Suar.ID - Seorang ayah di Singapura secara sadis menyiksa anaknya yang berusia 5 tahun hingga tewas.
Pria bernama Ridzuan Mega Abdul Rahman tersebut, dihadirkan dalam sidang bersama istrinya, Azlin Arujunah, karena membunuh putra mereka.
Pasangan suami istri tersebut menyiksa sang anak dengan cara yang sadis.
Mereka sering menyiramkan air panas kepada anaknya dan tidak segera menolongnya atau membawa ke rumah sakit.
Sampai akhirnya sang anak pun tewas pada tahun 2016 silam.
Dilansir dari Channel News Asia, Jumat (15/11/2019), bocah malang itu sempat tinggal bersama keluarga asuh sebelum kembali kepada ayah dan ibunya di usia empat tahun.
Psikolog dari Institut Kesehatan Mental (IMH) Leung Hoi Ting memberikan kesaksian terkai Ridzuan dalam persidangan Jumat siang.
Dia telah melakukan wawancara dengan pria 27 tahun itu di Rumah Sakit Changi sekitar dua bulan sejak kasus penyiksaan tersebut terungkap.
Leung mencoba mengorek terkait masa kecil pelaku, termasuk bagaimana pengalaman hidupnya, dan juga melakukan pemeriksaan atas kecerdasan Ridzuan.
Pemeriksaan intelektual itu mencakup dua komponen: penilaian standar, serta penilaian fungsi adaptif dari individu yang bersangkutan.
Hasilnya, diketahui kecerdasan Ridzuan berada di kisaran "sangat rendah ke rendah".
Meski begitu, dia tidak mengalami disabilitas.
Pengacara terdakwa Eugene Thuraisingam mengatakan, nenek Ridzuan yang berprofesi sebagai petugas kebersihan sering menyebutnya 'bodoh'.
Sementara pamannya mengaku tidak bisa memahami perilaku Ridzuan karena dia sering berbicara cepat, dan kalimatnya sukar dipahami.
Namun, saat hakim menanyakan apakah faktor itu berasal dari fungsi adaptifnya, Leung dengan tegas menyatakannya tidak.
"Jika itu yang dijadikan patokan, tentunya ada cukup banyak orang yang bisa dikategorikan rendah dalam hal fungsi adaptif," terangnya.
Thuraisingam menunjukkan masa kecil Ridzuan yang lain.
Seperti fakta bahwa dia tidak terlalu bagus dalam mata pelajaran SD.
Sebaliknya, dia malah 'bangga' jika mendapat nilai nol di ujian.
Dia disebut cenderung menghindari tugas yang dia tidak suka.
"Kemudian ia sering membolos, lebih suka bermain di sebuah geladak, serta meminta bibinya untuk mengerjakan PR-nya," ujar Thuraisingam.
Jika bibinya tidak bisa menyelesaikan tugasnya, maka Ridzuan akan memukul tangan sang bibi menggunakan penggaris dalam kemarahannya.
Leung kemudian menjawab dia akan menanyai Ridzuan mengapa dia 'bangga' ketika mendapat nilai nol di sekolah, dan menyebut ada banyak alasan mengapa dia tidak pandai.
Namun, Leung memberikan prediksi bahwa 'kegembiraan' Ridzuan kemungkinan berasal dari sikap ibu ataupun neneknya yang sering mengabaikannya.
Jika nantinya terbukti secara sengaja menyiksa putranya hingga tewas, Ridzuan terancam menghadapi hukuman mati, atau seumur hidup dengan dicambuk.