Suar.ID -Selasa (15/10) kepolisian Palangka Raya, Kalimantan Tengah, berhasil menyita 12 ton daun kratom.
Daun-daun ini kabarnya akan dikirim ke luar negeri.
Dilansir Antara, daun kratom ini berasal dari Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dan hendak dibawa ke Kota Pontianak.
"Rencananya akan dikirim ke luar negeri," ujar Kapolres Palangka Raya AKBP Timbul RK Siregar kepada Antara.
Mungkin dari kita banyak yang belum tahu, daun apa sebenarnya ini?
Mengapa polisi sampai capek-capek mengamankannya?
Sekitar Juli lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan agar menetapkan daun kratom (Mitragyna speciosa) sebagai narkotika golongan I.
Apalagi, menurut BNN, daun ini juga dianggap 10 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan dengan kokain dan ganja.
Kratom sendiri meruoakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara alami di Indonesia.
Menurut Dailymail pada Jumat (8/2/2019), tanaman ini diklaim berasal dari Kalimantan.
Sebuah tanaman yang dielu-elukan oleh beberapa orang sebagai obat ajaib.
Menurut keyakinan setempat, daun dari tanaman ini telah digunakan selama berabad-abad di Asia Tenggara dan Papua Nugini.
Dan digunakan untuk efek penghilang rasa sakit dan perangsang.
Kini, daunnya telah dijual dalam bentuk bubuk dan diekspor ke seluruh dunia, namun beberapa regulator kesehatan khawatir tentang kelayakan konsumsi daun ini.
Menurut Dailymail, Kratom menstimulus reseptor otak sama dengan morfin, meskipun ia menghasilkan efek lebih ringan.
"Aku mengambil Kratom dan tidak punya masalah."
"Karena memiliki beberapa manfaat yang membantu Anda rileks, serta dapat mengobati insomnia atau mengobati kecanduan narkoba," ucap Faisal Perdana pada AFP.
Kabar mengenai dampak negatif ini, juga ditepis oleh petani bernama Gusti Prabu, yang mengekspor 10 ton obat per bulan.
Ia mengatakan, "nenek moyang kita menggunakan Kratom, dan tidak ada efek samping negatif. Ini dapat membantu orang kecanduan narkoba dan membantu detoksifikasi."
Namun, karena popularitasnya, obat ini sampai tidak diregulasi dan hanya memiliki sedikit uji klinis untuk menilai keamanan dari efek sampingnya.
Kratom sendiri sudah dilarang untuk dikonsumsi di Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Sedangkan Otoritas Kesehatan Amerika Serikat, melarang importir obat-obatan ini karena dikaitkan dengan puluhan kematian.
Serta memperingatkan hal itu dapat memperburuk epidemi opioid yang mematikan.
Opioid adalah senyawa yang ditemukan di Kratom, yang membuat pengguna kecanduan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.
Meski demikian, bagi para petani di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, produksi dan permintaan Kratom naik.
Sehingga mereka mulai pindah dari komoditas tradisional seperti karet dan minyak kelapa sawit ke Kratom.
Sekitar 90% pengiriman dari Kalimantan Barat adalah Kratom yang dijual ke Amerika Serikat.
Sebabkan 152 orang meninggal, seorang bayi terlahir menjadi 'pecandu'
Di balik beragam manfaat yang diklaim dapat dihadirkannya, Kratom menyimpan bahaya, layaknya narkoba.
Dilansir dari Health.com, sebanyak 91 orang di Amerika Serikat dikabarkan meninggal, karena overdosis teh kratom.
Tak hanya itu, sepanjang 2017-2018 dilaporkan jika 152 orang meninggal, karena tumbuhan ini.
Sementara itu, seorang ibu melahirkan seorang putra yang
memunculkan gejala putus obat: gelisah, menjerit, dan membutuhkan suntikan morfin agar tetap hidup.
Sang bayi sangat kelaparan akan obat, seperti orang yang sakau.
Meski ada ketergantungan, dokter anak itu tidak menyalahkan heroin, fentanil, atau zat terlarang lainnya.
Sebaliknya, bayi itu dinyatakan tumbuh bergantung pada suplemen herbal kontroversial, yaitu daun kratom.
'Rasa aman yang salah'
Menurut sebuah laporan kasus yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics, baik wanita dan bayinya yang tidak disebutkan namanya, menjalani pemeriksaan urine yang secara khusus ditujukan untuk mencari oxycodone dan opioid lainnya.
Tetapi tes-tes itu tidak mencari kratom, obat legal yang memiliki efek opioid pada dosis tinggi.
Tanaman asal Asia Tenggara tersebut biasanya digunakan untuk mengobati rasa sakit dan mengekang keinginan seseorang untuk menggunakan narkoba.
Bertindak pada reseptor otak yang sama seperti morfin dan obat-obatan sejenis, kratom dipuji oleh beberapa orang sebagai solusi terhadap kecanduan narkoba,
Tetapi kratom justru diejek oleh Food and Drug Administration AS sebagai obat psikoaktif yang berpotensi berbahaya.
Sang ibu membantah menggunakan zat apa pun selama kehamilannya - legal atau tidak - tetapi suaminya mengatakan kepada dokter bahwa dia minum teh kratom setiap hari untuk mengobati gejala putus obat dan membantu tidurnya.
"Saya khawatir bahwa perempuan yang membuat komitmen tulus untuk mengatasi ketergantungan mereka dapat mengembangkan rasa aman yang salah dengan menggunakan zat yang diiklankan sebagai alternatif narkoba," kata Dr Whitney Eldridge, ahli neonatologi untuk BayCare Health System di Florida.
Sang ibu mungkin memiliki niat baik, tetapi karena tes tidak menunjukkan obat lain dalam dirinya atau bayi, dokternya mengatakan kratom mungkin menjadi satu-satunya penyebab kondisi putranya, yang dikenal secara klinis sebagai neonatal abstinence syndrome (NAS).
NAS adalah sebuah istilah untuk sekelompok masalah bayi yang disebabkan oleh pengaruh penggunaan narkoba yang digunakan si ibu bayi
Pada hari kedelapan hidupnya, setelah dia ‘dibersihkan’ dari opioid dan diamati tanpa obat apa pun, bocah itu dipulangkan ke orang tuanya.