Beginilah Asal Usul BJ Habibi Dijuluki Mr. Crack dan Seberapa Penting Teori yang Dia Temukan Itu untuk Dunia Penerbangan Sekarang

Kamis, 12 September 2019 | 17:30
Kompas/Mohammad Hilmi Faiq

Bachruddin Jusuf Habibie

Suar.ID - Rasa duka tengah menyelimuti hati bangsa Indonesia.

Rabu (11/9/2019), Presiden RI ke-3,Bachruddin Jusuf Habibie, menghembuskan nafas terakhirnya.

Habibie meninggal di RSPAD Gatot Seobroto dengan dikelilingi oleh keluarga dekatnya.

Kini, sosok yang begitu berarti bagi bangsa Indonesia telah tiada. Namun, jasa-jasa dan prestasinya masih akan terus memberikan manfaat bagi Indonesia maupun dunia.

Baca Juga: Hasil Karya Pesawat Pertamanya Sempat Diolok-olok Orang, Tanggapan BJ Habibie Sungguh Diluar Dugaan!

Salah satu jasa yang telah beliau torehkan adalah dengan melahirkan Crack Progression Theory, yang juga dikenal sebagai Faktor Habibie atau Fungsi Habibie.

Bachruddin Jusuf Habibie adalah sosok pemimpin bangsa yang sangat inspiratif juga genius.

Karyanya tak hanya mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, tapi juga memberikan manfaat yang begitu besar bagi dunia dirgantara.

Crack Progression Theory menjadi solusi dari masalah panjang yang ditimbulkan oleh retaknya bagian sayap dan badan pesawat akibat mengalami guncangan.

Baca Juga: Sungguh Menyentuh! Alami Kecelakaan dan Menjadi Lumpuh Sebelum Kencan Pertamanya, Kekasih Wanita ini Tetap Setia Merawatnya

Penemuannya itu pula lah yang membuat B.J Habibie mendapatkan julukan spesial.

Ya, beliau dijuluki sebagai Mr. Crack.

Hingga kini, teori yang dipecahkannya masih terus dijadikan pedoman dalam pembuatan pesawat terbang di seluruh dunia.

Seperti apa kisah lahirnya teori tersebut dan seberapa penting bagi dunia dirgantara?

Dilansir dari Kompas.com, pada akhir 1940-an dan 1950-an, teknologi pesawat sudah berkembang. Namun, banyak insinyur tidak sepenuhnya memahami mengapa beberapa pesawat mengalami kegagalan struktural katastrofik dalam penerbangan stabil.

Baca Juga: Arie Untung Merinding ketika Mengingat Kembali Pemikiran Almarhum B.J Habibie soal Akhirat

Sementara itu, pada 1960-an pesawat menjadi lebih cepat dan mesinnya lebih kuat. Ketika mesin bekerja terlalu keras, material akan 'kelelahan' dan sering menimbulkan masalah kegagalan struktural.

Pada tahun yang sama, para ilmuwan pun mulai menganalisis apa yang menyebabkan keretakan komponen pesawat dengan lebih detail dan rinci.

Seperti benda lainnya, pesawat pun bisa mengalami keretakan dan pecah kapan saja.

Hanya saja, beberapa material ada yang cukup kuat untuk bertahan dalam waktu yang lama.

Baca Juga: Miris, Seorang Pelajar Jadi Tersangka Usai Bunuh Begal Demi Selamatkan Pacarnya yang Mau Dirudapaksa Bergilir, Ini Kata Polisi

Kenapa material pesawat bisa mengalami keretakan?

Hal itu karena setelah diterapkan suatu gaya pada suatu material, maka gaya tersebut bisa menimbulkan material 'kelelahan' dan akhirnya retak.

Oleh karena itu, pesawat akan memiliki masa hidup tertentu sebelum dinyatakan tidak aman untuk terbang lagi.

Namun, pada tahun 1960-an itu titik crack tidak bisa dideteksi secara dini.

Sehingga untuk mengatasi kemungkinan munculnya keretakan konstruksi, para insinyur mengantisipasinya dengan meningkatkan faktor keselamatannya (SF).

Baca Juga: Arie Untung Merinding ketika Mengingat Kembali Pemikiran Almarhum B.J Habibie soal Akhirat

Ditingkatkanlah kekuatan bahan konstruksi yang jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya, yang mengakibatkan material yang diperlukan jadi lebih berat.

Saat itu, untuk pesawat terbang, material alumunium dikombinasikan dengan baja.

Di situlah seorang B.J Habibie muncul dengan keahliannya menghitung Crack Propagation on Random sampai ke atom-atom pesawat terbang.

Titik crack bisa dideteksi secara dini dan menjadikan kebutuhan bahan untuk membuat pesawat jadi lebih ringan.

Baca Juga: Arie Untung Merinding ketika Mengingat Kembali Pemikiran Almarhum B.J Habibie soal Akhirat

Setelah titik crack bisa dihitung, maka derajat SF bisa diturunkan, misalnya dengan memilih campuran material sayap dan bahan pesawat yang lebih ringan.

Porsi baja pun dikurangi, sementara alumunium makin dominan dalam bodi pesawat terbang.

Crack Progression Theory atauFaktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10 persen dari bobot sebelumnya.

Bahkan, angka penurunan ini bisa mencapai 25 persen setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat.

Baca Juga: Mengejutkan, Perempuan Ini Mengaku Beberapa Kali Diculik dan Dirudapaksa Alien Reptil di Bulan, hingga 8 Kali Sebulan

Faktor Habibie juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat.

Sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas.

Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat.

Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatigue menjadi turun.

Itulah salah satu jasa yang ditinggalkan oleh mendiang Habibie.

Bahkan, hingga saat-saat terakhirnya, ia masih terus berusaha untuk berkontribusi bagi dunia dirgantara Indonesia.

Baca Juga: Mengejutkan, Perempuan Ini Mengaku Beberapa Kali Diculik dan Dirudapaksa Alien Reptil di Bulan, hingga 8 Kali Sebulan

Editor : Moh. Habib Asyhad

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya