Suar.ID - Tentu masih lekat dalam ingatan demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa di depan Gedung DPR RI pada September 2019 lalu.
Tak hanya mahasiswa, bahkan beberapa pelajar pun ikut turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Salah satunya adalah Lutfi Alfiandi.
Lutfi Alfiandi adalah pemuda yang fotonya viral karena membawa bendera di tengah aksi demo pelajar STM.
Lutfi ditangkap oleh polisi dan didakwa melawan aparat yang menjalankan tugas atau melanggar Pasal 212 jo 214 KUHP.
Menurut jaksa penuntut umum, saat kerusuhan, Lutfi dan pelajar lainnya telah diminta berkali-kali membubarkan diri oleh aparat.
Namun, saat itu ia dan massa tetap bertahan berada di kawasan DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Lutfi dan massa lainnya malah tak menghiraukan peringatan aparat, bahkan merusuh dengan melemparkan batu ke arah polisi.
Ia juga didakwa merusak fasilitas umum dan melakukan kekerasan terhadap aparat polisi atau melanggar Pasal 170 KUHP.
Sebab, Lutfi disebut terus-menerus melemparkan batu, petasan, botol air mineral, bambu, dan kembang api ke arah pot bunga dan pembatas jalan sehingga tidak dapat digunakan.
Selain itu, Lutfi juga didakwa Pasal 218 KUHP lantaran tidak pergi dari kawasan DPR meski aparat kepolisian telag meminta untuk pergi sebanyak tiga kali.
Lutfi malah bertahan dan terus membuat kerusuhan.
Dalam sidang yang dilaksanakan Senin (20/1/2020), Lutfi mengaku dianiaya oknum penyidik saat ia dimintai keterangan di Polres Jakarta Barat.
Lutfi membeberkan bahwa dirinya terus menerus diminta mengaku telah melempar batu ke arah polisi.
"Saya disuruh duduk, terus disetrum, ada setengah jam lah. Saya disuruh ngaku kalau lempat batu ke petugas, padahal saya tidak melempar," ujar Lutfi di hadapan hakim seperti dikutip dari Kompas.com.
Lutfi saat itu merasa tertekan dengan perlakuan penyidik terhadapnya.
Sebab, ia disuruh mengaku apa yang tidak diperbuatnya.
Desakan itu membuat dia akhirnya menyatakan apa yang tidak dilakukannya.
"Karena saya saat itu tertekan makanya saya bilang akhirnya saya lempar batu. Saat itu kuping saya dijepit, disetrum, disuruh jongkok juga," kata Lutfi.
Namun, penyiksaan itu terhenti saat polisi mengetahui foto Lutfi viral di media sosial.
"Waktu itu polisi nanya, apakah benar saya yang fotonya viral. Terus pas saya jawab benar, lalu mereka berhenti menyiksa saya," ujar dia.
Pengamat Kepolisian dari Institut for Security an Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengatakan, penganiayaan dan aksi kekerasan oknum kepolisian memang sering terjadi kepada pelaku kejahatan.
Bahkan, kata dia, sudah bukan hal baru jika jalan kekerasan dilakukan untuk mengejar pengakuan tersangka.
"Aksi kekerasan polisi pada tersangka itu bukan hal yang asing," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Selasa (21/1/2020).
Bambang mengatakan, penggunaan cara-cara kekerasan yang sering dilakukan oknum polisi untuk mengejar pengakuan tersangka tentu jauh dari kata manusiawi.