Suar.ID -Sebelumnya Presiden Jokowi sempat menyebutkan mengenai aturan hukuman mati bagi koruptor.
Menurutnya hukuman ini bisa diterapkan jika ini merupakan kehendak rakyat.
Meski begitu Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Partai Golkar, Adies Kadir malah mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan.
Ia mengatakan kalaupenerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi harus dipilah dan tidak boleh disamaratakan.
Misalnya, Ia mencontohkan, bagi terpidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga triliunan rupiah, maka koruptor itu layak mendapat hukuman mati.
"Terkait pula dengan hukuman mati pada koruptor, koruptor itu tentu kita pilah ya hukuman mati itu ya koruptor yang merugikan negara triliunan itu sudah pantas dihukum mati," kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Sementara itu, menurut Adies, bagi terpidana korupsi yang merugikan negara sekitar 50 sampai 100 juta sebaiknya tidak dihukum mati.
"Kalau koruptor yang cuma 50 sampai 100 juta ngapain dihukum mati, kasihan juga kan dia masih bisa bertobat, ya. Allah saja bisa memaafkan, apalagi manusia," ujar Adies seperti dilansir dari berita Kompas.com "Wakil Ketua Komisi III: Koruptor Triliunan Rupiah Layak Dihukum Mati".
Baca: Tak Selaras dengan Pemberian Grasi, Soal Hukuman Mati Koruptor PKS Sebut Jokowi Keliru
Baca: Respons ICW Sikapi Pernyataan Jokowi Soal Hukuman Mati Bagi Koruptor
Adies mengatakan, harus ada batasan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh koruptor untuk menentukan apakah koruptor itu layak diberikan hukuman mati atau tidak. Hal ini dinilai dapat menimbulkan efek jera bagi para koruptor.
"Misalnya di bawah 1 juta, di bawah 1 miliar, di atas 10 miliar, sampai triliunan itu harus ada batasan hukumannya, agar memberikan efek jera kepada mereka agar supaya tidak main-main lagi membawa uang negara triliunan," ucapnya.
Lebih lanjut, Adies mengatakan, jika masyarakat menyampaikan aspirasi untuk menghukum mati para koruptor yang merugikan negara hingga triliunan adalah hal yang wajar.
Menurut Adies, Komisi III akan membahas aspirasi tersebut bersama ahli-ahli hukum dan pemerintah.
"Tinggal keinginan masyarakat, kalau masyarakat sebagian besar menginginkan tentunya DPR harus melaksanakan keinginan masyarakat tersebut, tidak bisa kita," pungkasnya.
Berawal dari Jokowi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.
Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.
"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi usai menghadiri pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Baca: Respons ICW Sikapi Pernyataan Jokowi Soal Hukuman Mati Bagi Koruptor
Jokowi meyakini, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat, maka DPR akan mendengar. Namun, ia menekankan, semuanya akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.
"Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," kata dia.
Saat ditanya apakah pemerintah akan menginisiasi rancangan atau revisi UU yang memasukkan aturan soal hukuman mati bagi koruptor, Jokowi tak menjawab dengan tegas.
Kata Mahfud MD
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa dirinya sepakat mengenai hukuman mati terhadap para koruptor.
Hal itu disampaikan oleh Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam sebelum menghadiri rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Selasa (10/12/19).
Ia mengungkapkan setuju dengan wacana tersebut, karena koruptor sudah merusak nadi bangsa Indonesia.
"Saya sejak dulu sudah setuju, karena itu merusak aliran darah sebuah bangsa yang dirusak oleh koruptor itu," ujar Mahfud MD dikutip dari YouTube Kompas TV.Mahfud MD mengatakan tidak perlu lagi membuat instrumen baru yang mengatur soal hukuman mati bagi koruptor bila memang akan serius mulai diterapkan.
Pasalnya, Mahfud MD juga menyebut hukuman mati untuk koruptor sudah diatur dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Sebetulnya kan sudah ada hukuman mati," ungkap Mahfud MD.
Mahfud MD pun telah menyetujui gagasan hukuman mati bagi koruptor sejak lama, khususnya korupsi besar yang terbukti dilakukan karena keserakahan.
"Koruptor itu bisa dilakukan hukuman mati kalau dilakukan pengulangan," katanya.
Menurutnya, hukuman mati itu bisa diterapkan jika koruptor tersebut selain melakukan pengulangan juga melakukan korupsi saat terjadi bencana.
"Atau melakukan korupsinya ada bencana, itu sudah ada," jelasnya.
Namun, ia mengungkapkan, kriteria bencana yang dimaksud tersebut belum ada rumusannya.
"Tapi kriteria bencana itu sekarang belum dirumuskan," tambah Mahfud MD.
Kata Politisi PKS
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil juga memberikan pendapatnya mengenai pernyataan Presiden Jokowi mengenai hukuman mati untuk koruptor.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan, hukuman mati bisa diterapkan bagi pencuri uang negara atau koruptor.
Wacana ini muncul saat presiden menjawab pertanyaan siswa SMK, yang bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Senin (9/12/2019).
Nasir Djamil mengatakan, Presiden Jokowi keliru jika mengatakan bahwa hukuman mati berdasarkan kehendak masyarakat.
Menurutnya, ada Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah mengatur hukuman bagi koruptor.
"Menurut saya Pak Jokowi itu keliru kalau mengatakan bahwa hukuman mati berdasarkan kehendak masyarakat, karena UU Tipikor sendiri itu mengatur," ujar Nasir Djamil dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (10/12/2019).
Menurut Nasir, peraturan hukuman mati telah termuat dalam Undang Undang Hak Asasi Manusia, Undang Undang Psikotropika dan Undang Undang Tipikor.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul"Anggota DPR: Kalau Korupsi Cuma Rp 100 Juta Ngapain Dihukum Mati? Kan Masih Bisa Bertobat".