Pernah Di-PHP Jadi Wakil Presiden oleh Jokowi, Sosok Ini Akhirnya Buka-bukaan Soal Adanya Praktik Jual Beli Pasal dan Diamini oleh Lembaga Ini

Jumat, 20 Desember 2019 | 08:30
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com

Mahfud MD

Suar.ID -Selain kerap kacau balau, ternyata tak jarang ada pasal-pasal yang bisa "dipesan" alias "diperjual-belikan".

Begitulah yang disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.

Tujuan pemesanan ini, menurutnya, tentu untuk kepentingan golongan tertentu.

"Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum itu sering kacau balau, ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan itu ada," kata Mahfud dalam acara "Temu Kebangsaan: Merawat Semangat Hidup Bersama" di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).

Pasal-pasal pesanan itu, kata Mahfud, tidak hanya muncul dalam undang-undang, tetapi juga peraturan daerah.

"Disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu," ujarnya.

Di samping itu, masih banyak peraturan yang tumpang tindih, mulai dari bidang perpajakan hingga perizinan.

Oleh sebab itu, Mahfud mengatakan, Presiden Joko Widodo bakal memprioritaskan pembuatan omnibus law untuk menyelaraskan ratusan peraturan yang berbeda-beda dan tumpang tindih menjadi satu peraturan perundang-undangan.

Mahfud menambahkan, persoalan hukum lainnya yang ada di Indonesia adalah bidang penegakan.

Ia menyebutkan, saat ini tak jarang rasa keadilan ditabrak oleh formalitas-formalitas hukum hingga otoritas-otoritas pihak tertentu.

Di situlah, kata dia, hukum harus benar-benar ditegakkan.

"Rasa keadilan sering ditabrak oleh formalitas-formalitas hukum, oleh otoritas-otoritas yang mengatakan 'Kamu berpendapat begitu, kami kan yang memutuskan' misalnya. Lalu timbullah rasa ketidakdilan," kata Mahfud.

Tribunnews.com/Theresia Felisiani
Tribunnews.com/Theresia Felisiani

Mahfud MD saat datang ke istana negara, Senin (21/10/2019).

Diamini Formappi

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengamini dugaan Menko Polhukam Mahfud MD soal adanya praktik jual-beli pasal atau aturan hukum dalam proses legislasi di DPR.

Ketua Formappi Lucius Karus mencontohkan soal UU KPK No 19/2019 yang disebutnya sebagai undang-undang 'siluman' karena proses pembahasannya tak pernah diketahui publik.

"Banyak sinyalemen, banyak RUU lain juga mengalami proses yang sama. RUU KPK saya kira juga masuk dalam kategori siluman gitu ya," kata Lucius di kantor Formappi, Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (19/12/2019).

"Tidak pernah jelas rencananya seperti apa, kenapa tiba-tiba dibahas dan dalam waktu singkat di tengah protes publik yang begitu keras, mereka masih mengusahakannya," tambahnya.

Menurut dia, pengesahan UU KPK yang waktu itu terkesan sangat cepat menampakkan kepentingan DPR itu sendiri.

Kepentingan itu adalah agar praktik korupsi makin bebas.

Lucius mengatakan, banyak pasal-pasal dalam UU KPK yang terindikasi merupakan pesanan koruptor yang merasa diintai KPK.

ANTARA FOTO
Indrianto Eko Suwarso

Suasana Rapat Paripurna ke-16 DPR masa sidang V di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/5/2019). Rapat paripurna tersebut beragenda Pidato Pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2018-2019.

"Makin ke sini kan kepentingan untuk bebas korupsi itu kelihatan. Misalnya, mengeluarkan grasi untuk koruptor atau Perppu KPK juga tidak pernah keluar. Itu hanya janji manis untuk meredakan aksi massa," tuturnya.

"Hal-hal itu saya kira ada pesanan dan jelas pesanan dari koruptor atau minimal calon koruptor yang sudah mulai diintai KPK," kata Lucius.

Selanjutnya, Lucius meminta DPR lebih terbuka ketika memulai pembahasan suatu rancangan undang-undang (RUU).

Apalagi, kata dia, saat ini DPR telah menetapkan program legislasi nasional (prolegnas) 2020-2024.

Ia mengingatkan bahwa publik memiliki hak untuk mengawasi keputusan DPR.

"Harus patuh pada prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU 12 Tahun 2011. Dan itu harus dilakukan secara terbuka. Hanya dengan terbuka publik mempunyai ruang melakukan kontrol terhadap segala sesuatu yang diputuskan di DPR," tegas Lucius.

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya