Suar.ID - Berlatih dengan tim pemandu soraknya dan merencanakan masa depan bersama pacarnya, Alexandra Wilshawterlihat memiliki kehidupan di universitas yang sempurna.
Namun di balik senyumnya, gadis cantik berusia 21 tahun itu diam-diam berjuang melawan kesedihan mental yang parah.
Ibunya yang berduka, Carole Fowkes (51), tahu bahwa Alexandra adalah salah satu dari sejumlah mahasiswi yang berjuang mengatasi kecemasan - tetapi dia pikir situasinya masih terkendali.
Sekarang, setelah kematian Alexandra, Carole menyerukan kepada orangtua untuk menyadari perjuangan anak-anak mereka di universitas - karena angka-angka menunjukkan seorang mahasiswa Inggrismelakukan bunuhdiri setiap empat hari.
"Semuakenangansaya tentang Alexandra adalah senyumnya. Saya tidak tahu (bunuh diri) muncul entah dari mana," kata Carole dari Bourne, Lincolnshire, Inggris.
Melansir dari Sun Online (18/10/2019), hasil pemeriksaan Alexandra menemukan bahwa dia telah mencoba bunuh diri sekali sebelumnya.
"Jikasaya tahu, saya ingin masuk (menolong)," tambahnya.
"Tapisaya tidak tahu (tentang) itu."
Saat mengantar Alexandra ke Universitas Durham pada tahun 2015.
Carole merasakan perpaduan antara kesedihan dan kebanggaan yang dirasakan semua orangtua ketika anak-anak merekapergi dari rumah untuk menuntut ilmu- tetapi dia yakin bahwa gadis "ceria"-nya akan berhasil.
"Dia murid A yang fokus dengan apa yang ada di depan... dia ingin menjadi yang terbaik dalam apa yang dia lakukan."
"Ketika dia sedang tidak belajar untuk gelar matematikanya, Alexandra pergi berpacaran, dia juga mengajari teman-temannya untuk ujian mereka, atau menjadi pemandu sorak."
"Pertarungan rahasia" dan pacar baru
Tetapi ketika Alexandramenikmati pestamaupun hidup dengan bekerja keras, dia ternyatasedang bertarung untuk mengatasi masalah kesehatan mentalnya.
"Dia akan membuat dirinya sibuk dengan berbagai situasi yang berbeda, terutama di tengah keramaian," kata Carole.
Dia tahu putrinya telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi penyakitnya - termasuk konseling dan mengambil obat anti-depresi - tetapi Alexandra akan terus-menerus meyakinkannya bahwa dia baik-baik saja dan perawatannya berhasil.
Alexandra selalu tampak bahagia selama percakapanvia ponsel atau FaceTime (aplikasi).
"Dia selalu sangat bersemangat, dia tidak merasa cemas sama sekali," tambahnya.
Dan di awal 2017, calon guru itu punya berita menarik - diapergi berkencan dengan seorang priabernama Matt.
"Saya bertemu dengannya beberapa kali, dia anak yang baik," kata Carole.
Belakangan, ketika pasangan itu semakin menjadi serius, mereka bahkan membahas hidup bersama setelah lulus dari universitas dan ingin memiliki anak.
Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Inilah yang Menyebabkan Sulli Akhirnya memutuskan untuk Mengakhiri Hidupnya
Penemuan yangmengejutkan
Namun Maret lalu, Carole dibangunkan pada jam 4 pagi oleh polisi dan mantan suaminya yang mengetuk pintu depan rumahnya.
Putrinya yang berharga telah ditemukan tergantung di rumahnya.
"(Matt) benar-benar hancur... dia mencoba untuk menghidupkannya kembali," kata manajer audit teknologi Carole, yang dijadwalkan menjemput Alexandra untuk liburan Paskah pada hari berikutnya.
Yang terjadi selanjutnya adalah "dorongan terburuk" dalam kehidupan Carole, ketika suami keduanya, manajer teknik, Steve (50),pergi ke Rumah Sakit Durham, tempat Alexandra dirawat secara intensif.
"Tolong jangan ambil matanya"
Di sana, mereka dengan sedih diberitahu tidak ada lagi yang bisa dilakukan dan Alexandra kemudian dipastikansudah mati.
Sebagai orang yang baik hati dan penuh perhatian, dia ingin organ-organnya disumbangkan.
Jadi,organ-organ - kecuali mata birunya yang memesona, disumbangkan.
"Yang saya katakan adalah, 'Saya tidak ingin mereka mengambil matanya'," kenang Carole sambil menangis.
Pada hari-hari setelah kematian Alexandra pada 18 Maret 2018, ibunya mengunjungi tubuhnya dan memeluknya.
"Menyedihkan, tapi aku tidak bisa melihatnya," katanya.
Alexandra kemudian dikremasi, dan keluarganya sejak itu menyebarkan sebagian abunya pada liburan di luar negeri.
Juli lalu,petugas medis yang memeriksa jenazah Alexandra mencatat vonis bunuh diri.
Carole tidakkuat untuk menghadiri persidangan saat itu.
Sekarang, 18 bulan kemudian, ibu yang berduka memikirkan Alexandra setiap hari dan dia sendiri yang anti-depresi pun mengakui, "Saya merasa dekat dengan bunuh diri selama beberapa saat setelah itu terjadi."
Dia masih tidak tahu apa yang menyebabkan anaknya memilih untukmengakhiri hidupnya sendiri.
Tapi dia bertekad untuk membantu orangtua lainagar tidak terjadi tragedi serupa - terutama di dunia di mana media sosial dan "harapan kuliah" telah membuat beberapa anak berjuang untuk mengatasinya.
"Ini pertama kalinya mereka jauh dari rumah dan saya tahu mereka digolongkan sebagai orang dewasa, tetapi mereka masih muda."
"Saya tidak dapat mengubah apa yang sudah terjadi pada putri saya, tetapi saya dapat membantu untuk mendukung dan memahamimahasiswalain yang merasakan hal yang sama," katanya. (Adrie P. Saputra/Suar.ID)