Beginilah Beratnya Seleksi Kopassus TNI AD, Sampai Ada Pelatihan Mengerikan yang Dijuluki 'Minggu Neraka'

Sabtu, 05 Oktober 2019 | 14:40
Tribun Jambi

Menjadi anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD menjadi kebanggaan bagi setiap prajurit TNI AD

Suar.ID - Kopassus merupakan bagian dari Komando Utama tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat, Indonesia.

Kemampuan khusus yang dimiliki anggota Kopassus antara lain bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.

Menjadi anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD menjadi kebanggaan bagi setiap prajurit TNI AD.

Namun, untuk masuk menjadi anggota Kopassus TNI AD harus melewati seleksi yang sangat berat.

Baca Juga: Peringati HUT TNI ke 74, Ini Dia 5 Seleb Cantik yang Kini Jadi Ibu Persit, Rela Tinggalkan Dunia Artis untuk Dampingi Suami

Tidak semua prajurit TNI AD bisa masuk Kopassus.

Dilansir dari buku 'Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando', karya Hendro Subroto via Intisari, saat itu Kopassus memang tengah melakukan perampingan organisasi besar-besaran, sehingga diadakan seleksi yang berat.

Seleksi yang berat itu membuat prajurit Kopassus yang awalnya 6.400 orang, berkurang menjadi 2.500 orang.

Sehingga ada sekitar 3.900 prajurit yang tak lolos.

Prajurit-prajurit yang lolos, berikutnya akan mengikuti serangkaian pelatihan yang tidak mudah.

Mendaki gunung, menjelajah hutan, hingga berenang menyeberangi Nusakambangan.

Baca Juga: Mantan Ajudan Soeharto Ungkap Penyebab Kematian Ibu Tien Soeharto yang Selama Ini Jadi Misteri, Ini Fakta di Baliknya

Tahap akhir pendidikan komando Kopassus di Nusakambangan itu lah yang paling mengerikan, sehingga dikenal dengan sebutan 'week hell' atau minggu neraka.

Dalam bukunya itu, Sintong Panjaitan bercerita betapa beratnya seleksi yang saat itu diadakan di Sukabumi.

Seleksi itu bertujuan menilai kemapuan fisik, mental, dan kecerdasan para prajurit Kopassus.

"Diantara kegiatan latihan itu, harus menyeberangi berbagai jurang untuk latihan fisik dan mental, kurang waktu untuk tidur dan istirahat selama satu minggu, serta membaca peta dan situasi untuk uji kecerdasan," tulis Hendro Subroto berdasarkan kesaksian Sintong.

Mereka yang lulus tentu saja boleh tetap mengenakan baret merah.

Sedangkan, yang tak lulus akan ditempatkan ke dalam kesatuan baret hijau, Kostrad.

Baca Juga: Berbeda dengan Mantan Suaminya yang Tengah Menanti Kelahiran Anak Pertama dari Istri Baru, Veronica Tan Sibuk Lakukan Hal Ini, Ada Reza Rahardian Juga!

Pergantian baret itu tentu saja menimbulkan protes dari mereka yang harus mengganti baret merah ke hijau.

Satu bentuk protesnya adalah melepaskan sejumlah tembakan.

"Mereka merasa masuk TNI karena ingin menjadi anggota Korps Baret Merah, dan tidak bisa menerima kenyataan harus melepaskan baret merah di samping sudah bersumpah setia untuk menjadi pasukan komando," tulis Hendro yang menirukan kembali kesaksian Sintong Panjaitan.

Sintong pun menilai mereka yang protes melalui pelepasan tembakan memang sudah tak pantas di Kopassus.

Tindakan itu sudah melanggar disiplin militer yang patuh, dan taat pada pimpinan.

Oleh karena itu, Sintong Panjaitan pun meminta Polisi Militer AD untuk menanganinya.

Meski demikian, upacara pergantian baret pun pada akhirnya tetap dilakukan. Upacara tersebut dilakukan di Kariango, sekitar 23 kilometer dari Makassar.

