6 Sumber Masalah Defisit BPJS Kesehatan: Dari Rumah Sakit 'Nakal' Sampai Peserta Sudah Meninggal Masih Bisa Klaim!

Kamis, 22 Agustus 2019 | 15:30
(KOMPAS.com/TAUFIQURRAHMAN)

Kantor BPJS Kesehatan Pamekasan diklaim memiliki utang ke RSUD Pamekasan sebesar Rp 8 miliar.

Suar.ID- Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan masih jauh dari sempurna, padahal sistem initelah berjalan selama 5 tahun.

Berbagai masalah juga muncul dan membuat defisit BPJS Kesehatan.

Contohnya pada 2018, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 19,4 triliun.

Padahal, sudah tidak terhitung berapa kali pemerintah menggelar rapat soal defisit BPJS Kesehatan, baik di tingkat menteri maupun tingkat kabinet yang dipimpin langsung presiden.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Punya Aturan Baru: Cermati Agar Status BPJS Anda Tidak Gugur!

"Beberapa persoalan harus diatasi apabila ingin jaminan kesehatan nasional ini bisa berjalan berkelanjutan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (21/8/2019).

Selama4 tahun terakhir, pemerintah telah menyuntikkan dana sebesar Rp 25,7 triliun.

Namun, defisit BPJS Kesehatan tetapterhitung besardikarenakan jumlahnya mencapai Rp 49,3 triliun sejak 2015.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)telah menyelesaikan audit sistem JKN.

Baca Juga: Raup Rp 22,4 Miliar per Bulan, Atta Halilintar Masuk Top 10 Youtuber Terkaya di Dunia, Peringkat Berapa?

Ada beberapa akar masalah yang membuat BPJS Kesehatan defisit.

Mutia Fauzia/Kompas.com
Mutia Fauzia/Kompas.com

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kawasan DPR Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Apa saja akar-akar masalah tersebut?

Berikut ini Suar.IDtelah menyimpulkandar penjelasan yang dismpaikan oleh Sri Mulyani.

1. Rumah sakit nakal

Berdasarkan audit, BPKP menemukan banyak rumah sakit rujukan yang melakulan pembohongan data.

Hal ini terkait dengan kategori rumah sakit sebagai Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (FKRTL) BPJS Kesehatan.

Saat ini rumah sakit FKRTL memiliki kategori mulai dari A hingga D.

Setiap kategori memiliki biaya per unit pasien yang berbeda.

Biaya paling tinggi ialah kategori A dan paling rendah D. Untuk mendapatkan penggantian dari BPJS Kesehatan, banyak rumah sakit yang menaikkan kategori.

"Misalnya D dia ngakunya C, B ngakunya A. Ini supaya dapat per unit lebih besar," kata dia.

Agar hal ini tidak terjadi lagi, kata Sri Mulyani, Menteri Kesehatan dan jajarannya sedang melakukan review ulang kelas rumah sakit.

Baca Juga: Guru Honorer Beristri Kepergok Berhubungan Intim dengan Siswinya di Kosan, si Siswi Berikan Pengakuan Mengejutkan

2. Jumlah layanan lebih banyak dari peserta

Audit BPKP juga mengungkap bahwa terjadi penggunaan layanan sebanyak 233,9 juta layanan, padahal total peserta JKN hanya 223,3 juta orang.

Rincian penggunaan layanan meliputi 147,4 juta layanan di puskesmas atau klinik, 76,8 juta layanan rawat jalan di rumah sakit, dan 9,7 juta layanan rawat inap.

Baca Juga: Ingin Tahan Lama di Ranjang? Kunyah Bumbu Dapur yang Satu Ini Dijamin Pasangan Anda Puas!

3. Perusahaan main-main

Akar masalah defisit BPJS Kesehatan lainnya ialah ditemukannya upaya perusahaan mengakali iuran BPJS Kesehatan.

Saat ini perusahaan yang sudah mendaftar sebagai peserta berkewajiban membayarkan 4 persen dari 5 persen dari gaji pokok karyawan untuk iuran BPJS Kesehatan.

Agar bayar iuran yang lebih kecil, perusahaan melaporan jumlah karyawan lebih kecil dari jumlah sebenarnya kepada BPJS Kesehatan.

Selain itu, ada juga perusahaan yang sudah terdaftar di BPJS Kesehatan, tetapi melaporkan gaji karyawan lebih kecil dari yang dibayarkan.

Tujuannya sama, yakni untuk mengurangi beban perusahaan di dalam membayarkan kewajiban, baik dari sisi badan usaha maupun pegawai.

Baca Juga: Terbongkar! Inilah yang Dilakukan Barbie Kumalasari untuk Melepas Rindu saat Jenguk sang Suami

4. Jumlah Peserta aktif masih rendah

Audit BPKP juga menemukan bahwa tingkat kepesertaan aktif dari pekerja bukan penerima upah masih rendah, yaitu 53,7 persen.

BPJS berjanji akan menaikkan angka tersebut ke 60 persen.

Baca Juga: Ngeri! Pria Misterius ini Ungkapkan Teror Mistis yang akan Terjadi pada Ruben Onsu: 'Ruben Kamu dalam Bahaya!'

5. Data tidak valid

Akar masalah selanjutnya ialah validitas dan integritas data BPJS Kesehatan.

Hal ini disebabkan perpindahan sistem Akses, Jamkesda, dan Jamkesmas ke BPJS Kesehatan.

BPKP menemukan ada peserta yang harusnya tidak masuk sistem BPJS Kesehatan justru masuk ke dalam sistem.

Selain itu, ditemukan juga peserta yang tidak memiliki NIK, bahkan nama ganda.

"BPJS terus melakukan pembersihan dan kami akan memonitor. Kami harapkan sampai 2019 ini sudah clear," kata perempuan yang kerap disapa Ani itu.

Kompas.com
Kompas.com

Suasana di BPJS Kesehatan

Baca Juga: Vicky Nitinegoro Blak-blakan tentang Hubungannya dengan Nikita Mirzani, Hal Ini yang Membuatnya Kagum

6.Peserta yang meninggal, masih bisa klaim

Akar masalah lain ialah berhubungan dengan sistem di BPJS Kesehatan sendiri.

BPKP menemukan ada yang klaim ganda peserta, bahkan ada klaim dari peserta yang sudah meninggal.

Selain itu, ungkap Sri Mulyani, ada juga peserta tidak aktif tetapi klaimmya bisa dicairkan.

Kata dia, BPJS berargumentasi itu tidak mungkin, tetapi BPKP menemukannya dalam audit.

"Sampai ada orang yang sudah meninggal, klaimnya masih masuk," tutur Sri Mulyani.

Audit BPKP dilakukan di 25.528 fasilitas kesehatan yang masuk dalam sistem JKN.

BPKP melihat jumlah akses kepesertaan dan klaim yang peserta sampaikan kepada BPJS.(Yoga Sukmana/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompascom dengan judulAkar Masalah Defisit BPJS Kesehatan, Peserta yang Sudah Meninggal Pun Bisa Klaim...

Tag

Editor : Adrie P. Saputra

Sumber Kompas.com