Suar.ID -China sepertinya enggak pernah main-main dengan persenjataan dan kekuatan militernya.
Sekira pertengahan 2019 lalu, sebuah think tank Australia menyebut, perkembangan militer China sangat pesat.
Kondisi ini mau tidak mau membuat militer Amerika Serikat tak lagi jadi kekuatan militer utama di Asia--juga dunia.
Lembaga bernama United States Study Center dari University of Sydney ini memaparkan, strategi pertahanan Indo-Pasifik berada dalam krisis yang belum pernah ditemui sebelumnya.
Dilansir Bloomberg pada Senin (19/8/2019), penundaan pendanaan bagi militer AS yang tak terduga selama 10 tahun terakhir membuat Cina dapat meningkatkan kualitas militernya.
Menurut pemaparan studi tersebut, AS bakal kesulitan melindungi sekutunya, seperti Jepang, Australia, dan Korea Selatan.
Oleh sebab itu, negara-negara tersebut harus memperkuat militer di negara mereka sendiri untuk dapat berjaga-jaga dari kemungkinan gempuran yang dilakukan oleh Militer Cina.
Selain itu, mereka harus mulai mempertimbangkan untuk meningkatkan kerja sama dengan AS guna menjamin keamanan mereka, demikian laporan United States Study.
Laporan itu menggarisbawahi bidang-bidang di mana militer Cina telah membuat kemajuan signifikan dibandingkan AS dan sekutunya.
Salah satunya adalah di bagian rudal.
"Cina telah menempatkan serangkaian rudal dengan presisi yang luar biasa dan sistem penangkal lain dalam meminimalisir keunggulan AS," ulas laporan itu.
Hampir sebagian besar pangkalan AS di Pasifik Barat, begitu juga dengan yang dimiliki sekutu utamanya, diprediksi dapat dirontokkan dalam hitungan jam jika sedang terjadi konflik.
Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan mereka belum melihat laporan tersebut.
Namun Juru Bicara Kementerian, Geng Shuang, berujar, kebijakan militer negara mereka adalah "Pertahanan secara Alamiah".
"Prinsip Cina secara umum adalah membangun perdamaian dan kebijakan pertahanan nasional kami adalah bertahan secara alamiah," kata Geng dalam konferensi pers.
Bukan Sebuah Kejutan Besar
Laporan dari Australia tersebut diyakini bukanlah merupakan sebuah kejutan yang besar.
Pada November 2018, laporan dari Komisi Strategi Pertahanan Nasional kepada Kongres AS menunjukkan AS bakal kesulitan, dan mungkin kalah jika melawan militer yang dimiliki oleh Cina atau Rusia.
Enam bulan kemudian, laporan tahunan Pentagon menyatakan, Beijing tengah berambisi membangun militer kelas dunia dan menjadi saingan AS di kawasan Indo-Pasifik.
Dalam laporannya, Kementerian Pertahanan AS menyebut, Cina berencana mempunyai setidaknya 2.000 rudal jarak pendek, menengah, dan panjang yang bisa menjangkau target.
Baik di laut maupun di darat.
Studi itu mempertanyakan kemampuan Presiden Donald Trump dalam memimpin negaranya dalam mengimbangi kemajuan Militer Cina.
Lebih dari itu, studi ini juga memperingatkan AS terhadap kemungkinan mereka dalam menghadapi krisis tersebut.
Laporan tersebut memaparkan, Gedung Putih seharusnya dapat mempertimbangkan untuk memperkuat armada bawah laut mereka.
Lebih-lebih ketika konflik mematikan terjadi yang diakibatkan oleh peluncuran rudal hipersonik Cina.
Tetapi Kepala Komando Indo-Pasifik AS, Laksamana Phil Davidson, berkata kepada Kongres Maret lalu, dia hanya mendapat kualitas setengah dari kapal selam yang dia butuhkan.
Karena itu, sangat penting bagi negara sekutu seperti Australia maupun Jepang untuk meningkatkan kemampuan militer demi mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh militer AS.
"Selain itu, AS juga membutuhkan dukungan signifikan dan berkelanjutan dari mitra dan sekutu regional mereka untuk dapat menangkal Militer Cina," jelas laporan tersebut.
Sebagai contohnya, Australia dapat meningkatkan produksi kapal selam mereka yang sangat ideal untuk menggelar operasi di kawasan pesisir seperti Laut Cina Selatan. (Ervananto Ekadilla/Suar.ID)