Suar.ID - Belum lama ini viral foto sebuah rumah kecil yang berdiri di tengah kompleks apartemen.
Rumah tersebut diketahui milik seorang perempuan bernama Lies (64).
Dia memilih bertahan tinggal di rumah tua yang berada di area Apartemen Thamrin Executive Residence, Jakarta Pusat, dengan berbagai alasan.
Menurutnya, rumah tersebut memiliki banyak kenangan dan ia sudah nyaman tinggal di sana.
Sejak kecil ia tinggal di rumah tersebut hingga diwariskan turun temurun dan kini menjadi miliknya.
Rumah milik ibu tiga anak ini memang sudah ada sejak dulu sebelum apartemen itu dibangun.
Hanya Lies satu-satunya yang bertahan tinggal di kompleks apartemen itu selama tujuh tahun sejak Apartemen Thamrin Executive Residence berdiri pada 2012.
Tinggal di kompleks apartemen itu telah membuat kehidupan Lies bersama suami dan anaknya tak tenang.
Baca Juga: Akibat Vape, Paru-paru Remaja Ini Dipenuhi Minyak yang Mengeras, Kemungkinan Rusak Seumur Hidup
Dia harus menghadapi berbagai kesulitan sebagai konsekuensi dari sikapnya yang memilih bertahan di rumah itu.
Rumah Lies sering kali dianggap benalu yang harus ditutupi keberadaannya.
Tidak cukup menutup setengah rumahnya menggunakan tembok berisi tanaman-tanaman hijau, rumah Lies pun sempat akan ditutupi tembok seluruhnya.
Namun, hal itu langsung ditolaknya.
Ia menilai para pengelola tak berperikemanusiaan.
"Ini saja jalan ke bawah, tembok tinggi semua yang bangung pengelola supaya rumah saya tidak kelihatan warga. Eh ini malah mau menutup rumah saya dengan tembok," ujar Lies dilansir dari Kompas.com, Sabtu (21/9/2019).
"Kalau ditembok semua, bagaimana saya keluar? Apa saya punya sayap yang bisa terbang?" sambungnya.
Lies juga mematahkan besi-besi yang diletakkan pengelola di area masuk rumahnya.
Selain itu, Lies bercerita, setiap hari ia harus berbagi jatah air dengan apartemen yang menyediakan air bagi para penghuninya.
Namun, sering dia justru tidak mendapat air bersih itu.
"Semua disedot sama apartemennya, saya tak pernah kebagian air bersih," ujar Lies.
Lies bahkan pernah mengajukan permohonan ke pengelola apartemen untuk memasang air PDAM di rumahnya.
Namun, permintaan itu tak diindahkan oleh pengelola.
Padahal, Lies berniat untuk membayar biasa operasional itu menggunakan uangnya sendiri.
"Saya sudah bilang, biarin saja PDAM masuk ke rumah saya. Saya yang bayar pipanya, tukangnya. Berapa meter sini saya yang bayarin, maksudnya biar bagi ke saya juga airnya," ujar dia.
Akhirnya, ibu berusia 64 tahun ini harus membeli air isi ulang untuk mandi, mencuci baju, dan piring.
Setiap hari, ia harus membeli 20 hingga 25 galon ke rumah untuk persediaan air.
Air isi ulang itu biasanya diangkut oleh suaminya.
Namun, terkadang dirinya mengangkat air isi ulang ini.
Membawa banyak galon ke dalam rumahnya juga bukan perkara mudah.
Meski dibantu sang suami, ia tetap mengeluhkan sakit setiap membawa galon itu.
"Ini kan jalan masuk ke rumah saya, lihat ya sempit terus licin, kadang kepeleset saya gara-gara ngangkut air," ucapnya.
Penderitaannya tak berhenti di situ.
Ibu rumah tangga ini bahkan pernah diminta bayar parkir untuk masuk ke kawasan apartemen.
Padahal, dia hendak pulang ke rumahnya yang ada di sisi belakang apartemen.
Permintaan dari petugas itu pun ditolaknya mentah-mentah.
Saat ini Lies bisa masuk dengan bebas meski tetap membawa motor masuk ke samping rumahnya.
Bahkan, Lies boleh parkir tepat di samping rumahnya bukan di tempat parkir para penghuni.
"Pernah dimintai Rp 500.000 untuk mobil dan Rp 300.000 untuk motor per bulan. Saya tidak mau, akhirnya sekarang gratis. Enak saja mereka minta-minta ke saya, orang ini tanah juga tanah nenek moyang saya," ujar Lies.
Sebelum apartemen itu dibangun, setiap warga yang memiliki rumah di kawasan itu diminta pindah untuk memperlancar pembangunan.
Lies bercerita, pengelola apartemen menggunakan preman untuk meminta ia dan warga lainnya pindah.
Saat itu, para preman yang disewa pengelola membuat ricuh kampungnya.
Bahkan, Lies yang kala itu berjualan nasi di depan rumahnya dahulu sempat ditakut-takuti.
"Beh dulu saya saja yang jualan di situ ya, para preman itu pada makan di warung saya. Eh pas habis malah tidak dibayar, malah pas ditagih ngamuk berantakin warung saya sampai saya kebalikin aja jualan saya ke mereka. Rugi yang ada saya," ujar Lies.
Tak hanya Lies yang mengalami nasib malang, beberapa warga lainnya pun turut mendapat perlakuan yang sama.
Mereka ditakut-takuti para preman hingga akhirnya memilih pindah.
Hanya Lies yang berani bertahan menghadapi para preman itu.
Hingga akhirnya hanya rumahnya yang bertahan dan kini dikelilingi tower apartemen.
Lies mengaku, rumahnya pernah ditawar seharga Rp 3 miliar, bahkan dengan tambahan satu unit apartemen di Thamrin Residence Executive.
Meski demikian, Lies tak tergiur.
Baginya, uang bukan segalanya. Apalagi ia sudah memiliki penghasilan dari usaha indekosnya.
Bahkan, ia juga mengaku memiliki rumah mewah di Bandung dan Tangerang.