Waduh, Ada Penyidik KPK Tak Diberi Akses untuk Masuk Kantor Antirasuah Tersebut, Sosok Polisi Aktif Ini Akhirnya Angkat Bicara

Rabu, 05 Februari 2020 | 17:15

Ilustrasi KPK

Suar.ID -Kembali ada kabar heboh dari kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kali ini muncul kabar yang beredar menyebut bahwa seorang penyidik KPK enggak diberi akses masuk ke Gedung Merah Putih.

Yang juga jadi perhatian, penyidik bernama Rosa itu juga enggak diberi gaji oleh KPK.

Baca Juga: Sungguh Nahas, Jari Anak SMP di Malang Ini akan segera Diamputasi akibat Dibully Temannya, Dua Sosok Penting Ini Malah Sebut Itu Hanya Candaan

Sekadar informasi, Kompol Rosa merupakan salah satu penyidik yang menangani kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) yang menyeret eks caleg PDIP Harun Masiku dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Ketua KPK Firli Bahuri meluruskan polemik soal Rosa.

Kita tahu, walau menjabat sebagai Ketua KPK, Firli Bahuri adalah seorang polisi aktif.

Dia mengatakan Rosa bukan lagi bagian dari KPK.

Maka dari itu tak ada upaya penghalangan Rosa untuk masuk ke dalam Gedung Merah Putih.

Dia bilang bahwapenyidik atas nama Rosa sudah dikembalikan tanggal 22 Januari 2020 sesuai dengan surat keputusan pemberhentian pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK sesuai keputusan pimpinan KPK.

Kata Firli, surat keputusan pengembalian Rosa ke Polri sudah ditandatangani Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa dan Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) KPK.

Ia menegaskan, pimpinan KPK tidak membatalkan keputusan untuk mengembalikan Rosa ke Polri.

"Rosa sudah diberhentikan dari penyidik KPK bersama saudara Indra sesuai dengan surat keputusan komisi terhitung mulai tanggal 1 Februari 2020 dan sudah dihadapkan ke Mabes Polri pada tanggal 24 Januari 2020," jelas Firli.

"Tolong dipahami bahwa Kompol Rosa dan Indra betul sudah dikembalikan ke Mabes Polri," Firli menegaskan.

Pernyataan Firli bertentangan dengan apa yang disampaikan Mabes Polri.

Alasannya, Mabes Polri sudah mengonfirmasi jika Kompol Rosa, penyidiknya yang ditugaskan di KPK batal ditarik.

Hal ini karena masa kerja Rosa baru habis pada September 2020 mendatang.

"Jadi kemarin ada Pak Rosa ya, itu kita tidak tarik ya. Dia tetap di KPK karena masih sampai September habis," kata Argo di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).

Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, bakal mencari tahu duduk perkara terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan.

"Nanti kami perlu konfirmasi ulang, ya. Saya coba cari informasinya seperti apa duduk perkaranya terkait informasi yang dia tidak bisa masuk dan seterusnya," kata Ali.

Kompas.com

Irjen Firli Bahuri

Kasus Harun Masiku

Markas Besar Kepolisian RI masih terus mencari keberadaan eks caleg PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku yang masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra meminta masyarakat untuk berdoa agar Harun Masiku bisa segera ditangkap oleh polisi.

"Harun Masiku kita proses penyelidikan. Kita doakan biar cepat (tertangkap)," kata Asep di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (4/2/2020).

Dia menerangkan, polisi berjanji akan terus membantu KPK untuk menangkap Harun Masiku yang kabarnya berada di luar negeri. Sebaliknya, ia meminta waktu untuk mendapatkan Harun.

"Ini bicara waktu untuk mengungkapnya, semua proses penyelidikan dimana kebaradaan bersangkutan," jelasnya.

Sementara itu, Karo Penmas Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono menjelaskan, kepolisian telah mencari Harun ke beberapa titik yang diduga keberadaanya. Di antaranya dengan mendatangi tempat tinggal hingga kantor Harun.

"Kita mencari ditempat yang bersangkutan ada, misal di keluarganya, di tempat kerja, semua pasti kita cari. Tapi sekarang belum menemukan," tandasnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memajang foto buronan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih 2019-2024 Harun Masiku di laman resmi.

Mantan caleg PDIP itu dimuat KPK dalam subkanal DPO (daftar pencarian orang) sejak 27 Januari 2020 atau tepatnya 10 hari setelah Harun dijadikan DPO pada 17 Januari.

"Teman-teman barangkali bisa melihat kami memasang DPO itu di website KPK kemudian sudah kami rilis," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Kamis (30/1/2020).

Jika ingin mengetahui data resmi Harun di laman resmi KPK, masyarakat bisa membuka tautan https://www.kpk.go.id/id/dpo/1465-dpo-harun-masiku.

Ali menambahkan, KPK juga bakalan merilis foto-foto Harun Masiku di berbagai tempat untuk memudahkan pencarian.

"Mudah-mudahan ini bisa membantu masyarakat yang tahu bisa menginformasikan kepada kami," katanya.

Kendati demikian, Ali mengaku hingga saat ini KPK belum dapat menemukan keberadaan Harun Masiku. KPK masih bekerja sama dengan Polri masih mencari Harun.

"Tentunya kami tetap proaktif mencari keberadaan yang bersangkutan bersama Polri dan ketika kemudian kami mengetahui yang bersangkutan tentu langsung kami tangkap dan bawa ke KPK untuk diperiksa lebih lanjut," ujar Ali.

Harun Masiku merupakan caleg asal PDIP yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pemulusan proses PAW Anggota DPR oleh KPK. Ia lolos dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8-9 Januari 2020.

KPK dan Polri masih memburu keberadaan Harun Masiku yang disebut-sebut berada di Indonesia. KPK sudah memasukkan nama Harun Masiku dalam DPO atau buron. KPK juga telah meminta Imigrasi untuk mencegah Harun Masiku pergi ke luar negeri.

Antara via Kompas.com

Wahyu Setiawan ditetapkan jadi tersangka suap setelah diduga menerima uang dari poltikus PDI Perjuangan.

Jerat komisioner KPU

Dalam kasus ini, KPK menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful Bahri sebagai tersangka.

Caleg dari PDIP Harun Masiku melakukan penyuapan agar Wahyu Setiawan bersedia memproses pergantian anggota DPR melalui mekanisme PAW.

Upaya itu, dibantu oleh mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP Saeful Bahri.

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun.

Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Donny selaku advokat.

Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas tak berjalan mulus.

Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Donny dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW. Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina.

Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.

Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Beredar Kabar Seorang Penyidik KPK Tak Diberi Akses Masuk ke Kantor, Ini Penjelasan Firli Bahuri

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya