Suar.ID -Tak lama setelah kehilangan Nike Ardilla, Indonesia harus kembali kehilangan salah satu artis terkenalnya.
Artis bertubuh subur Tarida Gloria (saat itu 33) dipanggil menghadap Sang Pencipta pada April 1995 di Amerika Serikat.
Ida, demikian ia biasa dipanggil, meninggal dunia di Rumah Sakit West Side, Los Angeles (LA), Amerika Serikat, Minggu, 14 April 1995 pukul 20.19 waktu setempat.
Sebelumnya, bintang film yang juga bergabung dengan Teater Koma ini dirawat 2 hari di rumah sakit tersebut.
Delapan bulan sebelum meninggal, Ida memang berada di LA, mengikuti program pendalaman akting dan penyutradaraan di University California of LA.
"Sepuluh hari lalu, sekolah Ida sudah selesai. Makanya, kami tidak memperpanjang sewa apartemen, dan pindah ke rumah Desy, teman kami," tutur Rita, kawan sekamar Ida di LA, saat dihubungi NOVA.
Kamar mandi dibuka paksa
Dituturkan Rita, semulaia dan Ida merencanakan kembali ke Indonesia tanggal 2 April.
"Tapi karena saya masih ada urusan, maka kepulangan itu ditangguhkan sampai 23 April. Ternyata malah ada kejadian ini," kata Rita sambil lerisak.
Kepergian Ida memang tak terduga.
Kamis (13/4) pagi, Rita masih asyik berbincang dengan Ida.
"Kebetulan Desy sedang keluar. Jadi, cuma kami berdua di rumah. Kami ngobrol macam-macam. Salah satunya yang saya ingat, Ida bilang, kalau punya duit ingin mendirikan panti wreda. Katanya, sih, dia suka sedih melihat kaum manula yang hidupnya telantar," tutur Rita.
Sekitar pukul 12.30 waktu setempat, Ida pergi mandi.
Sebelumnya, kata Rita, ia berlenggak-lenggok dulu di depan pintu kamar mandi sembari melambaikan tangan.
"Daag... Ike mandi dulu, ya?" pamitnya seperti diceritakan Rita.
Begitu Ida mandi, Rita makan siang dan ketiduran.
Sekitar pukul 14.00, Rita terbangun dan melihat Desy sudah pulang.
"Waktu Desy menanyakan Ida, saya santai saja menjawab, lagi ada di kamar mandi."
Rita baru terlonjak kaget ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 14.15.
Buru-buru ia ke kamar mandi.
"Saya ketok pintu yang masih tertutup. Tapi nggak ada jawaban. Semula kami kira Ida bercanda. Lama-lama, kami pun panik. Akhirnya, pintu kami buka paksa. Di dalamnya, Ida sudah tak sadarkan diri," tutur Rita yang segera menelepon ambulans.
Ida pun dilarikan ke rumah sakit.
Sambil menunggu hasil pemeriksaan, Rita mengabari keluarga Ida di Jakarta.
Jumat (14/4/1995), Agnes, adik Ida langsung terbang ke LA.
"Waktu saya sampai di sana, Ida sudah koma. Macam-macam selang menempel di tubuhnya. Dokter bilang, Ida kena stroke dan mengalami perdarahan di otaknya. Saya sudah pasrah. Dalam hati saya berdoa, kalau Tuhan memang mau memanggil Ida, ya, biarlah saya terima," kisah Agnes dari LA.
Bersama teman-teman Ida, Agnes kemudian mengadakan kebaktian bersama di rumah sakit untuk mendoakan Ida.
Tak disangka, setelah itu Ida terjaga. Begitu melihat Agnes dan beberapa temannya di situ, ia menitikkan air mata.
"Kami gembira sekali dan menganggapnya sebagai mukjizat. Melihat reaksi itu, dokter mengatakan, ada harapan bagi Ida untuk sembuh. Apalagi, saat diperiksa, tekanan darah Ida kembali normal. Namun dokter juga bilang, kalaupun sembuh, kemungkinan Ida mengalami lumpuh separuh badan."
Sayang, kegembiraan Agnes dan teman-teman Ida tak berlangsung lama.
Karena sejurus kemudian, Ida menghembuskan napas terakhir.
"Rupanya Tuhan berkehendak lain," kata Agnes.
Hobinya makan enak
Kabar duka itu segera disampaikan ke Jakarta.
Mayora, kakak Ida, yang menerimanya.
"Saya benar-benar terpukul mendengarnya. Rencananya, kan, Ida segera pulang. Malah, dia sudah menyiapkan banyak oleh-oleh buat saudara dan para keponakannya," kata Mayora.
Dia menambahkan, Ida memang sangat akrab dan sayang dengan keponakannya.
Di mata Mayora, Ida sangat perhatian pada keluarganya.
"Padahal, dia bukan anak sulung, lo," kata Mayora.
Sebelum berangkat ke Amerika, "Dia berpesan agar kami semua hati-hati di rumah. Selama di sana pun, dia rajin menelepon menanyakan keadaan di rumah, apakah semuabaik-baik. Pokoknya, dia begitu care."
Satu kenangan yang tak bisa dilupakan Mayora dari sosok Ida salah satunya adalah kebiasaan makannya.
"Sedari kecil, dia hobi makan yang enak-enak. Dan kalau makan, porsinya nggak pakai ukuran lagi. Kalau dikasih tahu untuk mengurangi makan. dia malah bilang, kalau kurus bisa nggak laku di dunia akting. Makanya, dia sengaja menjaga badannya tetap gemuk,"papar Mayora.
Biasanya, berat badan anak ke-4 dari 5 bersaudara ini baru berkurang jika bepergian lama ke luar negeri.
"Soalnya," kata Mayora, "Ida kurang selera dengan masakan setempat. Waktu di Amerika pun dia juga menelepon mengatakan, tubuhnya lebih langsing karena makannya tak banyak."
Rencananya, sekembali dari LA, Ida yang masih lajang ini berniat main sinetron.
"Dia sudah menghubungi beberapa rekan sesama artis, minta tolong kalau ada peranyang bisa dia isi. Katanya, sih, dia rindu bisa berakting di depan kamera."
"Terakhir saya menelepon Ida 2 hari sebelum dia masuk rumah sakit," kata artis Nurul Arifin.
Yang diobrolkan, kata Nurul, tak jauh dari soal bisnis.
Termasuk pula keinginan Ida untuk bisa main film atau sinetron lagi.
"Saya bilang padanya, permintaan itu sudah saya sampaikan ke Darto Joned, sutradara Warisan II. Dan dia nggak keberatan, karena kebetulan memang lagi ada peran yang lowong," tutur Nurul.
Sedianya, Senin (17/4/1995) pagi, Nurul hendak menelepon kembali Ida.
"Tahu-tahu, saya dapat kabar, Ida sudah meninggal. Saya kira itu guyonan April Mop. Makanya, saya telepon ke rumah Ida di Tebet. Eh, ternyata benar," kata Nurul yang langsung lemas saking kagetnya.
Menurut Nurul, teman-teman sesama artis menganggap Ida sebagai teman yang baik, dan juga menyenangkan diajak bercanda dan ngobrol.
"Kalau sudah ketemu dia, bawaannya pasti rame. Ada saja yang dibuat bahan pembicaraan," kata Nurul.
Selain itu, Ida juga dikenal gemar menolong teman yang kesusahan.