Suar.ID - Pemilu serentak yang diselenggarakan pada April lalu meninggalkan berbagai cerita.
Salah satunya tentang seorang caleg wanita yang dituntut karena editan foto kampanye-nya dianggap terlalu berlebihan.
Lawan politiknya yang menilai bahwa foto editan itu mempengaruhi perolehan suara pun mengajukan kasus tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Caleg wanita itu bernama Evi Apita Maya.
Baca Juga: Gunakan Foto Editan Super Cantik untuk Surat Suara, Caleg Terpilih DPD NTB Digugat ke MK
Nama Evi Apita Maya tidak asing lagi di kalangan masyarakat belakangan ini.
Sosoknya mulai dikenal saat sidang sengketa hasil pemilu legislatif di Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti kita tahu, Evi adalah calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang maju dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ia mengantongi suara terbanyak pada pemilu legislatif DPD NTB 2019 dengan jumlah 283.932 suara.
Capaian ini tak membuat jalan Evi mulus. Pesaingnya yang juga mencalonkan diri sebagai anggota DPD NTB bernama Farouk Muhammad mempersoalkan foto pencalonan Evi yang dulu terpampang pada alat peraga kampanye (APK) dan surat suara pemilu.
Oleh Farouk, Evi dituding memanipulasi masyarakat lantaran fotonya diedit melewati batas wajar.
Farouk juga menuduh Evi telah membohongi pemilihnya menggunakan foto editan sehingga ia berhasil mengantongi suara terbanyak.
Hingga saat ini, perkara tersebut terus bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Namun, siapakah sosok Evi Apita Maya sebenarnya? Bagaimana rekam jejak Evi di bidang politik?
1. Sarjana hukum dan magister kenotariatan
Evi Apita Maya lahir di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Meski kedua orangtua Evi tak berkecimpung di bidang politik, sejak duduk di bangku sekolah Evi telah tertarik dengan politik.
Ia menjadi bagian dari sejumlah organisasi.
Kesenangan Evi berlanjut hingga ia duduk di bangku kuliah ilmu hukum Universitas Diponegoro.
Lulus sebagai sarjana hukum, Evi semula berniat melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda.
Namun, hal ini urung dilakukan dan Evi memutuskan untuk mengambil pendidikan S2 di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Ia lulus sebagai magister kenotariatan dengan predikat cum laude.
Evi akhirnya berkarier sebagai seorang notaris sembari berkegiatan sosial. Berbagai organisasi di bidang sosial, budaya, dan pemuda ia ikuti.
"Termasuk Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), dan saya juga adalah kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)," kata Evi.
2. Bukan orang baru di politik
Evi mengaku telah terjun ke dunia politik sejak masa reformasi.
Ia digandeng oleh kakaknya yang kala itu mendapat mandat langsung dari Amien Rais untuk membangun Partai Amanat Nasional (PAN) di Provinsi NTB.
Pada awal berdirinya PAN di NTB, Evi menjabat sebagai wakil bendahara umum.
Ia juga sempat menjabat sebagai petinggi di bidang perwakilan perempuan. Dari PAN, Evi berpaling ke Partai Hanura.
Lagi-lagi, saat itu kakaknya ditugasi oleh Wiranto untuk membangun Hanura di NTB.
Evi pun masuk sebagai Tim 9, pendiri Hanura di NTB.
Ia juga menjabat sebagai bendahara umum selama tiga periode.
Tak hanya itu, Evi menjadi koordinator wilayah Hanura untuk Kabupaten Bima dan Dompu.
Terakhir, ia menjabat di bidang organisasi, keanggotaan, dan kaderisasi.
"Bukan pertama kali saya terjun di politik, sudah lama. Ini menjadi modal," ujar Evi.
Pada 2009 dan 2014, Evi sempat maju sebagai calon anggota legislatif DPRD Provinsi NTB dari Partai Hanura.
Namun, ia gagal menjadi anggota Dewan. Tidak menyerah, ia kembali lagi ikut berkompetisi melalui jalur DPD.
"Saya mencoba untuk dengan modal keyakinan bahwa saya harus ikut dalam decision maker, saya harus masuk sebagai penentu kebijakan itu dengan cita-cita murni bahwa saya ingin terutama memajukan NTB dengan kemampuan, dengan tekad saya," kata dia.
3. Gandeng tim milenial saat kampanye
Pada Pemilu 2019, Evi terjun ke masyarakat selama kurang lebih satu tahun untuk berkampanye. Ia menggandeng kalangan milenial untuk mengenalkan dirinya ke masyarakat.
Anak muda yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), HMI, hingga Karang Taruna, ia ajak untuk bekerja bersama.
Semua aspek ia perhitungkan, termasuk strategi pesaingnya.
"Saya juga melirik dari kontestan lain, (mereka) tidak pernah melirik teman-teman yang minoritas, Hindu, Buddha, itu semua mereka pro ke saya, mendukung saya penuh.
Itu juga sebagai kunci saya meraih kemenangan," kata Evi.
Evi membantah selama kampanye sekadar mengandalkan foto pencalonan dirinya.
"Ya itu salah besar," ujarnya.
4. Respons keluarga atas gugatan Farouk
Evi mengatakan, Farouk adalah satu-satunya orang yang mempersoalkan foto pencalonan dirinya.
Selama masa kampanye, tak pernah ada masyarakat yang keberatan atas foto itu.
Ia mempertanyakan, dari sekian lama masa kampanye, kenapa Farouk baru mempermasalahkan foto pencalonannya saat ini.
"Kenapa baru sekarang digugat, ya kan di seluruh NTB ada, di kota-kota ada spanduk saya, baliho saya, stiker saya, kalender saya," katanya.
Baca Juga: Viral Video Komodo Menelan Monyet Besar Hanya Dalam 8 Tegukan
Meski optimistis bakal menang di MK, Evi tetap menyimpan rasa khawatir atas gugatan Farouk.
Namun, dengan keyakinannya dan dukungan keluarga, Evi yakin telah berada di jalan yang benar.
"Keluarga ada sedikit gemas, apalagi anak-anak, suami, kok istrinya dijelek-jelekin atau mamanya dijelek-jelekin. Teman-teman anak-anak juga bilang, 'Wah enggak pernah tahu tante ngomong sembarangan'. Ya keluarga ya gemas, tapi ya apa pun ada hikmahnya," kata Evi.
Evi yakin, Mahkamah dapat memberi keputusan yang adil atas perkara ini.
"Optimistis insya Allah. Saya pikir hakim adalah orang-orang yang bijak yang tahu tentang hukum, yang mempunyai hati nurani," katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Siapakah Evi Apita Maya "Caleg Foto Terlalu Cantik"?