Baca Juga: Biasa Terlihat Akur Bak Ibu dan Anak Kandung, Ashanty Sebut Aurel Hermansyah Sindir Dirinya, Kok Bisa?

Mereka yang tak lulus ujian tersebut berdiri tegak dalam barisan.

"Sebelum upacara dimulai mereka sudah memasukkan baret hijau ke dada di bagian dalam kemeja," tulis Hendro Subroto berdasarkan pengakuan Sintong Panjaitan.

Selanjutnya terdengar aba-aba pergantian baret.

Mereka serentak menunduk, mengambil baret hijau dari kemejanya, lalu mengenakannya ke kepalanya, dan memasukkan baret merah ke kemejanya.

Menurut Sintong Panjaitan, saat itu suasana sangat mengharukan dan beberapa anggota meneteskan air mata.

"Sintong merasa sangat terharu menyaksikan upacara itu."

"Ia mencatat di antara mereka yang berganti baret itu ada perwira berpangkat kolonel, letkol, dan mayor, walaupun sebenarnya mereka lebih suka tetap di baret merah," tulis Hendro Subroto.

Baca Juga: Demi Tampil Cantik dan Awet Muda di Depan Suami, Maia Estianty Rela Lakukan Ritual Menyakitkan Ini

Dalam buku yang berjudul Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan, yang diterbitkan QailQita Publishing, 2014, mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo membeberkan pengalamannya saat mengikuti latihan Kopassus, melansir dari Wiken.ID.

Tahap pertama adalah pemusatan pelatihan di Pusat Pendidikan Pelatihan Khusus, Batujajar, Bandung.

Di sini, calon prajurit komando dilatih keterampilan dasar seperti menembak, teknik dan taktik tempur, operasi raid, perebutan cepat, serangan unit komando, navigasi darat dan berbagai keterampilan lain.

Sedangkan tahap kedua adalah tahap hutan gunung yang diadakan di Citatah, Bandung.

Di tahap ini, para calon prajurit komando berlatih untuk menjadi pendaki serbu, penjejakan, anti penjejakan, survival di tengah hutan.

Dalam Pelatihan Survival, calon prajurit komando harus bisa hidup di hutan dengan makanan alami yang tersedia di hutan.

Dengan latihan ini prajurit komando harus bisa membedakan tumbuhan yang beracun dan dapat dimakan, dan juga mampu berburu binatang liar untuk mempertahankan hidup.

Baca Juga: Demi Perawan Pilihan, Kim Jong-un Rela Habiskan Dana Rp 51 Miliar untuk Membeli Pakaian Dalam Wanita

Tahap latihan hutan gunung diakhiri dengan long march dari Situ Lembang ke Cilacap dengan membawa amunisi, tambang peluncur, senjata dan perlengkapan perorangan.

Selanjutnya, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.

Di tahapan ini, materi Latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Para calon prajurit komando harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.

“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” kata Pramono.

Dalam latihan itu para calon prajurit komando dilepas pagi hari tanpa bekal, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.

Selama “pelolosan” si calon harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.

Kontan.co.id
Kontan.co.id

Untuk menjadi anggota Kopassus harus melewati seleksi yang berat

Dalam pelolosan itu, kalau siswa sampai tertangkap maka itu berarti neraka baginya karena dia akan diinterogasi layaknya dalam perang.

Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.

Dalam kondisi seperti itu, si prajurit harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.

Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.

Pada akhirnya, mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.

Selama tiga hari siswa menjalani latihan di kamp tawanan. dalam kamp tawanan ini semua siswa akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.

Beratnya persyaratan untuk menjadi prajurit kopassus dapat dilihat dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.

Nilai standar fisik untuk prajurit nonkomando adalah 61, namun harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.

Begitu juga kemampuan menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.

Tag

Editor : Rina Wahyuhidayati

Sumber Intisari, wiken.id