bob Hasan juga pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan dalam kabinet Pembangunan VII masa kerja 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998.

Dia juga Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) sejak 1976.

Rekam jejak bisnis Bob Hasan tak jauh dari hutan.

Deretan perusahaannya bergerak di konsesi HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan pengolahan kayu lapis lewat perusahaannya, Kalimanis Group.

Dirinya pernah menjabat cukup lama sebagai Ketua Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI).

Saat masih menjabat Ketua APHI tahun 1990, Bob Hasan mengungkapkan jumlah kayu yang ditebang dari hutan Indonesia sebanyak 30 juta meter kubik setiap tahun.

Angka itu, disebutnya, masih sangat kecil dibanding dengan areal hutan seluas 144 juta hektar.

"Dalam kurun waktu tidak terlalu lama, rasanya tidak mustahil seluruh ekspor hasil hutan dan industri perhutanan akan mampu menyumbang sampai 10 milyar dollar AS," kata Bob Hasan seperti dari (Harian Kompas, 25 Oktober 1990).

Menurut Bob Hasan, dari total luas hutan di Indonesia tersebut, 49 juta hektar merupakan hutan lindung, suaka alam, dan taman nasional yang sama sekali tidak boleh diutik-utik.

Kemudian sisanya adalah 30 juta hektar untuk hutan konversi, dan 64 juta hektar sebagai hutan produksi.

"Jadi tidak benar kalau kita ini dituduh negara yang merusak hutan. Kita ini malah satu-satunya negara yang sudah melakukan inventarisasi hutan," kata Bob Hasan (Harian Kompas, 19 April 2020).

Bantah merusak hutan

Profil Bob Hasan juga tak lepas dari kontroversi.

Bob Hasan menyatakan bahwa orang selama ini sering salah persepsi terhadapnya.

Sebagai pemegang HPH ia juga sering dituding sebagai biang perusakan hutan.

"Untuk kayu lapis diameter minimal pohon yang diperlukan adalah 50 cm, itu saja sudah berarti dilakukan sistem tebang pilih," kata dia.

Sedang untuk industri kertas yang tidak membutuhkan diameter tertentu, Bob mengakui memang melakukan tebang habis.

Namun itu pun telah diimbangi dengan penanaman kembali di hutan tanaman industri.

"Dan untuk penanaman ini bisa memperkerjakan tenaga kerja hingga 50.000 orang setiap tahunnya," tutur Bob Hasan.

Bob mengatakan, sebenarnya Indonesia hanya memotong hutan kurang dari 0,2 meter kubik/tahun/ha.

Jadi luas hutan Indonesia yang 143 ha, hanya dipotong kayunya sejumlah 30 juta meter kubik per tahun (Harian Kompas, 31 Agustus 1993).

Sedang hutan di Midwest, telah dijadikan ladang kedelai atau AS bagian selatan yang menjadi ladang kapas.

AS juga mengalami banyak masalah lingkungan seperti kebakaran hutan dan banjir setiap tahun.

Begitu pula Australia yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah merah tanpa pepohonan.

Ia berpendapat, serangan negara maju itu lebih disebabkan kekhawatiran bahwa Indonesia akan menjadi pesaing mereka di dalam perdagangan internasional.

Hal itu sudah tampak dalam pengenaan bea masuk sebanyak 8,2 persen terhadap ekspor kayu lapis Indonesia ke AS.

Sementara Brasil hanya empat persen, sedang Filipina dan Malaysia bebas.

Indonesia, menurut Bob Hasan, merupakan satu-satunya negara yang memberikan alokasi khusus terhadap proyek penghutanan kembali sebesar 450 dollar AS per tahun.

Bob Hasan pula yang mendirikan pabrik bubur kertas PT Kiani Kertas .

Tahun 1994, perusahaannya membangun pabrik pulp pertama di Kalimantan Timur di atas areal seluas 400 ha.

Pembangunan pabrik bubur kertas itu menelan dana sebesar 875 juta dollar AS (Rp 1,7 triliun).

Dana tersebut, sebagian akan dibiayai dengan modal sendiri sebesar 130 juta dollar AS.

Mendirikan Gatra dan dipenjara Bob Hasan merambah bisnis media dengan mendirikan Majalah Gatra di tahun 1994.

Kelahiran media baru tersebut mendapat dukungan penuh dari Presiden Soeharto.

Bisnis lain juga digelutinya antara lain otomotif, asuransi, dan keuangan.

Karier bisnis sempat mengalami masa suram saat dirinya harus mendekam di Penjara Nuasakambangan.

Dia divonis dua tahun penjara Bob karena menjadi pemegang saham PT Mapindo, yang terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan negara senilai 243 juta dollar AS.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rekam Jejak Bisnis Kayu Bob Hasan, Raja Hutan di era Orde Baru"

Tag

Editor : Moh. Habib Asyhad