Suar.ID -6 Agustus 1945, pesawat pengebom B-29 Superfortress Enola Gay menjatuhkan bom atom di kota Hishima Jepang.
Peristiwa tersebut merupakan serangan bom atom pertama dalam sejarah dunia.
Pada pagi hari tanggal 6 Agustus 1945 berangkat dari pangkalannya di Tinian, dekat Guam, dan menuju kota Hiroshima, Jepang.
Dipiloti oleh Paul W. Tibbets Jr., pesawat tersebut membawa bom atom seberat lebih dari 4.000 kilogram yang dinamai Little Boy.
Tibbets memimpin 12 awak dalam misi tersebut.
Hari itu penduduk Hiroshima telah dibangunkan oleh sirine serangan udara beberapa kali, seperti dikutip dari Bussiness Insider.
Pukul 8.15 pagi ketika Enola Gay mendekat, banyak yang mengiranya sebagai pesawat pengintai.
Pada saat sirine kembali dibunyikan, bom atom pertama sudah terlebih dahulu dijatuhkan.
Baca Juga: 74 Tahun Peringatan Serangan Bom Atom di Hiroshima: Mengapa AS Melakukannya?
Dalam sekejap Hiroshima dilingkupi cahaya menyilaukan dan suhu sepanas matahari. Bom atom meledak.
Menghancurkan wilayah Hiroshima dalam radius 5 mil dari titik jatuh bom atom.
Ledakan bom atom yang terjadi 74 tahun itu menewaskan sekitar 80.000 orang.
Ditambah puluhan ribu orang lainnya meninggal akibat penyakit akibat radiasi nuklir dan cedera yang dialami.
Enola Gay berada 10 mil tinnginya ketika bom meledak, tetapi masih terasa gelombang kejutnya.
Awak pesawat mengingat sentakan dari kekuatan ledakan dan mengatakan seperti ditembak musuh.
Tiga hari kemudian, bom atom kedua yang lebih kuat dijatuhkan di kota Nagasaki, dan Jepang menyerah, mengakhiri Perang Dunia II.
Perdebatan mengenai peristiwa bom atom itu pun tak terelakan.
Beberapa orang menilai serangan bom atom itu tidak manusiawi karena menargetkan penduduk sipil yang tak bersalah.
Sementara yang lain berpendapat bahwa kehancuran seperti itu diperlukan untuk memaksa Jepang menyerah.
Serta menghindari serangan militer di daratan Jepang.
Lalu bagaimanakah pendapat pilot beserta 12 awak pesawat Enola Gay?
Tibbets dan 12 krunya sampai akhir hayat mempertahankan pendapat mereka bahwa pengeboman itu perlu.
Mereka menyebut pengeboman itu telah menyelamatkan banyak nyawa lain.
"Saya tahu kami melakukan hal yang benar karena ketika saya mengetahui akan melakukan itu (pengeboman) saya pikir, ya, kami akan membunuh banyak orang, tetapi demi Tuhan kami akan menyelamatkan banyak nyawa," Tibbets kepada penulis Studs Terkel dalam sebuah wawancara tahun 2002 .
Militer AS pada saat itu telah memperkirakan jika melakukan invasi ke Jepang maka akan lebih banyak lagi nyawa yang dikorbankan, baik dari pihak jepang maupun AS.
Jadi, alasan serangan bom atom tersebut ditujukan untuk mengakhiri perang.
Adapun hilangnya nyawa warga sipil, tak disesali oleh Tibbets yang telah wafat pada 2007 silam.
"Orang tak berslah akan terbunuh, tak ada satu pun perang di dunia ini yang tak pernah membunuh orang tak bersalah," katanya kepada Terkel.
Tak sama dengan sang pilot, beberapa awak kapal lain menyatakan penyesalan dan dihantui oleh kehancuran yang mereka buat.
“Saya berdoa agar tidak ada orang yang menyaksikan pemandangan itu lagi. Sungguh mengerikan, hilangnya nyawa, ” kata Kapten Theodore van Kirk, navigator pesawat itu, saat wawancara tahun 2005 .
"Kami melepaskan bom atom pertama, dan saya harap tidak akan ada lagi bom atom."
Hiroshima dan Nagasaki merupakan tempat pertama dan satu-satunya dalam sejarah yang pernah jadi target bom atom.
Baca Juga: Dulu Jenderal Bintang Tiga, Kini Pria Ini Tak Segan Mengadu Nasib Menjadi Petan