Suar.ID -Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) belum lama ini menemukan temuan tak biasa di pada sejumlah kepala daerah.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin.
Ia mengungkapkan bahwa ada sejumlah Kepala Daerah yang memiliki rekening kasino di luar negeri.
Dikutip dari Tribunnews.com, Kiagus menduga kepemilikan rekening kasino tersebut merupakan salah satu modus kepala daerah dalam tindak pidana pencucian uang.
” PPATK menelusuri transaksi keuangan beberapa kepala daerah yang diduga melakukan penempatan dana dalam bentuk valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar ke rekening kasino di luar negeri,” ujar Kiagus di kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2019).
Kendati demikian, Kiagus enggan mengungkap siapa saja kepala daerah yang mempunyai rekening di tempat-tempat perjudian tersebut.
Menanggapi temuan PPATK, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku akan berkoordinasi dengan PPATK.
Menurut Tito, Kemendagri bisa menindak para kepala daerah melalui mekanisme pengawasan yang dilakukan para inspektorat di daerah.
"Kita tanya dulu ke PPATK, kemudian nanti mungkin kalau ada perlu pendalaman kita bisa saja menanyakan ke yang bersangkutan kalau memang betul ada datanya," ujar Tito seusai menghadiri Mukernas V PPP di Hotel Grand Sahid Jaya, Sabtu (14/12/2019).
Mantan Kapolri itu juga mempersilakan para aparat penegak hukum untuk ikut menyelidiki kasus tersebut.
"Kalau seandainya pihak lain juga mau melalukan penyelidikan, penegak hukum, ya bisa juga," kata Tito.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang enggan merespons lebih jauh soal temuan PPATK walau menyebut bukan tidak mungkin KPK akan mengusut temuan tersebut.
"Saya kalau (soal temuan) PPATK enggak boleh ngomong.
"Yang sudah disampaikan PPATK, kami tidak boleh ngomong di publik," kata Saut di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (15/12/2019).
Menurut Saut, pada dasarnya KPK harus menelusuri temuan seperti itu dengan hati-hati.
Di sisi lain, Saut menilai temuan PPATK itu bisa saja menunjukkan salah satu modus kepala daerah menyimpan uangnya.
Saut mengatakan, KPK dan PPATK sebetulnya sudah bekerja sama dalam menangani dugaan korupsi.
Misalnya dalam mendalami kerugian negara atau keterlibatan seseorang dalam suatu kasus.
"Ya itu bisa saja terjadi kan, tapi kalau memang uang pribadinya dia kan harus tahu dulu dari mana sumber uang itu.
"Kan KPK selalu memasuki predicate crime-nya harus jelas dulu, enggak boleh tiba-tiba begitu saja (menjerat).
"Kalau dia emang punya usaha gimana?" kata dia.
"Itu kita lihat nanti didalaminya pelan-pelan.
"Makanya, hati-hati data PPATK tidak boleh dibuang begitu saja ke publik karena ekonomi bisa kacau, kepercayaan perbankan, dan lain-lain," ucap dia.
Senada dengan Saut, anggota Komisi III DPR dari Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, PPATK semestinya tidak merilis temuan tersebut ke hadapan publik.
"Saya ingin mengkritisi PPATK.
"Menurut aturan, itu kan tidak boleh dipublikasikan.
"Mestinya PPATK itu kalau ada transaksi mencurigakan kan dianalisis itu ada indikasi perbuatan atau tindak pidananya atau tidak," kata Arsul saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (15/12/2019).
Baca Juga: Mengaku Lupa Diri hingga Akhirnya Hamil Sebelum Menikah, Artis Ini Coba Mengubah Kutukan jadi Berkah
Jika hasil analisis PPATK menunjukkan adanya indikasi transaksi mencurigakan, kata Arsul, seharusnya temuan itu diteruskan ke aparat penegak hukum.
Namun, jika aparat penegak hukum tak bergerak, masih kata Asrul, PPATK seharusnya melaporkan ke Komisi III atau pihak terkait lainnya.
"Bukan itu transaksi mencurigakan disampaikan ke publik, tapi kemudian tidak ada proses hukumnya," ujar Arsul.
Arsul mengatakan, tidak ada maknanya jika PPATK hanya menyampaikan temuan mereka ke publik tanpa adanya tindakan analisis.
Belum lagi jika PPATK sudah telanjur mengumumkan ke publik, tetapi kemudian tidak terbukti ada tindak pidana, hal itu justru disebut mempermalukan yang bersangkutan.
Ke depan, Komisi III berencana untuk membahas hal ini dalam rapat kerja bersama PPATK.
"Jadi mestinya yang saya kritisi, coba PPATK dalami, analisis lebih tajam lagi ya itu ada indikasi pidananya atau tidak.
"Kalau cuma sekali lagi, hanya sampai di media ya kemudian tidak ini (didalami), ini akan menimbulkan prasangka, suudzon, dan lain sebagainya," kata Arsul.
(Ardito Ramadhan)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kepala Daerah Punya Rekening Kasino di Luar Negeri: Dari Temuan PPATK hingga Tanggapan Mendagri dan KPK".