Suar.ID - Tepat pada 1 Januari 2020, hujan lebat melanda beberapa kawasan di Pulau Jawa, daerah terdampak dari hujan tersebut adalah Jakarta.
Kota ini memang rawan mengalami banjir sejak banjir terparah yang terjadi pada tahun 2007 silam.
Sementara banjir terus melanda, Jakarta disebut sebagai kota pertama yang mungkin akan tenggelam laiknya Venesia yang memiliki laju 2mm per tahun.
Daerah-daerah di Jakarta utara, termasuk tembok laut yang dirancang untuk melindunginya, diperkirakan tenggelam sekitar 25 cm dalam setahun.
Sebuah situs berbasis di Inggris The Guardian, menyebut Jakarta tenggelam karena amblesan.
Mereka juga memberikan gambaran bagaimana skenario amblesnya Jakarta dan upaya penyelamatan yang membutuhkan biaya hingga Rp 555 triliun.
Masalah amblesan ini diperburuk oleh ledakan blok apartemen baru, pusat perbelanjaan dan bahkan kantor pemerintah yang meskipun ada pembatasan resmi pada ekstraksi air tanah.
Tidak hanya mengambil air dari tanah, tetapi juga menambah beratnya.
Konkretisasi Jakarta juga menyebabkan peningkatan limpasan, membuat banjir terasa lebih buruk sementara hal itu membuat air tidak meresap kembali dan menjadi persediaan air tanah.
Ketika bahaya amblesan terus meningkat, bahaya banjir dan bencana tumbuh disebabkan oleh gelombang laut yang menghancurkan.
Air sungai di musim hujan membengkak dan membentur tepian gravitasi sehingga tidak membantunya mengalir sampai teluk.
Belanda - mantan negara penjajah - yang pernah singgah di Jakarta pun pernah berupaya mengendalikan banjir dengan membangun jaringan kanal dalam upaya mengendalikan aliran air.
Tetapi belum tuntas, dan kini para insiyur dan pengusaha Belanda disebut menawarkan proposal untuk mengendalikan air untuk kembali ke tanah.
Tawaran untuk menyelamatkan Jakarta adalah dengan rencana dramatis dan kontroversial, yang disebut "Giant Sea Wall" dan proyek "Great Garuda".
Tawaran proposalnya membutuhkan biaya 40 miliar Dollar AS untuk membuat tanggul besar melengkung 25 mil melintasi Teluk Jakarta.
Ini akan menciptakan laguna buatan manusia yang besar dengan megacity pantai baru yang dibangun disekitar tanah reklamasi.
Proyek ini, yang secara resmi dikenal sebagai program "Pengembangan Pesisir Terpadu Ibukota Nasional" (NCICD), didukung oleh bantuan dari pemerintah Belanda.
Reklamasi tanah direncanakan untuk membuat 17 pulau di lepas pantai kota, dan dirubah menjadi konsep ambisius untuk kota di tepi laut baru.
Menyebar keluar dari dinding laut dalam bentuk garuda.
Dari atas ilustrasi ini sangat mirip dengan pulau Palm buatan di lepas pantai Dubai, calon pengembangnya juga mencari inspirasi lebih dekat dan berencana membangun gedung pencakar langit yang mewah laiknya Pulau Sentosa Singapura.
Champions mengatakan "Giant Sea Wall" akan segera menjadi satu-satunya cara untuk menyelamatkan kota dari bencana banjir yang melanda.
Tetapi sekema itu tampaknya bukan pilihan terbaik, dan justru terperosok dalam gugatan hukum, skandal, dan kontroversi moral.
Khusunya penggusuran massal desa nelayan, dan komunitas tepi laut.
Koalisi ilmuwan Indonesia, aktivis tanah dan penduduk lokal mengatakan itu adalah proyek aneh dan tidak perlu yang akan mendatangkan bencana lingkungan dan sosial.
Mereka berpendapat kehidupan komunitas nelayan tradisional dihancurkan ketika penggusuran massal diberlakukan.
Mereka juga mengklaim bahwa membentur teluk akan mengubahnya menjadi "septik laguna" dari air tawar yang terperangkap.
Dengan sedikit pengolahan limbah untuk air sungai yang mengalir ke teluk, upaya perusahaan ini untuk "membersihkan" pantai Jakarta bisa berakhir dengan efek sebaliknya.
Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judul: Disorot Dunia Sebagai Kota Paling Potensial Tenggelam, Beginilah Skenario Gila Untuk Menyelamatkan Jakarta yang Butuh Biaya Hingga Rp555 Triliun